"Aku ini anak bungsu. Sudah seharusnya hari pernikahanku diistimewakan! Aku tidak mau seperti kamu, yang menikah secara diam-diam dan tidak ada pesta sedikitpun! Lagian, calon suamiku itu seorang pengusaha. Bagaimana mungkin kalau pestanya hanya apa adanya saja?” Rita juga merasa kesal dengan Mia dan ikut berkata, “Benar apa yang dikatakan Dinda. Kita akan malu jika tidak ada pesta besar ibu pernikahan Dinda dengan seorang pengusaha. Harusnya kamu itu sebagai kakaknya ikut mendukung! Bukan malah bicara seperti itu!"Wibowo merasa pusing mendengar mereka berdebat, lalu segera angkat bicara. "Sebenarnya aku setuju dengan pendapat Mia. Daripada kita memaksakan diri, sampai berhutang kesana-kemari, malah pusing untuk membayar hutang setelah pesta. Lebih baik apa adanya saja. Modal yang ada, bisa untuk modal rumah tangga kalian nanti."Mendengar suaminya mendukung pendapat Mia, Rita tidak terima."Bapak diam saja! Tidak usah ikut campur. Yang memikirkan semua biaya itu kami, bukan bapak
"Tidak! Pokoknya kamu tidak boleh hamil! Hidup masih serba susah, mau punya anak! Kemana kamu akan membawa hidup kamu nanti hah! Suruh suami kamu kerja yang benar dulu, baru punya!" Bentak Rita, dia benar-benar marah dan tidak ingin Mia hamil dulu. Dia khawatir itu akan semakin menyusahkan dan menambah beban keluarga saja."Hamil itu rezeki dari Tuhan, Bu. Tidak mungkin untuk ditolak. Ibu tidak bisa melarangku kalau aku memang hamil!" Bantah Mia.Air matanya sudah mengalir, dia benar-benar tidak tahan dengan sikap ibu padanya."Kamu ini ya, kalau orang tua bicara jangan membantah! Hidup kita ini sudah susah! Jangan ditambah susah dengan adanya anak kalian, nanti!"Mia terkejut melihat tangan ibunya yang sudah terangkat dan melayang ke arahnya."Cukup!" Gara tiba-tiba menangkap tangan Rita dan mendorong tubuhnya dengan kasar sampai Rita mundur beberapa langkah ke belakang.Gara menarik tubuh Mia dan membawanya dalam pelukannya. Mia dapat melihat kalau sorot mata Gara berubah mengerikan
Mia sebenarnya ingin tertawa, bisa-bisanya suaminya ini malah bercanda saat darurat seperti ini. Tapi dia paham jika Gara sedang marah. Mia tidak ingin menambah kekacauan hati Gara, jadi dia mengiyakan saja. Mia hanya meraih Ponsel dan dompetnya karena teringat masih ada sisa uang cukup lumayan dari pemberian Gara tadi pagi.Sebelum melangkah, Mia sempat meraih satu bantal. Dia berpikir jika bantal itu bisa berguna untuk mereka. Tapi Gara merebutnya dan melemparnya sembarangan."Sudah kukatakan, jangan bawa apapun!""Hehe. Kalau begitu Selimut saja ya. Biar nanti kita tidak kedinginan jika ada dibawah kolong jembatan."Gara menggeleng, lalu menarik tangannya. "Ayo!"Mereka melangkah keluar tanpa membawa apapun dari rumah ini. Mia hanya bisa memasrahkan diri saja. Dia mencoba mempercayakan semuanya pada suaminya.Mereka pergi tanpa berpamitan pada siapapun. Tadinya Mia mencari keberadaan ayahnya, tapi karena ayahnya tidak terlihat dia melanjutkan langkahnya menyusul Gara. Tapi
"Oh.." Mia langsung mendengus kasar. Hampir saja dia jantungan.Dia hampir mengira jika dia sedang berada di dunia Novel.Suami Dadakan Ku Ternyata Bos! Novel Romance yang akhir-akhir ini menjadi bacaan favoritnya. Mereka mendadak menikah. Dikira si pria itu orang biasa saja eh ternyata seorang Bos.Mia jadi sering ikut terbuai khayalan. Andai saja yang di dalam novel itu adalah dirinya?Apalagi sifat Gara yang pendiam dan terkesan tertutup dengan latar belakangnya. Mia sampai menaruh kecurigaan.Apa jangan-jangan, suaminya juga orang kaya? Seorang CEO yang sedang menyamar?Mia tertawa sendiri tanpa sadar. Merasa geli dan konyol dengan pikirannya sendiri. Baginya Gara sudah cukup. Melebihi segalanya, melebihi peran pria dalam novel itu. Suaminya ini ada di dunia nyata. Sangat baik, lembut, perhatian dan lebih tampan daripada mereka yang hanya ada di dunia novel.Gara, aku mencintaimu."Kenapa senyum-senyum?" Suara Gara mengejutkannya. Mia tersipu saat menyadari kalau Gara menangkapny
“Gara, sudahlah. Jangan mencari masalah. Tidak apa-apa kita tidur diluar saja. Aku tidak ingin kamu dimarahi bos kamu dan bisa kehilangan pekerjaan karena kita sudah tidak sopan.”Gara tertegun, dia merasa bersalah melihat wajah panik dan cemas istrinya. Dia menghela nafas panjang kemudian bergerak untuk meraih tengkuk Mia. Lalu mendaratkan kecupan hangat di keningnya.“Mia, maafkan aku.”Wajah Gara yang tadi penuh semangat, tiba-tiba berubah muram, kedua mata beningnya terlihat berkaca-kaca. Mia melihat itu segera berkata, “Jangan merasa bersalah. Tidak apa-apa. Ayo kita keluar. Tidur di teras juga lebih baik daripada kita di rumah ibu. Itu sudah menjadi kesepakatan kita, ka Ayo,” Mia kembali menarik tangan Gara, tapi lagi-lagi Gara menahan tangannya."Ini kamar kita. Ayo masuk. Maafkan aku karena sudah membohongimu. Kumohon jangan bingung." Gara kemudian berbalik badan dan membuka pintu. “Mari.” Gara menarik Mia untuk masuk kedalam kamar itu.Mia semakin tidak mengerti, tapi dia m
"Sebenarnya, aku tidak tinggal disini. Aku membeli Apartemen ini sehari setelah menikahimu. Aku sengaja membeli apartemen ini untuk hadiah pernikahan kita. Tapi aku belum memberitahumu karena tadinya aku ingin memberimu kejutan. Tapi karena keadaan terdesak, aku bingung mau mengajakmu kemana. Rumahku sangat jauh dari sini. Jadi aku membawamu kesini saja.”Mia mendongak, sekali lagi menatap Gara untuk memastikan jika pria di depannya ini adalah benar suaminya. Otaknya masih seperti membeku.Pria ini benar Gara, benar suaminya.Tapi apa benar Apartemen ini miliknya? Mana mungkin? Apa dia hanya sedang membual?“Gara, aku ini istrimu. Tolong jujur padaku. Kalau kamu hanya bekerja serabutan, mana mungkin kamu bisa memiliki Apartemen seperti ini?”"Iya kamu benar. Maafkan aku, semua ini salahku yang tidak memberitahu dari awal." Mia masih menunggu kalimat lanjutan dari Gara.“Aku tidak bekerja sebagai serabutan atau seorang kuli, tapi aku berbisnis dalam usaha properti. Masih banyak peke
Sebenarnya bukan seperti itu, dia hanya ingin menjaga perasaan suaminya. Dia takut Gara tersinggung. Mia merasa kasihan melihat Gara, hidup tanpa keluarga dan pekerjaan tetap, lalu dihina oleh keluarga mertua. Pasti hidupmya penuh tekanan.Kalau menantu perempuan mungkin sudah biasa diperlakukan seperti itu. Seperti kebanyakan cerita yang pernah dibacanya. Tapi untuk seorang pria, memiliki kesabaran dan kelembutan seperti Gara, itu sangat luar biasa.Awal menikah dengan pria itu, dia merasa dunianya seperti sudah berakhir. Setiap malam dia menangis, merasa hatinya sakit dan hancur. Tapi ketika dia melihat senyuman yang diberikan Gara padanya, hatinya luluh. Senyum itu sangat tulus, bisa membuatnya tenang dan nyaman. Semakin lama, perasaan sayang muncul. Dia menyukai pria itu dan jatuh cinta.Gara bukan hanya menyayanginya, tapi sangat perhatian dan pengertian. Tidak ada sedikitpun keburukan yang dapat dilihat oleh Mia. Kemarin ada hal yang paling membuatnya terharu, Gara menunjukan
Di pagi hari, Gara terbangun terlebih dahulu.Sebelum turun dari tempat tidur dia menatap istrinya yang masih terlelap di sampingnya. Semalam saat mereka berangkat tidur, Mia memang langsung lelap begitu saja, sampai Gara terlantar. Mungkin terlalu lelah, atau karena merasa nyaman dengan tempat tidurnya. Gara tidak inginkan mengganggu. Dia memandangi wajah manis Mia. Bibirnya tertarik membentuk senyuman tipis, wajah itu dipenuhi dengan tekanan. Sebenarnya Mia memiliki wajah yang cukup cantik hanya saja mungkin karena hidupnya kurang beruntung itu sebabnya dia kurang merawat diri.Gara sudah berjanji akan membahagiakan istrinya tanpa terkecuali.Selama menikahinya dia bisa menilai ketulusan hati Mia. Mau menerima adanya tanpa tahu dengan harta atau kekayaan yang ia punya.Gara menunduk memberi kecupan kecil pada keningnya kemudian dia meninggalkan tempat tidur.Mia mengerjapkan matanya beberapa kali, barulah setelah itu dia membuka matanya secara sempurna. Dia tiba-tiba terkejut dan