Arga segera memasuki toko. Dilihatnya toko tersebut lengang."Permisi, Assalamualaikum." ucap Arga, namun tidak ada jawaban."Permisi, Assalamualaikum." ucap Arga sekali lagi. "Waalaikumsalam," jawab seorang perempuan dari dalam ruangan."Mana orangnya?" gumam Arga. Matanya sibuk mencari sumber suara yang menjawab salamnya, tapi tidak juga menampakkan wajahnya."Maaf tadi saya tinggal ke dalam sebentar. Ada yang bisa saya bantu?" ucap Airin yang baru keluar dari ruangannya.Arga menoleh ke arah sumber suara. Dilihatnya perempuan yang baru keluar dari ruangan di ujung toko dengan sedikit terkejut."Dia 'kan... yang waktu itu nabrak aku di mall," gumam Arga.Diperhatikan seperti itu oleh seorang laki-laki, Airin merasa tidak nyaman, apalagi di toko hanya tinggal mereka berdua. Ratna dan Sisca sedang makan siang di ruangan belakang. Akan tetapi Airin harus tetap bersikap ram
Menjelang Maghrib, Airin baru bisa keluar dari toko. Hari ini adalah hari pertama dia masuk kerja, sehingga banyak yang harus dia pelajari. Toko ini sudah lebih maju tentunya, dari lima tahun sebelumnya. Pegawai yang lain sudah pulang semua karena toko sudah tutup jam lima sore. Airin hendak menarik rolling door toko, tiba-tiba dari belakang seseorang mengagetkannya."Biar aku aja, Rin," ucap Bima yang tiba-tiba muncul tanpa Airin sadari.Airinpun menepi, membiarkan Bima menarik pintu tersebut dan menguncinya."Makasih, Mas," ucap Airin."Bukan apa-apa kok.""Kok, Mas Bima ada di sini?""Oh, kebetulan tadi lewat. Terus liat kamu di depan toko," jawab Bima sembari memberikan kunci toko ke Airin, "Kok, kamu baru keluar. Mas Rahman mana?" lanjutnya."Mas Rahman tadi siang keluar, ada urusan katanya.""Terus kamu pulang sama siapa?" "Aku naik ojol, Mas.""Udah mau Magrib, aku anterin aja, yah!""Gak usah, Mas. Biar aku naik ojol aja.""Udah, Ayok. Udah mau azan ini," ajak Bima sedikit me
Setelah kejadian di Bandara, Arga dan Ibunya terlihat perdebatan hebat. Arga kesal, karena tanpa menanyakan pendapat nya, Ibu dan kakaknya mengatur pertemuan dengan seorang perempuan untuk dijodohkan dengan dirinya.Ibunya bersikukuh bahwa apa yang dilakukannya adalah demi kebaikan. Andai saja Arga bersedia untuk menikah lagi dengan sukarela, tentu dia tidak akan mengatur pertemuan diam-diam tanpa sepengetahuannya. Ibunya bahkan mengancam, jika Arga tidak segera menikah lagi, maka Ibunya akan segera mencarikan pengasuh untuk mengurus cucu-cucunya. Ibunya beralasan, bahwa di usia nya yang sudah lanjut seharusnya dia menikmatinya, bukannya malah direpotkan dengan mengurus anak-anak. Tentu ancaman itu tidak sungguh-sungguh diucapkannya, Bu Lastri hanya menggertak saja, karena dia sangat tahu bahwa Arga tidak akan rela jika anak-anaknya diasuh oleh seorang pengasuh. Dia bahkan rela meninggalkan perusahaan demi menjaga sendiri anak-anaknya, dengan bantuan Ibu dan Kakaknya t
Netra Arga tidak berkedip memperhatikan Airin yang mengandeng tangan anaknya memasuki ruangan di ujung toko. Tanpa dia sadari, ada yang berdesir di hatinya. Wanita yang terlihat ketus saat pertemuan pertama mereka kemarin, kini terlihat tersenyum manis kepada anaknya."Ayah sudah," ucap Aira ketika dia sudah kembali dari toilet."Sudah! Pintar," ucap Arga, kemudian menggendong putrinya. Matanya melihat ke sekeliling toko, mencari tempat duduk untuk anak-anaknya."Kalau anda mau, anda bisa menunggunya di dalam, Pak," ucap Airin ramah, dia seperti memahami apa yang sedang dicari laki-laki tersebut.Airin menuntun tamunya memasuki ruangan di ujung toko. Tidak lupa dia membiarkan ke-dua pintunya terbuka lebar sehingga ruangan tersebut dapat terlihat jelas dari toko utama. Ada meja dan sofa panjang yang nyaman untuk mereka duduk di ruangan yang terbilang cukup luas. Tempat itu memang biasa digunakan Mas Rahman menemui tamu-tamunya. Di ujung ruangan ada dua meja kerja
"Tadi Ibu sudah menghubungi Bulek Sanah yang di Bandung buat nyariin calon istri buat kamu, Ga," Ucap Bu Lastri kepada Arga yang sedang asik menikmati sarapannya.Sejenak Arga menghentikan aktifitasnya. Dia sedikit terkejut mendengar perkataan Ibunya barusan. Tadi malam dia memang sudah berdamai dengan Ibunya, dan menuruti keinginan Ibunya untuk menikah lagi. Tetapi dia tidak berpikir jika Ibunya akan bergerak secepat ini."Terserah Ibu saja. Asal calonnya jangan seperti kemarin, cantik tapi gak punya perasaan. Arga menikah lagi 'kan juga demi anak-anak Bu. Arga gak mau menikahi perempuan yang tidak bisa menyayangi anak-anak Arga," jawab Arga."Iya Ibu ngerti. Insyaallah calon yang dicarikan Bulek mu tidak seperti itu. Bulek mu 'kan ustadzah di pondok pesantren, jadi dia pasti mencarikan calon yang sesuai untuk kamu dan anak-anakmu."Arga diam tidak menanggapi dan memilih melanjutkan sarapannya. Sebenarnya dia belum terlalu yak
Sesuai saran Arga, Airin langsung membawa motornya ke bengkel motor terdekat kemudian mengantar Raka kesekolah dan pergi ke toko menggunakan ojol.Airin tiba di toko sedikit terlambat diantar ojol perempuan tentunya. Airin memang selalu memilih driver perempuan untuk setiap ojol yang dinaikinya. Agak susah memang, karena driver perempuan tidak sebanyak driver laki-laki. "Mba Airin ada yang nyariin," ucap Sisca kepada Airin yang baru masuk ke toko."Siapa?" tanya Airin."Gak tau, gak kenal. Orangnya sudah nunggu di dalam. Bapak-bapak," ucap Sisca lagi."Bapak-bapak," ucap Airin kemudian berjalan menuju ruangannya. Disana sudah duduk seorang pria paruh baya."Tok tok. Assalamualikum," ucap Airin sembari mengetuk pintu yang sudah terbuka."Waalaikumsalam Airin," ucap pria tersebut."Pakde. Sudah lama nunggu yah?" ucap Airin ramah kepada tamunya yang tidak lain adalah Pak Suryo, Bapak Bima."Baru aja kok, Rin.""Pakde apa kabarnya?""Alh
Airin memandangi wajahnya di depan cermin meja riasnya. Di usia tiga puluh dua tahun dia masih terlihat sangat cantik dengan gamis berwarna peach dan hijab lebar dengan warna senada. Dia sedikit berdandan tadi, hal yang sangat jarang dilakukannya setelah menyandang status janda. Namun di hari spesial ini dia memutuskan untuk memoleskan make up tipis di wajahnya, yang justru menambah aura kecantikan nya."Kenapa Bu ngeliatin Airin begitu? Terlalu medok yah?" tanya Airin kepada Ibu nya yang ternyata sudah berada di belakangnya tanpa disadari."Enggak kok Rin. Kamu cantik sekali. Ibu sampe pangling, Ibu kira anak gadis siapa tadi?""Ibu ini memujinya ketinggian. Airin takut jatuh. Gadis!" ucap Airin terkekeh."Em... jangan salah. Anak Ibu ini dandan tipis aja terlihat seperti gadis. Coba nanti kamu berdiri bareng gadis-gadis pagar ayu, pasti mereka yang melihat bakalan menganggap kamu itu seumuran mereka.""Ibu ini bisaan aja deh kalo memuji
"Sekarang apa Airin sudah mempunyai calon?" tanya Ustadzah Nurul lagi."Calon bagaimana maksudnya Ustadzah?""Ya calon suami toh, Jeng.""Waktu itu memang pernah ada yang melamar, tapi Airin belum berkenan. Yah mungkin belum jodohnya," sebenarnya Bu Ningsih tahu betul alasan anaknya menolak lamaran Arya. Tetapi rasanya tidak patut jika menceritakan hal tersebut kepada temannya itu."Oh begitu," sejenak Ustadzah Nurul berfikir, "Begini Jeng Ningsih. Aku punya keponakan di Jakarta. Dia duda punya anak dua. Istrinya meninggal dunia tiga tahun lalu karena sakit, dan sekarang dia sedang mencari istri yang bisa menyayangi anak-anaknya nanti. Kalau Jeng Ningsih berkenan, aku ingin menjodohkan keponakan ku itu dengan Airin.""Duda!" ucap Bu Ningsih sedikit terkejut."Iya, Jeng. Tapi jangan salah, meskipun duda orangnya masih muda dan ganteng. Iya gak Fira?""Iya bude. Bahkan orang-orang gak bakalan mengira kalau dia sudah punya