Mia sudah kembali lagi ke kamar tanpa membawa makanan apapun. Dia melihat suaminya telah selesai mandi dan sedang memilih ganti.Dada pria itu terlihat bidang dengan kulit yang mulus dan bahu yang kekar. Otot dan perutnya juga terbentuk seperti sengaja dirawat dengan olahraga gym yang teratur.Mia sering merasa aneh, kenapa suaminya yang katanya hanya seorang kuli serabutan bisa memiliki tubuh yang indah dan kulit semulus itu?Dia menatap kulitnya dan membandingkan. Benar-benar kalah.Gara menyadari jika Mia sedang memperhatikannya. Dia tersenyum kecil dan mendekati, “Belum puas? Kenapa tidak memegangnya saja? Ini milikmu.” Gara mengambil tangan Mia dan menaruh di perutnya."Eh!” Mia tersipu malu, segera menarik tangannya.Gara tertawa kecil melihat wajah memerah istrinya lalu kembali pada pakaian yang sudah ditemukan. Kaos putih yang telah pudar warnanya, dengan celana pendek hitam yang juga telah pudar. Cuci kering pakai, mungkin itu yang membuat pakaian Gara tampak pudar.Mia juga
“Kamu kerja apa sih sebenarnya?” tanya Mia.Gara tersenyum mendengar pertanyaan istrinya, lalu dia menjawab dengan tenang. “Kalau aku tidak punya pekerjaan tetap, apa kamu khawatir akan hidup menderita denganku?” “Eh, bukan. Aku cuma penasaran. Tapi tidak masalah. Semua orang punya rezeki masing-masing. Kenapa harus khawatir?”Gara melihat Mia lebih dekat, dia membelai wajah Mia polos itu dengan begitu lembut.“Itu benar. Tapi kamu jangan khawatir, aku tidak akan membiarkanmu menderita lagi. Aku janji padamu.”Mia tersenyum, dia semakin merasa bahagia mendengarnya. Lalu mereka berangkat tidur.Pagi ini, Mia bangun lebih terlambat dari biasanya. Tadi dia merasa sakit kepala dan Gara menyuruhnya untuk tidak bangun. Gara menggantikan pekerjaannya untuk membereskan rumah.Saat Mia turun, dia melihat Gara sedang bersama ayahnya. Ada sebuah amplop di tangan ayahnya. Entah amplop apa itu, tapi sepertinya mereka baru saja berbicara serius.Mendengar suara langkah kakinya mendekat, Gara menole
Sambil menunggu balasan dari Gara, Mia turun menemui ibunya. Dia meletakan uang satu juta di atas meja. “Ini untuk ibu belanja keperluan dapur.” Hanya berkata seperti itu saja lalu dia membalikkan badannya dan melangkah pergi.Kedua mata Rita melebar melihat uang, kemudian dengan cepat mengambilnya. “Coba kamu pengertian seperti ini setiap hari, tidak harus kena marah dulu baru keluar uangnya.” Silvia melihat, dia mendekat dan berkomentar, “Tumben Mia punya uang.”“Mungkin saja suaminya baru dapat gajian. Biarkan saja, yang penting mereka bisa membantu kebutuhan dapur. Bukan hanya makan dan minum gratis, bisanya.”Mia masih mendengar ucapan mereka, dia hanya menggelengkan kepalanya.Sebenarnya beberapa hari yang lalu suaminya juga sudah memberi uang patungan, tapi itu sepertinya tidak dihitung oleh ibunya.Padahal Silvia hanya akan memberi uang patungan belanja satu bulan sekali setelah suaminya gajian, sementara Dinda selama ini malah tidak pernah memberi uang patungan.Tapi menur
Hal itu seperti tidak masuk akal bagi Mia. Dia membolak-balikkan tubuhnya di atas tempat tidur. Banyak sekali pertanyaan dan rasa penasaran yang sekarang muncul dalam pikirannya mengenai siapa sebenarnya suaminya itu. Karena lelah menebak, akhirnya Mia tertidur sampai sore hari.Dia melonjak kaget saat mendengar suara ibunya berteriak memanggil.“Mia, cepat turun dan bantu ibu?” Ibunya mengetuk pintu kamarnya berkali-kali.Saat ini Mia tidak ingin memperdulikan dulu, dia tidak membukakan pintu dan membiarkan ibunya memanggil dan terus mengetuk pintu sampai tidak terdengar lagi suara ibunya. Mia bangun dan pergi ke kamar mandi. Selesai mandi dan membereskan wajah, suara ketukan pintu terdengar lagi.Mia merasa kesal sekarang. Kenapa tidak membiarkan dia tenang dalam sehari saja?"Ada apalagi sih, Bu? Biarkan aku istirahat sehari ini, saja!” Mia berkata demikian sambil membuka pintu.“Gara?” Mia tercengang. Ternyata yang datang adalah suaminya. Pria itu tersenyum dengan hangat padan
"Aku ini anak bungsu. Sudah seharusnya hari pernikahanku diistimewakan! Aku tidak mau seperti kamu, yang menikah secara diam-diam dan tidak ada pesta sedikitpun! Lagian, calon suamiku itu seorang pengusaha. Bagaimana mungkin kalau pestanya hanya apa adanya saja?” Rita juga merasa kesal dengan Mia dan ikut berkata, “Benar apa yang dikatakan Dinda. Kita akan malu jika tidak ada pesta besar ibu pernikahan Dinda dengan seorang pengusaha. Harusnya kamu itu sebagai kakaknya ikut mendukung! Bukan malah bicara seperti itu!"Wibowo merasa pusing mendengar mereka berdebat, lalu segera angkat bicara. "Sebenarnya aku setuju dengan pendapat Mia. Daripada kita memaksakan diri, sampai berhutang kesana-kemari, malah pusing untuk membayar hutang setelah pesta. Lebih baik apa adanya saja. Modal yang ada, bisa untuk modal rumah tangga kalian nanti."Mendengar suaminya mendukung pendapat Mia, Rita tidak terima."Bapak diam saja! Tidak usah ikut campur. Yang memikirkan semua biaya itu kami, bukan bapak
"Tidak! Pokoknya kamu tidak boleh hamil! Hidup masih serba susah, mau punya anak! Kemana kamu akan membawa hidup kamu nanti hah! Suruh suami kamu kerja yang benar dulu, baru punya!" Bentak Rita, dia benar-benar marah dan tidak ingin Mia hamil dulu. Dia khawatir itu akan semakin menyusahkan dan menambah beban keluarga saja."Hamil itu rezeki dari Tuhan, Bu. Tidak mungkin untuk ditolak. Ibu tidak bisa melarangku kalau aku memang hamil!" Bantah Mia.Air matanya sudah mengalir, dia benar-benar tidak tahan dengan sikap ibu padanya."Kamu ini ya, kalau orang tua bicara jangan membantah! Hidup kita ini sudah susah! Jangan ditambah susah dengan adanya anak kalian, nanti!"Mia terkejut melihat tangan ibunya yang sudah terangkat dan melayang ke arahnya."Cukup!" Gara tiba-tiba menangkap tangan Rita dan mendorong tubuhnya dengan kasar sampai Rita mundur beberapa langkah ke belakang.Gara menarik tubuh Mia dan membawanya dalam pelukannya. Mia dapat melihat kalau sorot mata Gara berubah mengerikan
Mia sebenarnya ingin tertawa, bisa-bisanya suaminya ini malah bercanda saat darurat seperti ini. Tapi dia paham jika Gara sedang marah. Mia tidak ingin menambah kekacauan hati Gara, jadi dia mengiyakan saja. Mia hanya meraih Ponsel dan dompetnya karena teringat masih ada sisa uang cukup lumayan dari pemberian Gara tadi pagi.Sebelum melangkah, Mia sempat meraih satu bantal. Dia berpikir jika bantal itu bisa berguna untuk mereka. Tapi Gara merebutnya dan melemparnya sembarangan."Sudah kukatakan, jangan bawa apapun!""Hehe. Kalau begitu Selimut saja ya. Biar nanti kita tidak kedinginan jika ada dibawah kolong jembatan."Gara menggeleng, lalu menarik tangannya. "Ayo!"Mereka melangkah keluar tanpa membawa apapun dari rumah ini. Mia hanya bisa memasrahkan diri saja. Dia mencoba mempercayakan semuanya pada suaminya.Mereka pergi tanpa berpamitan pada siapapun. Tadinya Mia mencari keberadaan ayahnya, tapi karena ayahnya tidak terlihat dia melanjutkan langkahnya menyusul Gara. Tapi
"Oh.." Mia langsung mendengus kasar. Hampir saja dia jantungan.Dia hampir mengira jika dia sedang berada di dunia Novel.Suami Dadakan Ku Ternyata Bos! Novel Romance yang akhir-akhir ini menjadi bacaan favoritnya. Mereka mendadak menikah. Dikira si pria itu orang biasa saja eh ternyata seorang Bos.Mia jadi sering ikut terbuai khayalan. Andai saja yang di dalam novel itu adalah dirinya?Apalagi sifat Gara yang pendiam dan terkesan tertutup dengan latar belakangnya. Mia sampai menaruh kecurigaan.Apa jangan-jangan, suaminya juga orang kaya? Seorang CEO yang sedang menyamar?Mia tertawa sendiri tanpa sadar. Merasa geli dan konyol dengan pikirannya sendiri. Baginya Gara sudah cukup. Melebihi segalanya, melebihi peran pria dalam novel itu. Suaminya ini ada di dunia nyata. Sangat baik, lembut, perhatian dan lebih tampan daripada mereka yang hanya ada di dunia novel.Gara, aku mencintaimu."Kenapa senyum-senyum?" Suara Gara mengejutkannya. Mia tersipu saat menyadari kalau Gara menangkapny