Share

BAB 2

"Ah ... Ng-nggak, Mas. Nggak apa-apa."

Plong!

Rasanya hati Brian lega sekali mendengar kalimat itu keluar dari mulut gadis yang entah siapa namanya ini. Bahkan bisa Brian lihat gadis itu mencoba tersenyum, sebuah tanda otentik bahwa dia benar-benar baik-baik saja.

"Serius? Nggak ada yang sakit?" Brian membulatkan matanya, memastikan dengan betul-betul bahwa kejadian tadi tidak sampai membuat gadis ini menderita hal yang cukup serius.

"I-iya."

Brian menghela napas dalam-dalam. Sebuah tindakan untuk mengekspresikan kelegaan hatinya. Kelegaan karena dari kejadian tadi tidak berdampak buruk pada gadis ini, ya walaupun parut di tangannya itu cukup panjang dan tentu saja akan sangat menganggu penampilan ketika luka itu sudah kering nanti, tapi itu tidak begitu buruk jika dibandingkan dengan gegar otak atau fraktur tulang, kan?

"Kau itu! Hati-hati dong! Untung tadi aku bawa mobilnya pelan, coba kalau kenceng? Nggak bisa bayangin aku gimana nanti nasib kamu!" Brian mulai mengomel, sengaja untuk menyembunyikan degup jantungnya yang entah mengapa jadi berdebar tidak karuan melihat bagaimana mata jernih itu terus menatapnya.

Kenapa dia jadi begini?

Bisa Brian lihat mata jernih itu membeliak, tampak tidak percaya dan kemudian menatapnya dengan tatapan kesal.

"Loh, kenapa jadi nyalahin saya, Mas? Surat saya lengkap, nggak melanggar batas kecepatan. Mas pasti nih yang ugal-ugalan, terus jadi nyalahin saya!" Balasnya yang kontan membuat Brian jadi kesal.

Matanya melotot, berani juga gadis ini ternyata! Brian mendengus, rasanya ia ingin menerkam gadis ini dan ... ah! Kenapa otak Brian jadi kriminal begini?

"Aku nyalahin kamu, kau bilang?" Suara Brian melengking. "Kamu yang tadi naik motor ngga---."

"Permisi, Mas, ini data pasiennya apakah sudah bisa diisi?"

Sesosok perawat muncul, membuat kalimat Brian terputus. Fokus Brian tertuju pada perawat yang sejak tadi bolak-balik meminta data gadis ini untuk dokumen rekam medis dan lain-lain. Tapi Brian bisa apa? Dia tidak kenal gadis ini, jadi mana bisa Brian isi datanya? Dan agaknya saat ini adalah saat yang tepat untuk mengisi data penting itu.

"Bisa, Sus! Kebetulan sudah sadar nih orangnya! Merepotkan saja!" gerutu Brian lalu meraih papan itu dari tangan sang perawat.

Brian membawa papan itu di tangannya, hendak siap menulis ketika gadis itu tampak mencoba bangkit dan menyingkirkan selang infus yang menancap di punggung telapak tangan kirinya.

"EH, KAMU MAU NGAPAIN?" tentu Brian berteriak, dia tidak jadi menulis, mencekal tangan gadis itu yang hendak melucuti selang infusnya.

"Mau pergi!" balas gadis itu sengit. "Mas pikir saya mau gitu ngerepotin, Mas? Mas yang nabrak saya, ya harusnya tanggung jawab dong! Kenapa sekarang jadi Mas ngatain saja merepotkan?"

Brian melotot tajam menatap gadis itu. Emosinya terpancing. Lupa sudah bagaimana khawatirnya dia tadi.

"Mau pergi? Susah-susah aku bawa ke sini, kau mau pergi gitu aja?" Tentu Brian tidak terima. "Tau gitu kutinggal aja kau di TKP, biarin sekalian!"

Kembali mata itu melotot, melayangkan tangan guna menggebuk punggung Brian. Sebuah tindakan yang di mata Brian cukup dan sangat berani sekali!

"Kau ini! Tangan luka kayak gitu masih juga mau menganiaya orang?" Satu tangan Brian menarik telinga gadis itu kuat-kuat, membuat gadis itu kontan berteriak kencang.

"SAKIT!"

Tirai berwarna hijau itu kembali tersingkap, muncul seorang perawat dengan wajah yang begitu panik.

"Kenapa, Mbak?"

"Itu, Sus, sekalian aja mending potong tangan dia!" Sahut Brian dengan begitu santai.

Kembali tangan gadis itu memukuli Brian dengan membabi-buta. Sebuah pukulan yang entah mengapa rasanya begitu lain. Tidak sakit, sama sekali tidak. Rasanya malah seperti ... astaga, kenapa Brian bahkan sampai tidak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata?

"Dasar nggak waras!" makinya kesal. "Maaf, Sus, saya nggak apa-apa."

"Kalau ada apa-apa bisa panggil saya, ya! Sama untuk data pasien ditunggu dengan segera!"

Brian mengangguk, kompak sekali dengan gadis itu yang tampak juga menganggukkan kepalanya. Sedetik kemudian mereka saling pandang, melemparkan tatapan tajam dan tidak bersahabat.

"Bisa kalem, nggak?" desis Brian yang jujur dibalik perasaan aneh yang menyergapnya, dia sendiri gemas dan sedikit kesal dengan gadis aneh ini.

"Bawel!" balas gadis itu sengit.

"Diamlah, aku butuh datamu!" Brian kembali duduk di kursi, bersiap dengan pulpen dan kertas yang menempel di papan yang tadi perawat berikan padanya. "Siapa namamu?"

"Heni." Sebuah jawaban ketus yang mampu membuat Brian rasanya ingin mengigit gadis itu sampai dia berteriak-teriak.

Brian mendongakkan wajah, menatap gadis itu dengan tatapan kesal lalu memukulkan papan di tangannya dengan lembut ke kepala gadis itu.

"Heh! Serius ini buat data rumah sakit! Dan namanya cuma Heni doang?" Brian tidak mengerti, gadis yang tadi dia puja-puji cantik itu ternyata semenyebalkan ini!

Heni, nama gadis itu, tampak mengelus kepalanya. Matanya melotot kesal ke arah Brian yang masih menatapnya dengan tatapan tajam, seolah-olah dia ingin melenyapkan Brian dari muka bumi ini.

"Ya selow dong, Mas! Nggak usah pakai mukul kepala segala! Kalau sampai gegar otak, situ mau tanggung jawab?" Protes gadis itu dengan suara melengking.

Brian mendesah sambil memijit pelipisnya.

"Sejak awal aku sudah tanggung jawab, kan?" Brian mendengus perlahan. "Sudah! Siapa namamu, cepat!" Brian kembali hendak fokus pada pulpen dan kertas di tangan.

Heni merebut papan dan pulpen itu dari tangan Brian, menuliskan sendiri datanya. Brian bersandar di kursi, melipat dua tangan di dada dan menatap Heni dengan tatapan tajam. Sebuah tatapan yang sengaja dia buat begitu tajam untuk menutupi perasaan aneh yang sejak tadi menjalar di hati Brian.

Heni ... Jadi nama gadis ini Heni? Heni siapa? Dia cukup cantik, Brian akui itu. Tapi kalau melihat bagaimana sikap gadis ini, kenapa Brian jadi kesal setengah mati kepadanya? Perasaan apa ini? Apakah benar posisi Karina di hati Brian secepat ini tergantikan? Atau ini hanya sebuah kekaguman sesaat?

Brian terus menatap wajah itu dari tempatnya duduk. Kalau diam begini, kecantikan Heni jadi berlipat ganda. Tetapi kenapa Brian malah suka jika gadis itu membeliak dan menggerutu kepadanya? Menyebalkan memang, tapi kenapa hal itu malah seolah membuat semarak hati Brian?

Brian masih terlena menatap wajah itu, hingga kemudian tampak gadis itu menyodorkan papan tepat ke depan wajahnya. Matanya menatap langsung ke dalam mata Brian. Sebuah tatapan tajam, namun mampu melelehkan sebuah kebekuan di hati Brian yang paling dalam.

"Nih, udah!"

Brian meraih papan itu, matanya melirik kertas yang tertempel di sana. Ia menahan diri agar tidak menampakkan senyum ketika membaca identitas gadis menyebalkan itu.

'Heni Saraswati?'

Nama itu otomatis terekam dan tersimpan dalam memori ingatan Brian, kenapa rasanya begitu gembira bisa tahu nama lengkap dan identitas lengkap gadis ini?

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Elma Faradila
Suka banget ceritanya...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status