Share

Bab 5. Pekerjaan di luar kota.

“Kamu kerja apa sih sebenarnya?” tanya Mia.

Gara tersenyum mendengar pertanyaan istrinya, lalu dia menjawab dengan tenang. “Kalau aku tidak punya pekerjaan tetap, apa kamu khawatir akan hidup menderita denganku?”

“Eh, bukan. Aku cuma penasaran. Tapi tidak masalah. Semua orang punya rezeki masing-masing. Kenapa harus khawatir?”

Gara melihat Mia lebih dekat, dia membelai wajah Mia polos itu dengan begitu lembut.

“Itu benar. Tapi kamu jangan khawatir, aku tidak akan membiarkanmu menderita lagi. Aku janji padamu.”

Mia tersenyum, dia semakin merasa bahagia mendengarnya. Lalu mereka berangkat tidur.

Pagi ini, Mia bangun lebih terlambat dari biasanya. Tadi dia merasa sakit kepala dan Gara menyuruhnya untuk tidak bangun. Gara menggantikan pekerjaannya untuk membereskan rumah.

Saat Mia turun, dia melihat Gara sedang bersama ayahnya. Ada sebuah amplop di tangan ayahnya. Entah amplop apa itu, tapi sepertinya mereka baru saja berbicara serius.

Mendengar suara langkah kakinya mendekat, Gara menoleh dan segera menghampirinya.

“Mia, hari ini aku ada pekerjaan diluar kota. Bisa jadi aku akan menginap. Tapi aku usahakan cepat beres agar bisa pulang. Tidak apa-apa, kan?”

Pekerjaan diluar kota? Memang bekerja kuli bisa sampai ke luar kota? Mendadak Mia memikirkan hal itu.

Tapi Mia tidak enak untuk bertanya, dia mengangguk saja. “Tidak apa-apa. Kalau begitu, kamu sarapan dulu ya?”

“Aku buru-buru dan sedang ditunggu. Jangan khawatir, aku bisa sarapan di jalan saja.”

Gara mencium kening Mia dan berkata lembut, “Aku menyayangimu. Jaga diri baik-baik dirumah. Tunggu aku pulang ya?”

Mia tersipu malu. Selama menikah, baru kali ini Gara berkata demikian padanya. Mia hanya mengangguk.

“Oh iya. Aku menaruh uang dibawah bantalku. Berikan sebagian pada ibu untuk belanja dapur, sisanya untuk keperluan kamu.”

“Eh iya, terima kasih”

Gara mengangguk dan melangkah keluar, Mia mengantar sampai ke depan.

Seperti biasanya , Gara akan menggunakan motor butut miliknya yang ia parkir di samping mobil mewah milik Farhan.

Saat ini kebetulan Farhan juga keluar untuk bekerja di antar oleh istrinya.

Melihat Gara mengambil motor, Silvia berkata dengan nada cukup keras. “Heh, awas motor butut kamu mengenai mobil suamiku! Kalau sampai lecet, kamu tidak akan bisa mengganti rugi!”

Gara tidak menjawab, segera mendorong motornya ke belakang, dengan sabar menunggu Farhan mengeluarkan mobilnya terlebih dahulu.

Setelah mobil kakak ipar Mia itu pergi, Gara menghidupkan motornya, dia menoleh dulu pada Mia yang menunggu untuk melambaikan tangan.

Silvia kembali berkata lagi dengan suara keras. "Cepat pergi! Suara Motor butut kamu itu bisa merusak pendengaranku. Belum lagi asapnya, bisa membuat paru-paru sakit!”

Suara motor Gara memang sangat berisik. Belum lagi asap knalpotnya yang keluar sangat banyak dan hitam. Mungkin karena sudah lama tidak diganti oli.

“Sudah, cepat berangkat. Hati-hati dijalan.” Mia berkata pada Gara , dia benar-benar tidak enak dengan ucapan kasar kakaknya.

Setelah melihat suaminya pergi, dia kembali ke dalam.

“Mia, kamu bantu ibu bikin kue untuk acara Dinda. Biar tidak terlalu banyak pengeluaran.” Rita berkata pada Mia.

Acara pernikahan Dinda memang akan digelar Minggu besok, jadi hari ini mereka sudah sibuk menyiapkan segala sesuatunya.

"Aku mau mencuci baju suamiku dulu, Bu. Suruh kak Silvia dulu yang bantu, sepertinya dia sedang menganggur." Mia menjawab Karena melihat Silvia sedang duduk saja sampai bermain ponsel.

Mendengar Mia berkata seperti itu, Silvia marah. “Aku bukan menganggur, sedang memilih dekorasi untuk pelaminan Dinda. Kamu saja yang membantu ibu. Mencuci baju nanti sore saja, kan?”

“Nggak bisa. Baju suamiku cuma sedikit. Kalau dicuci nanti sore, dia tidak akan punya ganti.”

“Ya ampun, Mia! Kenapa suamimu bisa semiskin itu sih? Bukannya bisa menyenangkan kamu, malah merepotkan saja. Benar-benar deh nasib kamu itu, sangat tidak beruntung mendapatkan suami.” Sindir Silvia.

Mia tidak ingin memperdulikan sindiran kakaknya, dia memilih cepat pergi sana untuk mencuci pakaian Gara.

Setelah selesai, Mia merasa lapar. Tapi baru saja dia membuka tudung saji, ibu menepis tangannya dengan kasar.

“Kamu mau apa?”

“Sarapan, Bu. Aku sudah lapar.”

“Tidak bisa! Kamu belum bekerja, tidak ada makanan untuk kamu.”

"Bu, aku sedang tidak enak badan. Tapi tadi pagi sebelum berangkat, suamiku sudah menyapu dan mengepel lantai untuk menggantikan pekerjaanku.”

“Itu Gara! Pokoknya, kamu bantu ibu dulu baru makan! Kalau kamu nggak mau, jangan makan masakan ini!"

Hati Mia merasa sangat sakit mendengar perkataan ibunya.

Ibunya memang seperti itu dari dulu, tidak pernah sedikitpun lembut atau memberi perhatian padanya.

Dia berpikir setelah menikah, ibunya akan berubah. Apalagi Gara sudah memberi patungan biaya hidup di rumah ini, juga untuk pengobatan rutin ayahnya.

Kadang Mia berpikir kalau dia bukan anak yang dilahirkan wanita ini. Dia dibedakan. Ibu sangat menyayangi Kakak dan adiknya tapi tidak menyayanginya.

Mia terdiam.

"Kenapa? Nggak punya uang, kan? Makanya, kalau mau kenyang jangan membantah!" Seru Ibu.

"Jelas dia tidak punya uang, Bu .Suaminya saja pekerjaannya tidak jelas! Mana bisa memberinya uang untuk makan?” Sindir Silvia.

Mia merasa dadanya begitu sesak. Dia hampir menangis. Kemudian memilih pergi ke kamar meninggalkan mereka yang terus menghinanya.

Mia menangis di kamar. Kenapa ibunya sangat tidak menyukainya. Sebenarnya, apa salahnya?

Apa karena suaminya miskin? Tidak seperti suami Silvia yang bekerja di kantoran? Bukan seperti Calon suami Dinda yang seorang Pengusaha?

Kadang kala, Mia ingin mengajak Gara untuk keluar dari rumah ini. Tapi dia takut Gara tidak memiliki uang untuk menyewa rumah kontrakan.

Mia termenung, mengusap perutnya yang terasa perih.

Dia teringat sesuatu, lalu segera membuka bantal yang biasa untuk tidur suaminya.

Ada sebuah amplop coklat disana. Mia mengambil dan membukanya.

Mia terkejut saat menghitungnya jumlah uang di dalamnya.

Ini banyak sekali?

Mia sampai berkali-kali menghitungnya. Ada Lima juta.

Dia belum pernah memegang uang sebanyak ini selama hidupnya.

Mia langsung banyak pikiran. Dia cepat mencari ponselnya.

“Aduh, mana ponsel?” Dia kebingungan. Lalu menepuk keningnya sendiri. Ponsel ada disamping dia duduk, tapi dia sudah mencari kemana-mana.

Awalnya dia ingin menghubungi suaminya, tapi dia melihat ada pesan chat dari Gara.

"Uang itu untuk kamu belanja, Mia. Jangan ditabung.”

Mia tersenyum membaca pesan itu. Kebiasaan Gara memang selalu begitu. Setiap memberinya uang mengingatkan untuk jangan menabungnya.

Gara selalu mengatakannya jika uang itu khusus untuk dirinya, masalah menabung itu sudah menjadi urusannya. Mia tidak boleh khawatir.

Mia masih memegang erat uang itu, dia teringat perkataan ibunya yang meminta semua orang dalam rumah ini patungan untuk pesta Dinda. Jika dia tidak bisa memberi uang patungan, Mia khawatir ibu akan semakin menghina suaminya.

Dia langsung membalas pesan suaminya.

“Ibu kan meminta kita untuk patungan, uang ini aku berikan ibu saja ya?”

Tidak lama kemudian ada balasan dari Gara. “Tadi, aku sudah memberi uang patungan pada Ayah. Uang itu untuk kamu saja, untuk beli makanan atau jajan. Baju untuk pesta dan perhiasan nanti kita beli setelah aku pulang. Uangnya sudah ada padaku. Jangan khawatir.”

Hah! Apa? Mia terkejut lagi.

“Gara sudah memberi uang patungan? Uang ini untuk aku? Terus, Gara nanti mau membeli baju pesta dan perhiasan?”

Yang benar saja?

Pikiran Mia langsung linglung. Dari mana suaminya mempunyai uang sebanyak itu?

Apa dia habis gajian?

“Oh! Mungkin saja seperti itu.”

Tapi, ada yang tidak masuk akal.

Mia mencoba menghitung perkiraan uang yang dimiliki suaminya saat ini. Lima juta di tangannya, lima juta di tangan ayahnya. Lalu yang saat ini ada ditangan Gara?

Apa mungkin gaji suaminya lebih dari perkiraannya?

Mia merasa pusing karena kebanyakan menebak, tiba-tiba ponselnya kembali bergetar. Notifikasi pesan dari Gara kembali masuk. Beberapa foto baju pesta dan perhiasan emas berlian dikirim oleh Gara.

“Mia, kamu pilih yang mana?”

Apa? Suaminya mau membeli baju pesta dan perhiasan semahal itu?

Mia segara mengetik balasan, “Kamu mau beli itu? Itu sangat mahal harganya.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status