Mia sebenarnya ingin tertawa, bisa-bisanya suaminya ini malah bercanda saat darurat seperti ini. Tapi dia paham jika Gara sedang marah. Mia tidak ingin menambah kekacauan hati Gara, jadi dia mengiyakan saja. Mia hanya meraih Ponsel dan dompetnya karena teringat masih ada sisa uang cukup lumayan dari pemberian Gara tadi pagi.Sebelum melangkah, Mia sempat meraih satu bantal. Dia berpikir jika bantal itu bisa berguna untuk mereka. Tapi Gara merebutnya dan melemparnya sembarangan."Sudah kukatakan, jangan bawa apapun!""Hehe. Kalau begitu Selimut saja ya. Biar nanti kita tidak kedinginan jika ada dibawah kolong jembatan."Gara menggeleng, lalu menarik tangannya. "Ayo!"Mereka melangkah keluar tanpa membawa apapun dari rumah ini. Mia hanya bisa memasrahkan diri saja. Dia mencoba mempercayakan semuanya pada suaminya.Mereka pergi tanpa berpamitan pada siapapun. Tadinya Mia mencari keberadaan ayahnya, tapi karena ayahnya tidak terlihat dia melanjutkan langkahnya menyusul Gara. Tapi
"Oh.." Mia langsung mendengus kasar. Hampir saja dia jantungan.Dia hampir mengira jika dia sedang berada di dunia Novel.Suami Dadakan Ku Ternyata Bos! Novel Romance yang akhir-akhir ini menjadi bacaan favoritnya. Mereka mendadak menikah. Dikira si pria itu orang biasa saja eh ternyata seorang Bos.Mia jadi sering ikut terbuai khayalan. Andai saja yang di dalam novel itu adalah dirinya?Apalagi sifat Gara yang pendiam dan terkesan tertutup dengan latar belakangnya. Mia sampai menaruh kecurigaan.Apa jangan-jangan, suaminya juga orang kaya? Seorang CEO yang sedang menyamar?Mia tertawa sendiri tanpa sadar. Merasa geli dan konyol dengan pikirannya sendiri. Baginya Gara sudah cukup. Melebihi segalanya, melebihi peran pria dalam novel itu. Suaminya ini ada di dunia nyata. Sangat baik, lembut, perhatian dan lebih tampan daripada mereka yang hanya ada di dunia novel.Gara, aku mencintaimu."Kenapa senyum-senyum?" Suara Gara mengejutkannya. Mia tersipu saat menyadari kalau Gara menangkapny
“Gara, sudahlah. Jangan mencari masalah. Tidak apa-apa kita tidur diluar saja. Aku tidak ingin kamu dimarahi bos kamu dan bisa kehilangan pekerjaan karena kita sudah tidak sopan.”Gara tertegun, dia merasa bersalah melihat wajah panik dan cemas istrinya. Dia menghela nafas panjang kemudian bergerak untuk meraih tengkuk Mia. Lalu mendaratkan kecupan hangat di keningnya.“Mia, maafkan aku.”Wajah Gara yang tadi penuh semangat, tiba-tiba berubah muram, kedua mata beningnya terlihat berkaca-kaca. Mia melihat itu segera berkata, “Jangan merasa bersalah. Tidak apa-apa. Ayo kita keluar. Tidur di teras juga lebih baik daripada kita di rumah ibu. Itu sudah menjadi kesepakatan kita, ka Ayo,” Mia kembali menarik tangan Gara, tapi lagi-lagi Gara menahan tangannya."Ini kamar kita. Ayo masuk. Maafkan aku karena sudah membohongimu. Kumohon jangan bingung." Gara kemudian berbalik badan dan membuka pintu. “Mari.” Gara menarik Mia untuk masuk kedalam kamar itu.Mia semakin tidak mengerti, tapi dia m
"Sebenarnya, aku tidak tinggal disini. Aku membeli Apartemen ini sehari setelah menikahimu. Aku sengaja membeli apartemen ini untuk hadiah pernikahan kita. Tapi aku belum memberitahumu karena tadinya aku ingin memberimu kejutan. Tapi karena keadaan terdesak, aku bingung mau mengajakmu kemana. Rumahku sangat jauh dari sini. Jadi aku membawamu kesini saja.”Mia mendongak, sekali lagi menatap Gara untuk memastikan jika pria di depannya ini adalah benar suaminya. Otaknya masih seperti membeku.Pria ini benar Gara, benar suaminya.Tapi apa benar Apartemen ini miliknya? Mana mungkin? Apa dia hanya sedang membual?“Gara, aku ini istrimu. Tolong jujur padaku. Kalau kamu hanya bekerja serabutan, mana mungkin kamu bisa memiliki Apartemen seperti ini?”"Iya kamu benar. Maafkan aku, semua ini salahku yang tidak memberitahu dari awal." Mia masih menunggu kalimat lanjutan dari Gara.“Aku tidak bekerja sebagai serabutan atau seorang kuli, tapi aku berbisnis dalam usaha properti. Masih banyak peke
Sebenarnya bukan seperti itu, dia hanya ingin menjaga perasaan suaminya. Dia takut Gara tersinggung. Mia merasa kasihan melihat Gara, hidup tanpa keluarga dan pekerjaan tetap, lalu dihina oleh keluarga mertua. Pasti hidupmya penuh tekanan.Kalau menantu perempuan mungkin sudah biasa diperlakukan seperti itu. Seperti kebanyakan cerita yang pernah dibacanya. Tapi untuk seorang pria, memiliki kesabaran dan kelembutan seperti Gara, itu sangat luar biasa.Awal menikah dengan pria itu, dia merasa dunianya seperti sudah berakhir. Setiap malam dia menangis, merasa hatinya sakit dan hancur. Tapi ketika dia melihat senyuman yang diberikan Gara padanya, hatinya luluh. Senyum itu sangat tulus, bisa membuatnya tenang dan nyaman. Semakin lama, perasaan sayang muncul. Dia menyukai pria itu dan jatuh cinta.Gara bukan hanya menyayanginya, tapi sangat perhatian dan pengertian. Tidak ada sedikitpun keburukan yang dapat dilihat oleh Mia. Kemarin ada hal yang paling membuatnya terharu, Gara menunjukan
Di pagi hari, Gara terbangun terlebih dahulu.Sebelum turun dari tempat tidur dia menatap istrinya yang masih terlelap di sampingnya. Semalam saat mereka berangkat tidur, Mia memang langsung lelap begitu saja, sampai Gara terlantar. Mungkin terlalu lelah, atau karena merasa nyaman dengan tempat tidurnya. Gara tidak inginkan mengganggu. Dia memandangi wajah manis Mia. Bibirnya tertarik membentuk senyuman tipis, wajah itu dipenuhi dengan tekanan. Sebenarnya Mia memiliki wajah yang cukup cantik hanya saja mungkin karena hidupnya kurang beruntung itu sebabnya dia kurang merawat diri.Gara sudah berjanji akan membahagiakan istrinya tanpa terkecuali.Selama menikahinya dia bisa menilai ketulusan hati Mia. Mau menerima adanya tanpa tahu dengan harta atau kekayaan yang ia punya.Gara menunduk memberi kecupan kecil pada keningnya kemudian dia meninggalkan tempat tidur.Mia mengerjapkan matanya beberapa kali, barulah setelah itu dia membuka matanya secara sempurna. Dia tiba-tiba terkejut dan
Sementara di rumah keluarga Mia, orang-orang sudah terlihat sibuk. Tapi pagi ini mereka bukan sibuk membuat kue pesanan. Melainkan sibuk menyiapkan hari pernikahan Dinda yang akan terjadi beberapa hari lagi.Rita mengoceh sepanjang pagi tadi. “Gara dan Mia itu benar-benar kurang ajar! Mereka sudah tahu, kalau kita akan banyak kesibukan. Malah pergi dari rumah! Dasar pasangan yang sama-sama tidak berguna!""Biarkan saja, Bu. Mereka tidak akan lama bertahan di luaran sana, sebentar lagi pasti akan kembali lagi. Memangnya mereka mau tinggal dimana, hah?" Silvia menyahut."Bisa jadi mereka menyewa rumah.” Dinda juga ikut berbicara.Ibu melirik sinis, " Gara itu sangat miskin hidupnya. Apa kamu tidak bisa melihat, baju saja dia tidak terbeli. Motornya butut, bagaimana cara mereka membayar sewa rumah?”Wibowo menggelengkan kepalanya mendengar mereka bicara merendahkan suami Mia."Sebaiknya mulai saat ini, kalian jangan sembarangan bicara. Agar kita tidak malu di kemudian hari."Rita menoleh
Silvia terbengong. "Masa tidak bisa sih?""Tidak bisa! Tidak ada yang mau menggadai atau menyewa barang kreditan!""Astaga! Terus bagaimana?"Saat ini, kebetulan Rita datang, dia sudah berdiri di pintu kamar mereka. Dia terkejut mendengar ucapan mereka."Ya Ampun, Farhan! Jadi mobil kamu itu kreditan?" Dia terlihat Syok mendengarnya.Silvia dan Farhan terkejut melihat ibu sudah berdiri disana."Iya Bu. Mobil mas Farhan memang kreditan." Jelas Silvia."Kok bisa kreditan sih? Ya Ampun, Silvia!""Nggak usah keras-keras, Bu. Kalau tetangga dengar, malu kan!" Silvia menarik lengan ibu agar masuk ke dalam kamarnya.Ibu langsung menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Sambil berdoa, semoga tidak ada yang mendengar teriakannya tadi."Tapi kenapa bisa kreditan? Bukannya waktu itu kalian bilang mau membeli mobil baru? Sampai uang arisan ibu kalian pakai juga?" Protes Rita."Iya Bu, tapi uang itu tidak cukup. Makanya Silvia yang memberi usul pada mas Farhan untuk kredit saja. Jadi uang dari Ib