Share

Dan Akhirnya

Pukul tiga kosong-kosong, Airin masih terjaga dalam sujud nya. Menghabiskan sepertiga malam terakhir dengan bermunajat kepada Sang Pencipta, mengadukan segala masalah yang dihadapinya kepada Sang Penguasa kehidupan. Apa pun yang terjadi, tentu semua atas kehendak Ilahi.

Enam tahun pernikahan bukanlah waktu yang sebentar, ujian datang silih berganti. Menjadi menantu di keluarga kaya raya tidaklah semudah yang orang lain bayangkan. Latar belakang keluarga yang berbeda membuat keluarga Bayu tidak menerima nya diawal-awal pernikahan, namun  semua itu Airin hadapi dengan kesabaran. Dia selalu berusaha untuk menjadi istri dan menantu yang berbakti kepada suami dan juga keluarganya.

Berkat kesungguhan dan kesabaran Airin untuk membaktikan diri di keluarga suaminya, seiring berjalannya waktu keluarga ini pun lambat laun menerimanya menjadi bagian dari keluarga. Terlebih-lebih nenek dan ayah mertuanya sangat menyayangi nya. Bahkan mereka sudah menganggap nya seperti putri mereka sendiri. Hanya ibu mertua nya saja yang masih belum berubah sikapnya.

Lamat-lamat terdengar suara azan subuh berkumandang, membangun kan manusia-manusia yang sedang lena dalam mimpinya untuk bersegera memenuhi panggilan kemenangan.

Airin bangkit melanjutkan shalat  subuh yang sebelumnya didahului dengan dua rakaat sebelum subuh. Dua rakaat yang bahkan nilainya lebih berharga dari dunia dan seisinya.

Usai shalat, Airin duduk dengan merendahkan segenap hati dan berdoa. Perlahan keluh-kesah dia panjatkan kepada Robbnya. Tentang dirinya, hidupnya, keluarga nya, dan segala masalah yang dihadapinya. Lama dia menyerahkan diri dengan kepasrahan yang dalam kepada Ilahi.

Tak kuasa sesak di dada kian menghimpit. Dalam haru yang panjang dia tetap memanjatkan doa. Dan tanpa bisa ditahan, kristal-kristal bening mengalir di kedua pipinya. Semakin ditahannya semakin deras pula mengalir.

"Ya Allah, hanya kepada Mu aku berserah diri dan hanya kepada Mu aku serahkan segala urusanku." Isak Airin dalam hati.

***

Tok tok tok.

"Papa panggil Bayu?" tanya Bayu ragu-ragu.

"Duduklah. Ada yang ingin Papa bicarakan,"

Bayu duduk di depan meja kerja ayahnya. Dalam hatinya bertanya-tanya. Apa kiranya yang akan dibicarakan Papanya? Kerena terus terang mereka jarang sekali terlibat pembicaraan serius meski mereka berada dalam kantor yang sama.

"Bagaimana rencana pernikahan mu dengan perempuan itu?"

"Namanya Dewi, Pa,"

"Yah itu. Jadi kapan kalian akan menikah?"

"Bayu belum menentukan kan tanggal nya, Pa."

"Bukankah Mama menyuruh mu untuk segera menikahinya!"

 

Bayu hanya terdiam, tidak tau harus berbicara apa.

"Lalu Airin?"

Bayu masih terdiam, ditundukkan kepalanya dalam-dalam.

"Segera ceraikan dia jika kamu ingin menikahi Dewi."

"Pa, Bayu tidak ingin bercerai dengan Airin," ucap Bayu tegas.

"Kalau kamu tidak menceraikan nya, lalu bagaimana kamu akan menikahi Dewi. Apa kamu hanya akan menikahi nya dibawah tangan?"

"Biar Bayu yang akan memikirkan sendiri masalah rumah tangga Bayu, Pa,"

"Kamu hanya menunda-nunda masalahmu, Bay. Kamu bahkan tidak berpikir untuk segera mencari jalan keluarnya."

Pak Guntur berdiri mengambil sebuah berkas dan meletakkan nya di depan Bayu. 

"Tandatanganni ini," ucap Pak Guntur.

"Apa ini, Pa?" tanya Bayu, dilihatnya berkas tersebut. Matanya terbelalak. Berkas tersebut adalah berkas gugatan perceraiannya kepada Airin.

"Ingat Bayu, yang menjadi tanggungjawab mu bukan hanya istrimu, tapi juga masa depan perusahaan ini. Ceraikan Airin dan segera menikah dengan Dewi agar kamu bisa konsentrasi kembali dengan pekerjaan mu."

"Tapi, Pa," ucap Bayu memprotes.

"Cukup Bayu. Kamu tau gara-gara masalahmu proyek besar kita jadi tertunda. Papa gak mau kita kehilangan klien besar kita. Perusahaan lain bisa dengan sangat mudah menyingkirkan kita kalau kita tidak profesional. Segera selesaikan urusan pribadimu dan segeralah konsentrasi kembali dengan pekerjaan mu. Papa beri kamu waktu sebulan untuk menyelesaikan, atau terpaksa Papa mengeluarkan kamu dari proyek ini," ucap Pak Guntur sedikit mengancam dan berlalu meninggalkan Bayu sendirian di ruangannya.

Bayu terlihat sangat kesal dikepalkan kedua tangannya diatas meja. Gigi-giginya bergemerutuk menahan marah. Dia tidak menyangka jika Airin sudah mempengaruhi Papanya. Dilihatnya sekali lagi berkas tadi dan diletakkan nya kembali dengan kasar.

***

Bayu tergesa-gesa memasuki kamarnya. Dari air mukanya terlihat menahan amarahnya. Dilihatnya Airin yang sedang merapikan kamarnya. Kamar yang sudah berhari-hari tidak ditiduri nya. Sejak Airin memutuskan untuk tidur di kamar Nenek, sejak itu pula dia tidak pernah bermalam di kamar ini.

"Aku gak nyangka, bahkan kamu menggunakan kekuasaan Papa untuk dapat bercerai dengan ku. Sebegitu besarkah keinginan mu untuk menjadi janda?" ucap Bayu mengejek. Senyum sinis terulas di bibirnya. 

"Dengar yah Airin, aku sudah berbesar hati untuk tetap menjadikanmu istri pertamaku. Bahkan Bayu Suseno ini sudah bersimpuh merendahkan diri agar kamu bisa melupakan ke khilafanku sekali ini saja. Tapi itu semua nyatanya tidak menggugah hatimu untuk menyadari betapa aku masih sangat mencintai mu, Rin."

"Airin, selama kita menikah apa pernah aku menyakiti mu sebelum ini? Apa pernah aku tidak menghargai mu sebagai istri? Apa pernah aku melalaikan kewajiban ku sebagai suami?"

"Sekali ini saja Airin, maafkan kekhilafan ku. Aku masih sangat mencintai mu?" Dirangkulnya tubuh Airin.

"Cukup, Mas, cukup. Semua sudah berakhir. Aku benar-benar sudah tidak ingin menjadi istrimu lagi, Mas. Jadi aku mohon ceraikan aku, biarkan aku pergi dari kehidupan mu. Kita sudah tidak bisa sama-sama lagi seperti dulu Mas. Rasa cinta ini sudah hilang untukmu," ucap Airin tegas. Ditolaknya tubuh Bayu kuat-kuat.

Sebagai seorang laki-laki, egonya tersakiti. Bagaimana bisa seorang Bayu Suseno ditolak berkali-kali meski dia sudah memohon-mohon dihadapan seorang wanita. Dikepalkannya kedua tangannya kuat-kuat.

"Baiklah Airin. Kamu ternyata sangat keras kepala. Karena kamu sangat menginginkan nya, akan aku kabulkan keinginan mu itu. Detik ini juga, aku Bayu Suseno menceraikan mu Airin Rachmi," ucap Bayu sedikit berteriak.

"Hari ini juga kamu boleh pergi meninggalkan rumah ini. Tapi ingat satu hal, kamu tidak akan mendapatkan sepeserpun dari hartaku. Dan akan aku pastikan kamu akan menyesali perceraian ini."

"Insyaallah aku tidak membutuhkan apa-apa lagi darimu, Mas. Dan insyaallah aku tidak akan menyesali nya," ucap Airin tegas penuh keyakinan.

 

Sejenak netra mereka saling menatap  dengan tatapan tajam seolah mencari kelemahan satu sama lain. Mencoba meyakinkan diri masing-masing agar terlihat tegar.

Bayu keluar dari kamarnya setelah dia membanting daun pintu keras-keras sehingga terdengar suara yang mengagetkan Airin. Di depan pintu kamar Bayu terdiam sejenak berpikir kenapa semua tidak bisa berjalan sesuai keinginannya. Sekarang dia harus merelakan satu wanitanya pergi demi wanita yang lain.

"Arggghhh," teriaknya kesal, dan berlalu pergi.

***

"Detik ini juga, aku Bayu Suseno menceraikan mu Airin Rachmi."

Airin duduk terdiam ditepi ranjangnya. Masih terngiang-ngiang perkataan Bayu barusan. Bukankah seharusnya dia senang dengan apa yang barusan dia dengar? Bukankah ini yang dia inginkan? Akan tetapi, kenapa sekarang dia bersedih? Kenapa dia tidak bergembira? 

Tanpa terasa netranya berkaca-kaca. Bulir-bulir bening mulai berjatuhan dari kedua netranya. Bagaimana pun dia seorang perempuan biasa yang mencita-citakan sebuah pernikahan yang langgeng sampai maut memisahkan. Baginya perceraian adalah bukti bahwa pernikahan nya sudah gagal. Akan tetapi apalah dayanya jika memang seperti ini takdir yang harus dijalani.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status