Share

Memilih Bercerai Daripada Dimadu
Memilih Bercerai Daripada Dimadu
Penulis: Bintang Asiah

Petaka bermula

"Aku akan menikahinya, Rin," kata Bayu dengan suara berat.

"Memang seperti itu kan yang kalian rencanakan?" Bukannya menanggapi, Airin malah memberinya pertanyaan.

"Aku mohon, Rin, mengertilah. Dewi sedang mengandung anakku, darah dagingku, Rin," balas Bayu dengan suara memelas.

"Dengan menanam benihmu di rahimnya, tidak serta merta menjadikanmu seorang ayah, Mas! Anak yang lahir di luar pernikahan maka dia tidak bernasabkan ayahnya. Mas Bayu pasti tahu itu 'kan."

Tajamnya ucapan Airin begitu menohok di telinga Bayu. Ya, tentu Bayu sangat tahu dan mengerti perkataan istrinya barusan. Namun, semua kajian yang pernah diikutinya dulu, terasa sangat berat untuk dijalankannya sekarang.

"Tidakkah kau berbelas kasihan kepadanya, Rin? Kepada bayi yang dikandungnya? Apa kau 'tak kasihan jika bayi itu lahir tanpa ayah?"

"Harusnya kalian pikirkan itu sebelum berbuat, Mas!"

Airin mengusap air mata di wajahnya. Berat sekali kenyataan yang harus Airin hadapi. Sudah lima tahun lebih pernikahan, tetapi belum juga diberi momongan, dan sekarang harus dihadapkan dengan kenyataan bahwa ada wanita lain yang sedang mengandung anak suaminya.

"Ceraikan aku, Mas! Dan kamu bisa berbuat sesukamu," ucap Airin dengan nada bergetar.

"Airin, please... Aku masih sangat mencintaimu. Aku tidak ingin kita berpisah. Aku menikahi Dewi hanya untuk mendapatkan anakku. Setelah anak itu lahir dan... aku berjanji akan menceraikannya saat itu juga. Setelah itu kita bisa merawat anak itu bersama-sama, dan keluarga kita akan menjadi keluarga yang sempurna seperti yang lainnya."

"Kau sungguh naif, Mas. Apa kamu pikir aku masih sudi menjadi istrimu setelah apa yang kamu lakukan di belakangku?"

"Ceraikan aku sekarang juga!" kata Airin lantang. Kali ini tidak ada keraguan dalam ucapannya.

"Tidak, Rin! Aku 'gak akan ceraikan kamu. Kamu istriku, dan selamanya kamu akan tetap menjadi istriku. Karena aku sangat mencintaimu, Rin. Mengertilah, semua yang aku lakukan ini demi keluarga kita juga. Demi kebahagiaan kita, Rin." Bayu meraih bahu Airin dan mendekapnya.

"Bersabarlah, aku janji keluarga kita akan menjadi keluarga yang lengkap dan bahagia setelah anak itu lahir. Aku akan menjadi ayah dan kamu ibunya, Rin." Bayu memeluk erat istrinya, mendekapnya lebih dalam ke dadanya yang bidang.

"Lepaskan aku, Mas. Lapaskan. Tinggalkan aku sendiri, please. Aku ingin sendiri." 

Airin mendorong kuat tubuh Bayu agar menjauh, kemudian berjalan menjauh membelakangi suaminya. Bayu menjadi frustasi setelah segala bujuk rayunya tidak mampu meluluhkan hati istrinya. Istri yang selalu lemah lembut kepada-nya kini sudah tidak sama lagi setelah luka dalam yang dia torehkan di hatinya.

Bayu mengacak kasar rambutnya. 

"Ah si_l, seharusnya Dewi merahasiakan kehamilannya, maka keadaan tidak akan menjadi kacau seperti ini", umpat Bayu dalam hati.

***

Dua hari sebelumnya

Bu Fatma memandangi tamu yang duduk di depannya dengan pandangan menyelidik. Dia seorang perempuan yang cantik. Rambutnya panjang tergerai, dan wajahnya mulus terawat. Meski tidak berhijab seperti Airin menantunya, pakainya terbilang sopan.

"Maaf, tadi siapa namanya yah, Mba?" tanya Bu Fatma kepada tamunya.

"Dewi, Tante. Nama saya Dewi," jawab Dewi sedikit gugup.

"Jadi, Mba Dewi ada perlu apa yah datang kemari?"

"Em... Saya temannya Mas Bayu, Tante." 

"Temannya Mas... Bayu? Maksudnya teman... ?" Bu Fatma menggantungkan pertanyaannya di udara, ketika dari belakang menantunya, Airin, membawakan tamunya minuman.

"Silahkan diminum, Mba," ucap Airin sopan setelah meletakkan secangkir teh di atas meja.

"Iya , Mba, terimakasih," jawab Dewi malu-malu, lalu mengambil cangkir teh tersebut dan menyesapnya. Matanya tak berkedip memandangi perempuan berhijab sekarang dia duduk persis di hadapannya. 

'Ini pasti istrinya Mas Bayu, cantik!' gumam Dewi dalam hati.

"Airin, Mba Dewi ini katanya temannya Bayu. Kamu kenal?" tanya Bu Fatma kepada menantunya.

"Dewi?" tanya Airin. Dahinya berkernyit mencoba untuk mengingat-ingat. Akan tetapi seingatnya tidak ada teman suaminya yang bernama Dewi.

"Em...Maaf. Sepertinya kita belum pernah bertemu sebelumnya. Saya gak tau kalau anda temannya Mas Bayu. Atau sayanya yang lupa yah," ucap Airin sedikit bingung.

"Saya teman kerjanya, i-iya saya teman kerja Mas Bayu," ucap Dewi bergetar. Kali ini Dewi benar-benar bingung bagaimana harus mengutarakan maksud dan tujuannya datang ke rumah ini.

"Oh teman kerja. Tapi maaf, Mba, kalau Mba ada urusan kerjaan dengan Mas Bayu, lebih baik, Mba Dewi ke kantornya saja. Kalau jam segini Mas Bayu pasti masih di kantornya."

"Oh bukan-bukan. Saya sebenarnya kesini bukan untuk menemui Mas Bayu. Tapi saya kesini untuk menemui Mba Airin."

"Bertemu dengan saya?" tanya Airin yang masih bingung.

"Mba... Mba Airin 'kan, istrinya Mas Bayu?" tanya Dewi mencari kepastian.

"Iya, Mba saya Airin istrinya Mas Bayu. Ada perlu apa yah dengan saya? Kalau Mba ada keperluan yang berhubungan dengan kerjaan Mas Bayu, terus terang saya kurang paham." 

"Tidak, Mba, tidak ada hubungannya dengan pekerjaan Mas Bayu. Tapi ini berhubungan dengan hubungan saya dengan Mas Bayu."

"Hubungan yang bagaimana maksudnya, Mba Dewi?" ucap Bu Fatma penasaran. Sebenarnya apa yang ingin diungkapkan perempuan ini?

"Ya hubungan antara laki-laki dan perempuan," ucap Dewi tegas. Kali ini dia berusaha mengumpulkan keberaniannya untuk mengungkapkan tujuannya datang kesini.

"Maksudnya?" tanya Airin penasaran.

"Saya hamil, Mba. Saya hamil anaknya Mas Bayu" ucap Dewi tanpa ragu-ragu.

"Apa?" ucap Airin dan Bu Fatma hampir bersamaan.

"Kamu jangan bicara sembarangan yah tentang anak saya. Mana mungkin anak saya menghamili perempuan yang bukan istrinya," ucap Bu Fatma lantang.

"Benar tante, saya tidak bohong. Saya sedang mengandung anaknya Mas Bayu," ucap Dewi bersungguh-sungguh.

"Kalau Tante tidak percaya dengan ucapan saya, tante bisa menanyakannya sendiri kepada Mas Bayu, anak Tante. Dia pasti tidak akan mengelak nya."

"Hem. Percaya diri sekali kamu ini. Tidak mungkin anak saya yang Sholeh itu mau menghamili kamu. Jangan mengada-ada. Kamu bisa saya tuntut atas tuduhan pencemaran nama baik anakku."

"Silahkan, Tante, saya tidak takut. Karena apa yang saya ungkapkan adalah kebenaran dan fakta."

"Apa Mas Bayu tau kalau Mba Dewi sedang hamil?" tanya Airin tiba-tiba. Entah bagaimana, dia merasa kalau perempuan didepannya kini tidak sedang berbohong.

"Airin! Kamu jangan percaya begitu saja dong dengan ucapan perempuan gak jelas ini!" ucap Bu Fatma jengkel.

"Iya, Mba. Mas Bayu tau. Dia bahkan berjanji akan menikahi saya. Hanya saja dia belum berani untuk berbicara dengan keluarganya. Makanya saya nekat datang kesini, Mba." 

Seketika suasana menjadi hening. Bu Fatma memijat kepalanya yang sedikit pusing.  Sedang Airin duduk termangu, larut dengan pikirannya sendiri.

Saat ini yang paling terguncang adalah Airin. Meski dia harus menanyakan dulu kebenaran cerita perempuan ini kepada Bayu suaminya. Namun sebagai perempuan dia merasa jika perempuan ini tidak sedang main-main dengan ucapannya.

"Apa yang saya ingin sampaikan, sudah saya sampaikan. Maaf saya pamit." Merasa sudah melakukan apa yang menjadi tujuannya, Dewi segera beranjak keluar dari rumah besar itu.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status