Sambil menunggu balasan dari Gara, Mia turun menemui ibunya. Dia meletakan uang satu juta di atas meja.
“Ini untuk ibu belanja keperluan dapur.” Hanya berkata seperti itu saja lalu dia membalikkan badannya dan melangkah pergi.Kedua mata Rita melebar melihat uang, kemudian dengan cepat mengambilnya. “Coba kamu pengertian seperti ini setiap hari, tidak harus kena marah dulu baru keluar uangnya.”Silvia melihat, dia mendekat dan berkomentar, “Tumben Mia punya uang.”“Mungkin saja suaminya baru dapat gajian. Biarkan saja, yang penting mereka bisa membantu kebutuhan dapur. Bukan hanya makan dan minum gratis, bisanya.”Mia masih mendengar ucapan mereka, dia hanya menggelengkan kepalanya.Sebenarnya beberapa hari yang lalu suaminya juga sudah memberi uang patungan, tapi itu sepertinya tidak dihitung oleh ibunya.Padahal Silvia hanya akan memberi uang patungan belanja satu bulan sekali setelah suaminya gajian, sementara Dinda selama ini malah tidak pernah memberi uang patungan.Tapi menurut ibunya itu hal wajar, Dinda masih single. Tidak ada yang membantunya mencari uang.Jika dipikir-pikir, apa bedanya dengan dirinya dulu sebelum menikah? Mia harus tetap memberi uang patungan, padahal dia hanya bekerja membantu ibu mengantar kue pesanan. Uang bonus dari pelanggan yang ia kumpulkan akan diminta juga oleh ibu dengan alasan untuk uang patungan.Rita tidak pernah memberinya upah, dia tidak bisa membeli baju baru atau sekedar skincare seperti kakak dan adiknya.Hari ini Mia benar-benar tidak ingin bertemu ibu dan kakaknya, dia sangat malas. Hanya berdiam diri dikamar dan tidak ingin keluar meskipun merasa lapar. Untung saja makanan semalam masih ada sisa. Mia memakannya saja.Sambil melirik ponselnya, menunggu balasan dari Gara.“Kemana Gara? Kok lama balas pesan?”Baru saja bergumam, ponselnya bergetar. Balasan dari Gara muncul.“Jadi pilih yang mana?”Mia segera membalas, “Kamu sudah membelinya atau belum?”“Belum. Kamu pilih dulu yang mana, baru nanti aku beli sebelum pulang.”“Kalau begitu tidak perlu. Mereka sudah memesan baju couple untuk keluarga besar. Kita jangan beli sendiri, takutnya tidak sama dengan mereka. Nanti Dinda malah marah.”“Oh, baiklah. Kalau begitu kamu pilih perhiasannya saja.”Mia merasa tidak sabar untuk mengetik pesan, dia ingin menelpon saja. Kemudian menekan tombol panggilan video.Beberapa saat memanggil, Gara tidak mengangkat panggilannya. Malah mengirim pesan lagi."Jangan Vc dulu, aku sedang di kantor Bos."Di kantor bos?Mia membalas, "Sebentar saja."Entah kenapa Mia jadi sangat penasaran dengan kantor Bos yang dikatakan Gara. Gara kan sedang keluar Kota? Kok jadi di kantor Bos? Sejak kapan seorang kuli bisa masuk kantor Bos?Mia semakin penasaran, lalu kembali melakukan panggilan Video meskipun Gara lagi-lagi merijeknya.Mia terus mengulangi, sampai akhirnya Gara mengangkatnya juga.“Sudah dibilang, jangan vc dulu. Masih ada tamu disini, tidak enak.” Suara Gara terdengar, tapi sepertinya Gara mengarahkan kamera ke belakang.Mia dapat melihat dengan jelas, disana ada seorang wanita cantik dan dua pria tampan yang mengenakan setelan jas kantoran.Tapi, Mia lebih tertarik dengan tempat itu. Seperti ruangan yang cukup besar dan rapi.“Kamu tidak percaya kalau masih ada tamu?” Sekarang wajah Gara terlihat karena dia sudah mengembalikan kamera depannya.Mia tercengang. Baru tadi pagi dia berpisah dengan suaminya, tapi seperti ada yang lain pada Gara. Apa ya?Mia memperhatikan Gara.Gara terlihat menoleh pada orang-orang di depannya.“Rapat sepertinya sudah cukup, kalian boleh pergi.”“Baik, kalau begitu kami permisi. Terima kasih atas waktunya, Tuan.”Gara sekarang kembali pada Mia, “Istriku tersayang, ada apa? Apa sudah kangen?” Gara menggoda Mia."Gara, memang mereka siapa? Kenapa memanggilmu, Tuan?" Mia langsung bertanya karena sempat mendengar mereka tadi memanggil Gara."Eh, itu. Em, mereka tamu perusahaan. Disini memang begitu, memanggil tuan sudah hal biasa.”"Tamu perusahaan? Kok bisa kamu yang nemuin?" Mia semakin penasaran."Karena aku di suruh bos. Jadi aku tidak bisa membantah."Mia bisa mendengar suara Gara kali ini sedikit gugup.Dia juga merasa aneh. Gara hanya seorang kuli, mana mungkin sampai disuruh menemui tamu perusahaan? Apalagi melihat pakaian mereka tadi, sepertinya bukan orang sembarangan.Belum sempat dia bertanya hal itu, dia sudah kembali terkejut saat menyadari baju yang sedang dipakai suaminya sekarang.Kemeja berwarna putih, yang lengannya digulung sampai ke siku. Terlihat ada dasi yang melilit di lehernya.“Gara, itu baju kamu?”"Oh, iya. Ini tadi disuruh bos untuk ganti baju ini.” Gara cepat menjawab.“Mia, sudah dulu ya? Pekerjaanku belum beres. Aku harus segera menyelesaikan biar tidak perlu menginap. Aku sudah sangat merindukan kamu. Sepertinya tidak kuat kalau sampai menginap.”"Iya.. tapi,""Urusan baju, terserah kamu saja. Kalau sudah pesan ya sudah. Nanti kita tinggal beli perhiasannya saja. I love You, Mia.""Gara,”Gara sudah mematikan panggilan sebelum Mia sempat berbicara lagi.Mia terbengong.Bukankah seorang bos punya seorang sekretaris? Atau minimal seorang Asisten?Kenapa harus suaminya yang disuruh?Hal itu seperti tidak masuk akal bagi Mia. Dia membolak-balikkan tubuhnya di atas tempat tidur. Banyak sekali pertanyaan dan rasa penasaran yang sekarang muncul dalam pikirannya mengenai siapa sebenarnya suaminya itu. Karena lelah menebak, akhirnya Mia tertidur sampai sore hari.Dia melonjak kaget saat mendengar suara ibunya berteriak memanggil.“Mia, cepat turun dan bantu ibu?” Ibunya mengetuk pintu kamarnya berkali-kali.Saat ini Mia tidak ingin memperdulikan dulu, dia tidak membukakan pintu dan membiarkan ibunya memanggil dan terus mengetuk pintu sampai tidak terdengar lagi suara ibunya. Mia bangun dan pergi ke kamar mandi. Selesai mandi dan membereskan wajah, suara ketukan pintu terdengar lagi.Mia merasa kesal sekarang. Kenapa tidak membiarkan dia tenang dalam sehari saja?"Ada apalagi sih, Bu? Biarkan aku istirahat sehari ini, saja!” Mia berkata demikian sambil membuka pintu.“Gara?” Mia tercengang. Ternyata yang datang adalah suaminya. Pria itu tersenyum dengan hangat padan
"Aku ini anak bungsu. Sudah seharusnya hari pernikahanku diistimewakan! Aku tidak mau seperti kamu, yang menikah secara diam-diam dan tidak ada pesta sedikitpun! Lagian, calon suamiku itu seorang pengusaha. Bagaimana mungkin kalau pestanya hanya apa adanya saja?” Rita juga merasa kesal dengan Mia dan ikut berkata, “Benar apa yang dikatakan Dinda. Kita akan malu jika tidak ada pesta besar ibu pernikahan Dinda dengan seorang pengusaha. Harusnya kamu itu sebagai kakaknya ikut mendukung! Bukan malah bicara seperti itu!"Wibowo merasa pusing mendengar mereka berdebat, lalu segera angkat bicara. "Sebenarnya aku setuju dengan pendapat Mia. Daripada kita memaksakan diri, sampai berhutang kesana-kemari, malah pusing untuk membayar hutang setelah pesta. Lebih baik apa adanya saja. Modal yang ada, bisa untuk modal rumah tangga kalian nanti."Mendengar suaminya mendukung pendapat Mia, Rita tidak terima."Bapak diam saja! Tidak usah ikut campur. Yang memikirkan semua biaya itu kami, bukan bapak
"Tidak! Pokoknya kamu tidak boleh hamil! Hidup masih serba susah, mau punya anak! Kemana kamu akan membawa hidup kamu nanti hah! Suruh suami kamu kerja yang benar dulu, baru punya!" Bentak Rita, dia benar-benar marah dan tidak ingin Mia hamil dulu. Dia khawatir itu akan semakin menyusahkan dan menambah beban keluarga saja."Hamil itu rezeki dari Tuhan, Bu. Tidak mungkin untuk ditolak. Ibu tidak bisa melarangku kalau aku memang hamil!" Bantah Mia.Air matanya sudah mengalir, dia benar-benar tidak tahan dengan sikap ibu padanya."Kamu ini ya, kalau orang tua bicara jangan membantah! Hidup kita ini sudah susah! Jangan ditambah susah dengan adanya anak kalian, nanti!"Mia terkejut melihat tangan ibunya yang sudah terangkat dan melayang ke arahnya."Cukup!" Gara tiba-tiba menangkap tangan Rita dan mendorong tubuhnya dengan kasar sampai Rita mundur beberapa langkah ke belakang.Gara menarik tubuh Mia dan membawanya dalam pelukannya. Mia dapat melihat kalau sorot mata Gara berubah mengerikan
Mia sebenarnya ingin tertawa, bisa-bisanya suaminya ini malah bercanda saat darurat seperti ini. Tapi dia paham jika Gara sedang marah. Mia tidak ingin menambah kekacauan hati Gara, jadi dia mengiyakan saja. Mia hanya meraih Ponsel dan dompetnya karena teringat masih ada sisa uang cukup lumayan dari pemberian Gara tadi pagi.Sebelum melangkah, Mia sempat meraih satu bantal. Dia berpikir jika bantal itu bisa berguna untuk mereka. Tapi Gara merebutnya dan melemparnya sembarangan."Sudah kukatakan, jangan bawa apapun!""Hehe. Kalau begitu Selimut saja ya. Biar nanti kita tidak kedinginan jika ada dibawah kolong jembatan."Gara menggeleng, lalu menarik tangannya. "Ayo!"Mereka melangkah keluar tanpa membawa apapun dari rumah ini. Mia hanya bisa memasrahkan diri saja. Dia mencoba mempercayakan semuanya pada suaminya.Mereka pergi tanpa berpamitan pada siapapun. Tadinya Mia mencari keberadaan ayahnya, tapi karena ayahnya tidak terlihat dia melanjutkan langkahnya menyusul Gara. Tapi
"Oh.." Mia langsung mendengus kasar. Hampir saja dia jantungan.Dia hampir mengira jika dia sedang berada di dunia Novel.Suami Dadakan Ku Ternyata Bos! Novel Romance yang akhir-akhir ini menjadi bacaan favoritnya. Mereka mendadak menikah. Dikira si pria itu orang biasa saja eh ternyata seorang Bos.Mia jadi sering ikut terbuai khayalan. Andai saja yang di dalam novel itu adalah dirinya?Apalagi sifat Gara yang pendiam dan terkesan tertutup dengan latar belakangnya. Mia sampai menaruh kecurigaan.Apa jangan-jangan, suaminya juga orang kaya? Seorang CEO yang sedang menyamar?Mia tertawa sendiri tanpa sadar. Merasa geli dan konyol dengan pikirannya sendiri. Baginya Gara sudah cukup. Melebihi segalanya, melebihi peran pria dalam novel itu. Suaminya ini ada di dunia nyata. Sangat baik, lembut, perhatian dan lebih tampan daripada mereka yang hanya ada di dunia novel.Gara, aku mencintaimu."Kenapa senyum-senyum?" Suara Gara mengejutkannya. Mia tersipu saat menyadari kalau Gara menangkapny
“Gara, sudahlah. Jangan mencari masalah. Tidak apa-apa kita tidur diluar saja. Aku tidak ingin kamu dimarahi bos kamu dan bisa kehilangan pekerjaan karena kita sudah tidak sopan.”Gara tertegun, dia merasa bersalah melihat wajah panik dan cemas istrinya. Dia menghela nafas panjang kemudian bergerak untuk meraih tengkuk Mia. Lalu mendaratkan kecupan hangat di keningnya.“Mia, maafkan aku.”Wajah Gara yang tadi penuh semangat, tiba-tiba berubah muram, kedua mata beningnya terlihat berkaca-kaca. Mia melihat itu segera berkata, “Jangan merasa bersalah. Tidak apa-apa. Ayo kita keluar. Tidur di teras juga lebih baik daripada kita di rumah ibu. Itu sudah menjadi kesepakatan kita, ka Ayo,” Mia kembali menarik tangan Gara, tapi lagi-lagi Gara menahan tangannya."Ini kamar kita. Ayo masuk. Maafkan aku karena sudah membohongimu. Kumohon jangan bingung." Gara kemudian berbalik badan dan membuka pintu. “Mari.” Gara menarik Mia untuk masuk kedalam kamar itu.Mia semakin tidak mengerti, tapi dia m
"Sebenarnya, aku tidak tinggal disini. Aku membeli Apartemen ini sehari setelah menikahimu. Aku sengaja membeli apartemen ini untuk hadiah pernikahan kita. Tapi aku belum memberitahumu karena tadinya aku ingin memberimu kejutan. Tapi karena keadaan terdesak, aku bingung mau mengajakmu kemana. Rumahku sangat jauh dari sini. Jadi aku membawamu kesini saja.”Mia mendongak, sekali lagi menatap Gara untuk memastikan jika pria di depannya ini adalah benar suaminya. Otaknya masih seperti membeku.Pria ini benar Gara, benar suaminya.Tapi apa benar Apartemen ini miliknya? Mana mungkin? Apa dia hanya sedang membual?“Gara, aku ini istrimu. Tolong jujur padaku. Kalau kamu hanya bekerja serabutan, mana mungkin kamu bisa memiliki Apartemen seperti ini?”"Iya kamu benar. Maafkan aku, semua ini salahku yang tidak memberitahu dari awal." Mia masih menunggu kalimat lanjutan dari Gara.“Aku tidak bekerja sebagai serabutan atau seorang kuli, tapi aku berbisnis dalam usaha properti. Masih banyak peke
Sebenarnya bukan seperti itu, dia hanya ingin menjaga perasaan suaminya. Dia takut Gara tersinggung. Mia merasa kasihan melihat Gara, hidup tanpa keluarga dan pekerjaan tetap, lalu dihina oleh keluarga mertua. Pasti hidupmya penuh tekanan.Kalau menantu perempuan mungkin sudah biasa diperlakukan seperti itu. Seperti kebanyakan cerita yang pernah dibacanya. Tapi untuk seorang pria, memiliki kesabaran dan kelembutan seperti Gara, itu sangat luar biasa.Awal menikah dengan pria itu, dia merasa dunianya seperti sudah berakhir. Setiap malam dia menangis, merasa hatinya sakit dan hancur. Tapi ketika dia melihat senyuman yang diberikan Gara padanya, hatinya luluh. Senyum itu sangat tulus, bisa membuatnya tenang dan nyaman. Semakin lama, perasaan sayang muncul. Dia menyukai pria itu dan jatuh cinta.Gara bukan hanya menyayanginya, tapi sangat perhatian dan pengertian. Tidak ada sedikitpun keburukan yang dapat dilihat oleh Mia. Kemarin ada hal yang paling membuatnya terharu, Gara menunjukan