Airin memandangi wajahnya di depan cermin meja riasnya. Di usia tiga puluh dua tahun dia masih terlihat sangat cantik dengan gamis berwarna peach dan hijab lebar dengan warna senada. Dia sedikit berdandan tadi, hal yang sangat jarang dilakukannya setelah menyandang status janda. Namun di hari spesial ini dia memutuskan untuk memoleskan make up tipis di wajahnya, yang justru menambah aura kecantikan nya.
"Kenapa Bu ngeliatin Airin begitu? Terlalu medok yah?" tanya Airin kepada Ibu nya yang ternyata sudah berada di belakangnya tanpa disadari."Enggak kok Rin. Kamu cantik sekali. Ibu sampe pangling, Ibu kira anak gadis siapa tadi?""Ibu ini memujinya ketinggian. Airin takut jatuh. Gadis!" ucap Airin terkekeh."Em... jangan salah. Anak Ibu ini dandan tipis aja terlihat seperti gadis. Coba nanti kamu berdiri bareng gadis-gadis pagar ayu, pasti mereka yang melihat bakalan menganggap kamu itu seumuran mereka.""Ibu ini bisaan aja deh kalo memuji"Sekarang apa Airin sudah mempunyai calon?" tanya Ustadzah Nurul lagi."Calon bagaimana maksudnya Ustadzah?""Ya calon suami toh, Jeng.""Waktu itu memang pernah ada yang melamar, tapi Airin belum berkenan. Yah mungkin belum jodohnya," sebenarnya Bu Ningsih tahu betul alasan anaknya menolak lamaran Arya. Tetapi rasanya tidak patut jika menceritakan hal tersebut kepada temannya itu."Oh begitu," sejenak Ustadzah Nurul berfikir, "Begini Jeng Ningsih. Aku punya keponakan di Jakarta. Dia duda punya anak dua. Istrinya meninggal dunia tiga tahun lalu karena sakit, dan sekarang dia sedang mencari istri yang bisa menyayangi anak-anaknya nanti. Kalau Jeng Ningsih berkenan, aku ingin menjodohkan keponakan ku itu dengan Airin.""Duda!" ucap Bu Ningsih sedikit terkejut."Iya, Jeng. Tapi jangan salah, meskipun duda orangnya masih muda dan ganteng. Iya gak Fira?""Iya bude. Bahkan orang-orang gak bakalan mengira kalau dia sudah punya
"Kok sorean, Ga pulangnya?" tanya Bu Lastri yang sedang menonton TV begitu melihat Arga yang baru pulang jalan-jalan dengan anak-anaknya."Tadi anak-anak minta bermain di mall dulu, Bu." "Sekarang anak-anak dimana?""Mereka sedang mandi.""Ibu punya kabar baik, Ga.""Kabar baik apa Bu?""Sini duduk dulu. Ibu kasih tahu?"Arga mengambil duduk di sebelah Ibunya yang sedang menonton Tv.Bu Lastri mematikan Tv dan memulai pembicaraan serius dengan anak laki-laki satu-satunya."Tadi Bulek Sanah kesini, tapi cuma sebentar karena mau langsung pulang ke Bandung. Katanya dia tadi ketemu temen sekolahnya di acara nikahan guru di pesantrennya. Nah sahabat Bulekmu itu punya anak perempuan yang cantik."Arga mengangguk-anggukkan kepalanya pura-pura antusias. Sepertinya dia sudah paham arah pembicaraan Ibunya."Tapi dia janda Ga, tapi belum pun
"Berapa orang Bu yang mau datang kesini besok" tanya Laras antusias."Ustadzah Nurul bilang cuma enam orang. Ustadzah Nurul dengan suaminya, calon suaminya Airin dan keluarganya."Airin terdiam sejenak dari aktifitas makannya. Mendengar kata 'calon suami' tiba-tiba saja wajahnya memanas, ada desir halus menjalar di dadanya. Padahal dia sendiri belum melihat wajah calon suaminya seperti apa."Oh yah Rin. Tadi Ustadzah Nurul bilang, dia mau ngobrol sama kamu nanti di telepon.""Mau ngobrol?" tanya Airin heran."Mungkin dia mau bercerita tentang calonmu yang konon katanya duren guanteng itu loh, Rin," goda Mba Laras."Uhuk uhuk," Airin sedikit tersedak mendengar perkataan Laras barusan. Buru-buru dia mengambil segelas air dan meminumnya."Lihat tuh Bu. Baru denger duren guanteng aja anak ibu sudah salah tingkah," goda Laras lagi. Ibu dan Laras tertawa melihat wajah Airin yang mulai memerah, "apalagi melihat wajahnya besok," lanjut Laras lagi. Dia sangat
Arga duduk di sofa ruang tamu dengan perasaan tidak menentu. Pakle Wahyu, Mas Danu, dan Mas Rahman, mereka terlihat asik mengobrol. Sedangkan Arga lebih banyak diam, wajahnya terlihat tegang. Degdegan, grogi, tegang, dan penasaran inilah yang saat ini dirasakannya. Arga berpikir, jika ini rumah orang tua Mas Rahman, sudah pasti Airin adiknya juga ada disini.Dari ruang tengah terdengar suara perempuan-perempuan bercengkerama. Antara ruang tamu depan dengan ruang tengah dibatasi tembok, sehingga tidak bisa saling melihat satu sama lain isi ruangan tersebut.Bulek Sanah memperkenalkan Airin dan keluarganya kepada Bu Lastri. Setelah saling bersalaman dan berpelukan mereka kemudian duduk di atas permadi di ruangan tersebut."Apa kabar Airin?" tanya Bu Lastri ramah."Alhamdulillah baik, Bu," jawab Airin sopan.Mereka duduk bersisian. Saling mengobrol akrab satu dengan yang lain. Bu Lastri orangnya sangat ramah dan menyenangkan, jauh dari kesan sombong meski berasal dari keluarga terpandang.
Airin berbaring di kamar sembari menatap cincin yang melingkar di jari manisnya. Dia tidak menduga jika proses perjodohannya dengan Arga akan berjalan secepat ini. Sekarang ini dia bahkan sudah bertunangan dengan laki-laki tersebut.Laki-laki tengil dan penggoda, itulah kesan pertama yang dia dapat setelah pertemuan pertama mereka di toko. Namun secara perlahan penilaiannya berubah begitu melihat kedekatan laki-laki tersebut dengan anak-anaknya. Diam-diam dia pun mengaguminya.***Di malam yang sama"Apa benar ayah akan menikah lagi?" tanya Aura."Iya." Arga mencium kepala putri sulungnya yang sedang berada di dekapannya."Sebentar lagi kalian akan punya ibu baru. Apa Aura senang?"Aura gak tau.""Kenapa? Bukannya Aura ingin ayah menikah lagi agar punya ibu baru?""Aura takut. Ada yang bilang ibu tiri itu jahat.""Siapa yang bilang?""Di TV.""Apa ibu tiri temanmu itu jahat?"
Arga terlihat gelisah menunggu balasan pesan dari Airin. Sudah hampir tiga puluh menit berlalu, Airin belum membalas lagi pesan darinya setelah balasan yang pertama."Apa dia marah," gumam Arga.[Airin?]Arga kembali mengirim pesan kepada Airin yang sudah berstatus menjadi tunangan nya, namun pesan tersebut tidak kunjung juga di baca oleh tunangannya."Ah mungkin saja dia sedang sibuk. Dia 'kan sedang bekerja," ucap Arga mencoba menenangkan diri sendiri.Arga meletakkan kembali gawainya diatas meja, dan melanjutkan memeriksa berkas kerjanya.Drett DrettGawainya bergetar ada pesan masuk dari kontak bernama 'Airinku', dengan cepat Arga membuka pesan tersebut dan membacanya.Arga membaca pesan tersebut sembari mengernyitkan dahinya. "Apa iya ini balasan dari Airin?" gumam Arga.[Iya sayangku. Anak-anak apa Papahnya ni yang pengen ketemu?]Tulis pesan tersebut diikuti emoticon kerlingan.Argapun tersenyum dan tidak mempermasalahkan hal tersebut. Dengan senang hati dia pun segera membala
Mba Irma langsung mengajak anak-anak dan Airin untuk bermain di arena bermain. Aira dan Aura terlihat asik bermain bersama Airin dan keponakannya, sementara Mba Irma dan Mba Laras duduk mengobrol sembari mengawasi mereka.Mba Irma merasa senang melihat kedekatan kedua keponakannya dengan Airin. Mereka terlihat sangat akrab dan bahagia bersama perempuan tersebut. Bahkan Aira dan Aura terlihat sangat nyaman bercengkrama dengannya. Mba Irma benar-benar heran dengan kedekatan keponakannya dengan Airin. Mereka terlihat seperti sudah lama saling mengenal.Meliha kebahagiaan Aira dan Aura, tiba-tiba saja bulir bening mengalir dari netranya. Dia teringat bagaimana masih kecilnya mereka saat Ibu mereka Ariani meninggal dunia. Namun sekarang dia sedikit lega, karena sebentar lagi mereka akan memiliki Ibu pengganti yang mereka sayangi dan juga menyayangi mereka.Setelah puas bermain, Aira menarik lengan Airin untuk menemaninya membeli jajanan di food court dekat are
“Aku tau kamu bertunangan dengannya hanya untuk menghindariku, Rin.”“Mas Arya cukup. Aku tidak ingin bahas ini lagi. Terserah kamu mau berpikir apa. Yang jelas sekarang aku adalah calon istri seseorang. Jadi aku mohon jangan ganggu aku lagi," ujar Airin, "Minggir! Aku mau pulang," Airin mulai tersulut emosi.Sore ini Arya sengaja menunggu Airin keluar dari toko dan memaksanya mendengar kan isi hatinya seperti waktu itu. “Airin. Bisakah kita bicara dari hati ke hati sekali saja. Aku mohon.”“Aku bilang minggir, Mas.”Arya mencoba meraih tangan Airin, namun dengan kuat Airin menepisnya. Namun sejurus kemudian Arya berhasil menarik lengan Airin.“Lepaskan, Mas.” Airin berontak.“Tidak. Kali ini aku tidak akan melepaskanmu. Tidak untuk yang kedua kali.”"Lepaskan atau aku teriak," ancam Airin.Airin menghentakkan tangan Arya agar melepaskannya. Namun cengkraman tangan Arya terlalu kuat.Buuugh.