Share

Bab 6. Sedang di kantor Bos?

Sambil menunggu balasan dari Gara, Mia turun menemui ibunya. Dia meletakan uang satu juta di atas meja.

“Ini untuk ibu belanja keperluan dapur.” Hanya berkata seperti itu saja lalu dia membalikkan badannya dan melangkah pergi.

Kedua mata Rita melebar melihat uang, kemudian dengan cepat mengambilnya. “Coba kamu pengertian seperti ini setiap hari, tidak harus kena marah dulu baru keluar uangnya.”

Silvia melihat, dia mendekat dan berkomentar, “Tumben Mia punya uang.”

“Mungkin saja suaminya baru dapat gajian. Biarkan saja, yang penting mereka bisa membantu kebutuhan dapur. Bukan hanya makan dan minum gratis, bisanya.”

Mia masih mendengar ucapan mereka, dia hanya menggelengkan kepalanya.

Sebenarnya beberapa hari yang lalu suaminya juga sudah memberi uang patungan, tapi itu sepertinya tidak dihitung oleh ibunya.

Padahal Silvia hanya akan memberi uang patungan belanja satu bulan sekali setelah suaminya gajian, sementara Dinda selama ini malah tidak pernah memberi uang patungan.

Tapi menurut ibunya itu hal wajar, Dinda masih single. Tidak ada yang membantunya mencari uang.

Jika dipikir-pikir, apa bedanya dengan dirinya dulu sebelum menikah? Mia harus tetap memberi uang patungan, padahal dia hanya bekerja membantu ibu mengantar kue pesanan. Uang bonus dari pelanggan yang ia kumpulkan akan diminta juga oleh ibu dengan alasan untuk uang patungan.

Rita tidak pernah memberinya upah, dia tidak bisa membeli baju baru atau sekedar skincare seperti kakak dan adiknya.

Hari ini Mia benar-benar tidak ingin bertemu ibu dan kakaknya, dia sangat malas. Hanya berdiam diri dikamar dan tidak ingin keluar meskipun merasa lapar. Untung saja makanan semalam masih ada sisa. Mia memakannya saja.

Sambil melirik ponselnya, menunggu balasan dari Gara.

“Kemana Gara? Kok lama balas pesan?”

Baru saja bergumam, ponselnya bergetar. Balasan dari Gara muncul.

“Jadi pilih yang mana?”

Mia segera membalas, “Kamu sudah membelinya atau belum?”

“Belum. Kamu pilih dulu yang mana, baru nanti aku beli sebelum pulang.”

“Kalau begitu tidak perlu. Mereka sudah memesan baju couple untuk keluarga besar. Kita jangan beli sendiri, takutnya tidak sama dengan mereka. Nanti Dinda malah marah.”

“Oh, baiklah. Kalau begitu kamu pilih perhiasannya saja.”

Mia merasa tidak sabar untuk mengetik pesan, dia ingin menelpon saja. Kemudian menekan tombol panggilan video.

Beberapa saat memanggil, Gara tidak mengangkat panggilannya. Malah mengirim pesan lagi.

"Jangan Vc dulu, aku sedang di kantor Bos."

Di kantor bos?

Mia membalas, "Sebentar saja."

Entah kenapa Mia jadi sangat penasaran dengan kantor Bos yang dikatakan Gara. Gara kan sedang keluar Kota? Kok jadi di kantor Bos? Sejak kapan seorang kuli bisa masuk kantor Bos?

Mia semakin penasaran, lalu kembali melakukan panggilan Video meskipun Gara lagi-lagi merijeknya.

Mia terus mengulangi, sampai akhirnya Gara mengangkatnya juga.

“Sudah dibilang, jangan vc dulu. Masih ada tamu disini, tidak enak.” Suara Gara terdengar, tapi sepertinya Gara mengarahkan kamera ke belakang.

Mia dapat melihat dengan jelas, disana ada seorang wanita cantik dan dua pria tampan yang mengenakan setelan jas kantoran.

Tapi, Mia lebih tertarik dengan tempat itu. Seperti ruangan yang cukup besar dan rapi.

“Kamu tidak percaya kalau masih ada tamu?” Sekarang wajah Gara terlihat karena dia sudah mengembalikan kamera depannya.

Mia tercengang. Baru tadi pagi dia berpisah dengan suaminya, tapi seperti ada yang lain pada Gara. Apa ya?

Mia memperhatikan Gara.

Gara terlihat menoleh pada orang-orang di depannya.

“Rapat sepertinya sudah cukup, kalian boleh pergi.”

“Baik, kalau begitu kami permisi. Terima kasih atas waktunya, Tuan.”

Gara sekarang kembali pada Mia, “Istriku tersayang, ada apa? Apa sudah kangen?” Gara menggoda Mia.

"Gara, memang mereka siapa? Kenapa memanggilmu, Tuan?" Mia langsung bertanya karena sempat mendengar mereka tadi memanggil Gara.

"Eh, itu. Em, mereka tamu perusahaan. Disini memang begitu, memanggil tuan sudah hal biasa.”

"Tamu perusahaan? Kok bisa kamu yang nemuin?" Mia semakin penasaran.

"Karena aku di suruh bos. Jadi aku tidak bisa membantah."

Mia bisa mendengar suara Gara kali ini sedikit gugup.

Dia juga merasa aneh. Gara hanya seorang kuli, mana mungkin sampai disuruh menemui tamu perusahaan? Apalagi melihat pakaian mereka tadi, sepertinya bukan orang sembarangan.

Belum sempat dia bertanya hal itu, dia sudah kembali terkejut saat menyadari baju yang sedang dipakai suaminya sekarang.

Kemeja berwarna putih, yang lengannya digulung sampai ke siku. Terlihat ada dasi yang melilit di lehernya.

“Gara, itu baju kamu?”

"Oh, iya. Ini tadi disuruh bos untuk ganti baju ini.” Gara cepat menjawab.

“Mia, sudah dulu ya? Pekerjaanku belum beres. Aku harus segera menyelesaikan biar tidak perlu menginap. Aku sudah sangat merindukan kamu. Sepertinya tidak kuat kalau sampai menginap.”

"Iya.. tapi,"

"Urusan baju, terserah kamu saja. Kalau sudah pesan ya sudah. Nanti kita tinggal beli perhiasannya saja. I love You, Mia."

"Gara,”

Gara sudah mematikan panggilan sebelum Mia sempat berbicara lagi.

Mia terbengong.

Bukankah seorang bos punya seorang sekretaris? Atau minimal seorang Asisten?

Kenapa harus suaminya yang disuruh?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status