Share

Menantu Miskin Itu Ternyata Sultan
Menantu Miskin Itu Ternyata Sultan
Author: Any Anthika

Bab 1. Menikah malam itu juga

Saat ini, Mia terlihat sedang gelisah. Dia dituntut agar segera menikah oleh ibunya karena sang adik akan menikah dan tidak ingin melangkahinya.

“Pokoknya ibu tidak mau tahu, cepat kamu cari pria yang mau menikahimu. Siapapun itu terserah. Dinda akan segera menikah. Calon suaminya bukan sembarang orang. Dinda tidak mau melangkahimu. Jadi jangan membuatnya malu.”

Kedua mata bulat itu mengerjap beberapa kali. Perlahan Mia mendongak, jari-jemarinya saling bertautan dan meremas satu sama lain. Dia menatap Rita, wanita ini adalah orang yang telah melahirkannya tetapi kurang mengasihinya.

“Tapi Bu,” suara Mia tercekat di tenggorokan, terpotong oleh suara ibunya yang kembali berkata, “Tidak ada tapi-tapian. Cari sendiri, atau ibu yang akan mencarikan calon suami untuk kamu.”

Permintaan ibu membuat Mia kebingungan, dia sama sekali tidak punya pacar, bahkan kenalan seorang pria pun tidak ada. Selama ini ruang geraknya dibatasi, dia hanya tinggal di dalam rumah membantu ibunya membuat kue dan membereskan pekerjaan rumah. Sesekali dia akan keluar hanya untuk mengantar pesanan.

Jika adik dan kakaknya bersekolah tinggi dan bebas bergaul di luar rumah, tapi dia tidak. Mia hanya sebatas sekolah menengah pertama, setelah itu dia hanya diperbolehkan di rumah saja.

Bagaimana dia akan mendapatkan calon suami?

Mia hidup di keluarga kandung yang tidak harmonis. Ibunya memang tidak suka padanya, meskipun bisa dibilang jika alasan Rita tidak masuk akal. Hanya karena dia lahir sepuluh bulan setelah kakaknya. Itu membuat Rita merasa kehadirannya telah merusak kebahagiaannya dan putri pertamanya.

Semua pekerjaan rumah, Mia yang harus menyelesaikan. Dia juga harus membantu ibunya membuat kue lalu mengantarnya kepada toko langganan dan rumah makan tanpa uang upah. Balasannya yang diterima Mia hanya sepiring nasi dan sepotong sosis. Jika dia berani protes, maka, besok sepotong sosis itu akan berganti dengan sesendok kecap saja.

Mia tidak akan berani mencari kesalahan sedikitpun demi bisa bertahan hidup di dalam rumah ini.

Wibowo sesekali akan menyelinap ke kamarnya. Pria separuh baya itu dengan lembut akan menyenggol bahunya sekitar tengah malam. Lalu menempelkan jarinya tepat pada bibirnya.

"Sttttt." Kemudian dengan hati-hati Wibowo akan mengeluarkan sepotong roti panggang atau satu apel merah yang cukup besar dari balik kaosnya.

"Makanlah disini saja. Jangan keluar kamar."

Sang ayah juga akan sesekali mencegatnya saat dia pulang dari pasar.

"Buat jajan kamu ya. Jangan sampai ibu tahu." Ayahnya akan memberi satu lembar uang jajan untuk dirinya.

Mia sering menangis sendirian. Beratnya hidup yang harus tetap dijalani. Tetapi dia masih merasa bersyukur saat menatap punggung yang mulai tidak kekar lagi itu melangkah menjauh.

Ada sang ayah yang menyayanginya dalam diam. Jika tidak, mungkin Mia tidak akan tumbuh sebaik ini.

“Mia, apa kamu masih belum mendapatkan calon suami?” Siang ini Rita bertanya padanya saat mereka sedang menata kue pesanan.

Mia tidak berani menatap ibunya, karena sejauh ini dia belum berhasil mendapatkan pria yang mau menikahinya. Dengan ragu-ragu dia menggeleng.

Rita menarik nafas berat, memberi tanda jika dia telah kecewa.

“Kamu ini benar-benar tidak berguna. Seharusnya kamu berusaha lebih keras lagi! Kurang dari dua bulan lagi Dinda akan menikah, dia akan marah kalau kamu belum juga menikah.”

Mia tidak bisa menjawab apapun. Baginya mencari calon suami memang sangat sulit. Apalagi dia bukanlah gadis yang cantik dan berpendidikan. Dia juga tidak pandai dalam berbaur di luar rumah.

“Sepertinya ibu harus turun tangan sendiri. Jika menunggu Mia, kapan? Ibu kan tahu, kalau Mia itu kurang pergaulan, bagaimana dia bisa mendapatkan suami?” Suara Silvia yang baru masuk ke dalam dapur terdengar lebih seperti ejekan.

Rita menoleh, mengangguk kepada anak pertamanya itu. “Kamu benar, Silvia.”

Kemudian Rita berkata lagi pada Mia, “Baiklah, ibu yang akan mencarikan calon suami untuk kamu. Kamu tidak perlu repot-repot lagi. Sana, antar pesanan ini. Orangnya sudah menunggu.” Rita menyodorkan beberapa kotak kue pada Mia.

Mia hanya mengangguk, menerima empat kotak kue lalu pergi ke tempat yang dimaksud ibunya untuk mengantar pesanan.

Mungkin karena pikiran Mia sedang kacau, dia tidak fokus pada jalan. Saat dia akan masuk restoran tujuannya, dia menabrak seorang pria yang juga akan masuk ke sana.

Kotak di tangannya terjatuh. “Maaf, Tuan. Maaf. Aku tidak sengaja.” Mia berjongkok, ingin mengambil kotak itu. Tapi pria itu sudah duluan mengambil kontak roti dan mengulurkan padanya.

“Lain kali hati-hati. Jika tidak, Roti kamu bisa rusak.”

“Iya, terima kasih.” Mia menerima kotak roti dari tangan pria itu. Tapi dia menunduk, tidak berani melihat wajah pria baik yang tidak marah dengan kecerobohannya itu. Dia hanya sempat melihat dua pasang sepatu mengkilap berwarna hitam saja.

Mia cepat-cepat berjalan masuk untuk mengantar pesanan pada pemilik Restoran. Pria itu juga masuk, dan memilih bangku untuk duduk.

Pria itu terus melihat ke arah Mia, sampai Mia merasa takut dan ingin cepat-cepat keluar dari restoran itu.

Dari luar, seorang pemuda berlari terburu-buru untukmu menghampiri pria tadi.

“Tuan, Nona Cesil menelpon, dia akan datang lebih terlambat. Katanya jalanan macet.”

Pria itu mendengus, “Aku paling malas dengan orang yang punya banyak alasan. Katakan padanya untuk tidak perlu datang.”

Pemuda itu melotot, “Tapi Tuan, Tuan besar sudah sangat,”

Pria itu segera memotong ucapannya, “Aku ada pekerjaan penting untukmu. Selidik wanita itu.”

“Apa?” Pemuda itu mengikuti tatapan tuannya. Dia baru menyadari jika tatapan Tuannya tertuju pada seorang wanita yang sudah melangkah keluar dari Restoran.

Tuan Gara ingin menyelidiki seorang wanita? Sungguh ini berita menyenangkan!

“Baik. Akan segera aku lakukan.”

***

Pada Minggu kedua setelah Mia menabrak pria di restoran itu, datang seorang pria berpakaian lusuh dengan mengendarai motor butut ke rumah .Pria itu menemui kedua orang tuanya.

Rupanya, pria itu datang untuk melamar Mia. Mendengar itu Rita langsung berwajah ceria dan segera berkata pada suaminya.

“Kita terima saja, Pak. Lagian Mia memang harus cepat menikah. Kasihan Dinda, dia malu kalau sampai melangkahi kakaknya.”

“Tapi semua keputusan tergantung pada Mia sendiri. Apa dia bersedia atau tidak. Kita tidak bisa memaksa.”

Rita berdiri, menarik tangan Mia untuk ke belakang. “Ikut ibu sebentar.”

Rita membawa Mia ke kamar, kemudian dia berkata, “Kamu nikah saja sama pria itu. Daripada nanti ibu terima lamaran pak Anton. Memang kamu mau menjadi istri ketiga pak Anton, enggak kan?”

“Kalau pria itu sepertinya jauh lebih baik, meskipun miskin tapi dia masih single.”

Hati Mia langsung berdenyut. Ada rasa perih yang teramat sangat dirasakannya. Sepertinya keberadaannya di rumah ini sangat tidak senangi, sampai dia tidak memiliki kesempatan lagi untuk menentukan hidupnya sendiri.

Mia terdiam karena memang dia tidak punya jawaban. Walaupun dia menolak, ibunya pasti akan menikahkan dia dengan pak Anton yang sudah memiliki dua istri. Dia akan menjadi istri ketiga, itu pasti akan lebih buruk.

“Sudah sana kamu ke depan. Bilang saja kalau kamu bersedia.” Rita mendorong punggung Mia.

Mia berjalan perlahan lalu duduk di samping ayahnya, dihadapan pria yang ingin melamar Mia.

"Aku Gara, dan ingin menikah denganmu, Mia."

Mia menatap pria yang melamarnya di hadapannya, lalu menunduk, dia smaa sekali tidak mengucapkan jawaban. Kedua tangannya memilin ujung baju untuk mengusir rasa gemetaran yang tiba-tiba menyerang kedua lututnya.

Wibowo menatapnya penuh kecemasan, dia tahu jika putrinya ini kurang setuju. Lalu terdengar Wibowo berkata. “Mia, kalau kamu keberatan jangan memaksakan diri Menikah itu bukan untuk coba-coba, harus dengan niat dari hatimu sendiri.”

Rita buru-buru menyela ucapan suaminya, “Mia sudah setuju. Tadi dia bilang begitu.”

Kemudian Rita menoleh pada calon pria yang duduk di hadapan mereka itu dan berkata, “Kalau kamu memang serius ingin menikah dengan putriku, nikah saja malam ini. Tidak perlu sibuk menyiapkan apapun. Kami yang akan menyiapkan segala sesuatunya.”

Pria itu terlihat mengerutkan keningnya penuh tanda tanya. Meskipun dia ingin menikah tapi jika malam ini dia sama sekali belum ada persiapan. Bagaimana mungkin dia akan menikah dengan buru-buru seperti ini?

Rita mengatakan akan menikahkan Mia dengan pria lain jika dia tidak mau menikahi putrinya malam ini.

Gara sudah berada disini, dia harus berhasil menikahi gadis ini demi permintaan terakhir kakeknya, jadi dia pun menuruti permintaan wanita ini.

Tanpa persiapan apapun, pada akhirnya mereka menikah malam ini juga.

Any Anthika

(Sebelum lanjut, minta ulasannya ya Kak. Kasih Author bintang lima dulu.)

| Like
Comments (2)
goodnovel comment avatar
MILYI Satrio
sangat menarik untuk di baca
goodnovel comment avatar
Any Anthika
Tolong beri ulasan ya kak...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status