Share

Siapa dia?

"Astaghfirullah! Dompet saya gak ada, Mba." ucap Airin kepada Mba kasir.

"Jadi ini, jadi dibeli gak, Mba?"

"Bentar yah mba aku telpon temanku dulu." Airin mengeluarkan hp dari dalam tasnya. Mencoba menghubungi Nirma, akan tetapi tidak ada jawaban.

"Maaf yah Mba, saya gak jadi beli bukunya," ucap Airin kecewa dan meninggalkan meja kasir dengan perasaan menyesal.

"Mau numpang baca aja, pura-pura beli," ucap Mba kasir lemah, namun masih dapat terdengar oleh Airin yang baru beberapa langkah saja meninggalkan meja kasir. Airin jadi tidak enak hati.

Diluar toko buku, Airin berkali-kali menghubungi Nirma, namun tidak ada jawaban. Di acara sebising itu pasti Nirma tidak akan mendengar panggilan telepon nya. 

"Jatuh di mana yah dompetnya. Perasaan tadi langsung masukin ke tas," gumam Airin. Diketiknya sebuah pesan untuk Nirma.

***

Pukul 12.00 acara baru selesai, Nirma membuka HP nya. Ada sepuluh panggilan tidak terjawab dari Airin. Segera Nirma bergegas menuju lantai bawah setelah membaca pesan dari Airin.

Saat bertemu di sebuah cafe, Airin pun memberitahu Nirma bahwa dompetnya tidak ada di dalam tasnya.

"Kok bisa, Rin? Sudah kamu periksa belum tasnya?"

"Sudah, Nir. Tadi sudah aku cari-cari nyampe lama tetep gak ada. Aku tuh sampe malu tau, pas mau bayar buku, ternyata dompetnya gak ada."

"Oh! Jangan-jangan laki-laki yang kamu tabrak tadi yang ngambil dompetmu."

"His! Kita gak boleh nuduh sembarangan, Nir. Apalagi kita kan gak punya bukti kalo orang itu beneran yang ngambil apa bukan."

"Bukannya nuduh, Airin. Tapi sekarang banyak loh modus pencopetan seperti itu. Pura-pura kesenggol, terus barang-barangnya berjatuhan, dan saat kita lengah mereka ngambil dompet kita."

"Entahlah."

"Banyak gak, Rin isinya?"

"Cuma beberapa ratus sih. Tapikan ATM sama kartu-kartu penting lainnya ada di situ semua."

"Ya udah geh buruan telpon."

"Telpon siapa? Orang itu? Wajahnyanya aja aku sudah lupa."

"Ishh, telpon Banknya sayang buat ngeblokir Atm-mu."

"Hehe iya yah. Maaf gak konsentrasi."

Airin segera menelepon customer care Bank untuk melakukan pemblokiran terhadap Atm-nya. Dari informasi yang di dapat dari operator, belum ada transaksi tambahan setelah transaksi yang dia lakukan. Itu berarti Atm-nya masih aman.

***

Setelah menunaikan solat Dzuhur di mushola mall, Airin dan Nirma pergi sebentar ke toko buku untuk membeli buku yang tadi ingin dibelinya.

"Thanks yah bukunya. Nanti kalo gajian aku ganti deh."

"Ishh kaya apa aja. Pengangguran emang punya gaji?" tanya Nirma bercanda.

"Sembarangan. Senin besok aku tuh udah mulai kerja di tokonya Mas Rahman."

"Asyik dong. Jangan lupa loh, nanti gajian traktir aku buat gantiin buku ini."

"Sip pokoknya."

"Eh bentar-bentar!" ucap Nirma. Tangannya segera mengambil HP dari dalam tasnya. HP-nya berdering, ada panggilan masuk.

"Waalaikumsalam, Umi," jawab Nirma. Itu Ibunya yang menelepon.

"Iya. Ini udah mau pulang."

"Apa? Nanti malam?" Wajahnya mulai berubah serius.

"Kok mendadak sih Umi."

"Ya gapapa sih. Emang ketemuan di mana?"

"Apa jam empat!"

"Iya ini Nirma langsung pulang kok, Umi."

"Waalaikumsalam Umi." ucap Nirma menutup sambungan teleponnya.

"Serius banget sih. Ada apa?" tanya Airin penasaran.

"Keluarga Mas Hasan mau datang nanti malem."

"Wah kayaknya ada yang mau lamaran nih. Selamat yah," ucap Airin sambil merangkul bahu sahabat nya itu.

"Makasih, Rin." Senyum tersungging di bibir Nirma karena senang.

"Tapi kok mendadak sih?"

"Iya rencana nya sih Minggu depan kesininya. Tapi berhubung mereka sekarang ada di Jakarta jadi mereka mau sekalian silaturahmi."

"Alhamdulillah, Aku turut seneng dengernya. Akhirnya temenku ini menikah juga."

"Masih lama, Rin nikahnya. Baru mau ketemuan dengan calon mertua."

"Aku doain prosesnya lancar yah."

"Amiin. Yuk pulang sekarang."

"Aku pulang naik taksi online aja. Kalau kamu nganterin aku dulu, kamu bisa terlambat pulang kerumah."

"Gak bisa gitu. Aku 'kan yang ngajakin kamu pergi, jadi kamu harus aku anterin pulang dengan selamat sampai rumah."

"Aku 'kan bukan anak kecil yang gak tau jalan pulang. Gak papa biar aku pulang sendiri aja."

"Gak bisa, Rin. Nanti Mas Rahman...!" Kalimat Nirma terpotong ketika dari arah belakang seseorang memanggil nama Airin.

"Airin!" ucap seorang pemuda. Langkah nya dipercepat mendekat kepada Airin dan Nirma.

"Eh Mas Bima," ucap Nirma tersenyum.

"Kalian ada disini?" tanya Bima.

"Iya Mas. Ini barusan dari toko buku. Mas Bima ngapain disini?" tanya Nirma antusias, sedang Airin hanya diam saja.

"Tadi habis cek lokasi buat pameran Minggu depan. Sekarang kalian mau kemana?"

"Kita mau pulang, Mas. Mas Bima udah mau pulang juga 'kan?" ucap Nirma sambil melirik kearah Airin.

Ditatap seperti itu, perasaan Airin jadi tidak enak. Sepertinya ada maksud tersembunyi dari perkataan sahabatnya ini.

"Sebenarnya sih urusan di sini sudah selesai. Tapi..."

"Wah kebetulan. Aku sedang terburu-buru nih, Mas. Gak bisa nganterin Airin pulang. Bisa minta tolong gak, anterin Airin pulang?"

Mendengar ucapan Nirma, mata Airin langsung melotot ke arahnya. Sedang Nirma pura-pura tidak melihat ekspresi wajah Airin.

"Eh gak usah, Mas. Biar Airin pulang sendiri aja," kata Airin.

"Udah, Rin. Pulang sama Mas Bima aja. 'Kan kalian searah, dari pada naik ojol sendirian. 'Kan lebih aman pulang sama Mas Bima. Ya gak, Mas?"

"Iya, Rin, gak papa biar aku anterin. Kebetulan Mas juga udah mau pulang."

"Tuh 'kan Mas Bima juga sudah mau pulang. Sudahlah kamu pulang sama Mas Bima saja yah," bujuk Nirma. 

Akhirnya dengan berat hati Airin bersedia diantar pulang oleh Bima. Sebenarnya Airin tidak merasa nyaman jika harus berdua-dua saja di dalam mobil. Bahkan dia memilih untuk duduk di kursi belakang daripada duduk bersebelahan dengan Bima. Bagaimana pun juga, baginya Bima adalah orang lain, tidak patut laki-laki dan perempuan berdua-dua saja di dalam mobil.

Selama perjalanan pulang, Airin lebih banyak diam, seolah membatasi diri untuk tidak terlalu banyak bicara. Setiap Bima bertanya untuk memulai obrolan, Airin hanya menjawab dengan jawaban pendek saja. Pembicaraan mereka malah lebih terlihat seperti tanya jawab yang hanya bersumber dari satu arah. Sebenarnya Airin merasa tidak nyaman, karena dari kaca mobil dia melihat sesekali Bima mencuri pandang kepadanya.

***

Bayu melajukan mobilnya sedikit lebih cepat. Hatinya senang karena dia akan pergi ke rumah Airin. Dia senang karena akhirnya dia punya alasan untuk bisa bertemu dengan mantan istri yang dirindukannya.

Pagi-pagi tadi seorang kurir datang kerumahnya mengantarkan paket. Paket itu ditujukan kepada Airin. Dari informasi yang dia dengar dari sang kurir, seorang wanita memberikan paket tersebut untuk diantarnya menuju alamat yang ada di KTP. Sang kurir membawanya hanya dengan paper bag sehingga Bayu dapat melihat isinya yang ternyata adalah dompet Airin.

Dengan laju kendaraan yang cepat, kini Bayu sudah sampai di depan rumah Airin. Diapun bergegas turun dari dalam mobil.

"Assalamualaikum." ucap Bayu. Matanya melihat-lihat ke sekeliling rumah mantan istri nya tersebut, yang tidak banyak berubah dari dulu.

"Waalaikumsalam."

Terdengar jawaban salam dari dalam rumah, dan pintupun terbuka. Nampak olehnya wanita paruh baya keluar dari dalam rumah. Dia adalah Bu Ningsih, mantan mertuanya.

"Bayu!" ucap Bu Ningsih terkejut melihat tamunya.

"Apa kabar Bu?" Bayu pun menjabat tangan Bu Ningsih kemudian mencium punggung tangannya sebagai tanda hormat.

"Alhamdulillah sehat," jawab Bu Ningsih singkat.

"Ada perlu apa ke sini?" tanya Bu Ningsih datar. Bu Ningsih nampak tidak senang dengan kedatangan Bayu, setelah apa yang dilakukan terhadap putri kesayangannya.

"Saya ada perlu dengan Airin, Bu."

"Airin gak ada, dia sedang pergi." 

Dari luar nampak sebuah mobil berhenti di depan rumah Airin. Seseorang keluar dari kursi depan dan membukakan pintu belakang untuk penumpang yang ada di dalam nya.

Kini mereka tampak berbicara satu sama lain setelah turun dari dalam mobil. Mereka adalah Airin dan Bima. 

Melihat pemandangan tersebut tiba-tiba Bayu merasa terbakar cemburu. Rasa senang yang dirasakannya sepanjang perjalanan tadi hilang seketika, berubah menjadi perasaan kecewa.

"Terimakasih banyak, Mas, sudah repot-repot nganterin Airin pulang."

"Ngak ngerepotin kok, Rin. Aku senang kok bisa nganterin kamu pulang," ucap Bima sambil tersenyum, "Aku langsung pulang yah!" lanjutnya.

"Gak mampir dulu, Mas?" tanya Airin berbasa-basi.

"Lain kali aja, sudah sore. Aku pamit yah, Rin. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," jawab Airin dan bergegas memasuki halaman rumah. Dilihatnya sebuah mobil yang dia kenal terparkir di depan rumahnya.

"Assalamualaikum," ucap Airin memberi salam. Dilihatnya Ibu dan Bayu berada di teras depan rumahnya.

"Waalaikumsalam," jawab Bu Ningsih. Sementara Bayu enggan untuk menjawab salamnya.

"Mas Bayu. Ngapain kamu disini?" tanya Airin.

"Dia bilang ada perlu sama kamu, Rin." jawab Bu Ningsih.

"Aku kesini cuma mau ngasih ini ke kamu," jawab Bayu. Disodorkan nya paper bag yang dibawanya tadi kepada Airin.

"Apa ini Mas?" tanya Airin.

"Bukalah, kamu akan mengetahui nya nanti," jawab Bayu.

 

Ragu-ragu Airin menerima paper bag tersebut dan membukanya. Airin terkejut mendapati dompetnya yang hilang tadi di mall ada di paper bag tersebut. Kenapa bisa ada sama Mas Bayu? batinnya.

"Tadi ada kurir mengantarkan ini kerumah. Dia bilang seorang wanita menyuruh nya untuk mengantarkan dompet ini ke alamat yang tertera di KTP mu."

'Seorang perempuan katanya,' ucap Airin dalam hati. Dibukanya dompet tersebut, dan ternyata isinya masih utuh seperti semula.

"Dengar Airin. Kau seharusnya sudah mengganti alamat dan status barumu di KTP. Apalagi aku lihat  tadi kamu sudah punya calon pendamping baru," ucap Bayu ketus.

Airin hanya terdiam tidak menanggapi.

"Tapi jika kamu memang masih ingin mempertahankan status di KTP itu, aku akan mempertimbangkannya jika memang kamu menginginkan rujuk denganku," ucap Bayu panjang lebar.

Mendengar perkataan Bayu barusan, Airin hanya menanggapinya dengan senyuman sinis. Rujuk itu hanya ada di angan-anganmu Bayu.

"Maaf saya tidak bisa lama-lama disini. Istriku sedang menunggu di rumah. Kami ada janji bertemu dengan Dokter kandungan sore ini," ucap Bayu dengan nada nyinyir, dan beranjak pergi meninggalkan rumah Airin.

"Sombong banget si Bayu sekarang, Rin," ucap Bu Ningsih kesal.

"Sudahlah, Bu. Gak usah ditanggapi orang seperti itu. Memang sudah watak nya seperti itu."

"Kok dompetmu bisa nyampe kerumahnya? Gimana ceritanya?"

"Tadi di mall Airin kehilangan dompet ini. Mungkin yang menemukan mengantarnya ke alamat di KTP Airin."

"Baik bener yah orangnya. Sebaiknya memang kamu rubah identitas lamamu itu. Ibu gak mau berurusan lagi dengan si Bayu."

"Iya Bu. Besok Airin minta tolong Mas Rahman."

"Ya sudah buruan masuk dan mandi, bentar lagi ashar."

"Iya Bu." jawab Airin.

***

Di dalam kamar Airin memandangi KTPnya. Dibacanya status 'menikah' yang tertera di sana. Harusnya dia segera merubahnya setelah dia resmi bercerai. Namun dia bahkan tidak memikirkan hal itu sama sekali, dan sekarang terpaksa dia harus melihat lagi mantan suaminya datang kerumahnya, dan mendengarkan bualanya.

***

Tiga jam sebelumnya

Sebuah mobil Pajero hitam memasuki halaman rumah mewah.Terlihat di sana seorang laki-laki muda turun tergesa-gesa memasuki rumah tersebut. Kedua tangannya memegang sebuah kotak yang dia ambil dari bagasi mobilnya.

"Kok balik lagi!" tanya seorang perempuan paruh baya.

"Pertemuannya di tunda, Bu," jawabnya.

Dia adalah Arga Wicaksono, salah satu arsitek ternama di Jakarta. Hari ini sebenarnya dia ada pertemuan dengan kliennya, tapi tanpa alasan yang jelas kliennya membatalkannya secara sepihak.

Di ruang kerjanya Arga meletakkan kotak tersebut dan mengeluarkan semua berkasnya di atas meja. Berkas tersebut kini sudah berantakan. Halaman-halamannya sudah tidak tersusun secara berurutan setelah sebelumnya seorang perempuan menubruknya di mall dan membuat berkasnya jatuh berserakan.

Disusunnya kembali lembar demi lembar berkas tersebut yang jumlahnya puluhan lembar. 

"Ahh sungguh menjengkelkan," gerutunya.

Dengan susah payah akhirnya berkas tersebut kembali tersusun rapih. Diletakannya kembali berkas tersebut di kotak semula. Saat akan meletakkan berkas tersebut, matanya terbelalak melihat sebuah dompet dibawah jurnalnya.

"Ini dompet perempuan." Dibukanya dompet tersebut untuk melihat identitas pemiliknya.  Airin Rachmi dibacanya nama yang tertera di KTP tersebut.

"Sepertinya ini dompet wanita tadi yang menubrukku." Kemudian diletakkannya kembali dompet tersebut di atas meja kerjanya.

Tok tok tok.

Terdengar pintu diketuk, terlihat perempuan paruh baya memasuki ruangannya membawa secangkir teh. Dia adalah Bu Lastri, Ibu Arga.

"Anak-anak kemana Bu? Kok sepi," tanya Arga.

"Tadi Ratna ngajak mereka main ke taman komplek." Diletakannya secangkir teh yang dibawanya tadi di atas meja.

"Ini dompet siapa, Ga? Sepertinya dompet perempuan," tanya Bu Lastri ketika dilihatnya sebuah dompet berwarna salem di atas meja kerja anaknya.

"Tadi di mall gak sengaja Arga di tubruk perempuan." jawab Arga.

"Perempuan! Cantik gak?" tanya Bu Lastri antusias.

Mendengar pertanyaan Ibunya, sejenak Arga menghentikan aktivitas di depan laptopnya.

"Cantik. Sepertinya dia tipe menantu idaman Ibu," jawab Arga datar tanpa ekspresi.

Sebenarnya dia sudah bisa menebak arah pembicaraan ibunya. Setiap dirinya membicarakan perempuan, pasti Ibunya sangat antusias. Ibunya berharap dirinya menyukai salah satu dari mereka dan menikahinya.

"Wah kalau begitu ayok kita ke rumahnya, Ga. Kita bisa beralasan mengembalikan dompetnya, terus kamu bisa kenalan sama dia," ucap Bu Lastri penuh semangat.

 

Mendengar ucapan Ibunya, Arga senyum-senyum sendiri. Ingin tertawa tapi takut dosa.

"Ibu saja yang kesana, Arga takut," selorohnya.

"Ih jadi cowok kok penakut. Gimana mau dapet jodoh kalau kenalan sama perempuan aja takut."

"Arga bukannya penakut, Bu. Arga cuma takut nanti suaminya marah-marah sama Arga kerena minta kenalan sama istri orang."

"Maksudnya?" tanya Bu Lastri penasaran.

"Dia sudah menikah." jawab Arga.

"Kok kamu tau." ucap Bu Lastri sedikit kecewa.

"Tadi Arga liat status di KTPnya."

"Kamu ini bikin Ibu kecewa saja. Ibu tadi udah seneng loh mau dapat mantu lagi. Malah kamu becandain."

"Iya Arga minta maaf, sengaja," candanya.

"Apa kamu gak kepingin menikah lagi, Ga? Sudah dua tahun loh kamu menduda."

"Ibu bahkan lebih lama lagi, sudah sepuluh tahun menjanda," ucap Arga bergurau.

"Ishh, Ibumu ini 'kan sudah tua. Sudah tidak berselera lagi untuk menikah. Sedang kamu 'kan masih muda, dan tampan," ucap Bu Lastri kesal.

"Ibu tau kamu sangat mencintai Ariani. Ada begitu banyak kenangan yang tidak bisa kamu lupakan. Tapi, Nak, orang yang kamu cintai itu sudah tidak ada lagi di dunia ini. Sedang kamu harus tetap melanjutkan hidup mu demi anak-anakmu. Apa kamu gak kasihan sama mereka? Mereka juga butuh kasih sayang seorang Ibu, butuh keluarga yang utuh. Anak-anak mu itu perempuan. Dan anak perempuan membutuhkan sosok seorang Ibu di masa perkembangan nya. Ada hal-hal yang tidak bisa anak perempuan ceritakan kepada Ayahnya," ucap Bu Lastri menasehati anaknya.

Arga terdiam mendengarkan kata-kata Ibunya. Semua yang dikatakan Ibunya adalah benar.

Dipandanginya bingkai foto di atas mejanya. Foto dirinya, Ariani, dan kedua anaknya saat berlibur di Pulau Seribu. Rasa rindu tiba-tiba menyeruak di dadanya. Kerinduan yang tak bertepi kepada dia yang telah pergi dan tak akan pernah kembali.

"Ibu mengerti, Ariani itu istri dan ibu yang sangat baik. Ibu tau kamu pasti sangat sulit untuk melupakannya. Tapi ,Ga, kamu harus mengikhlaskannya. Tugasnya di dunia ini sudah selesai, kamu harus meridhoi nya agar kuburan nya menjadi lapang. Karena istri yang meninggal saat suaminya ridho kepadanya, maka Allah menjanjikannya untuk memasuki surga lewat pintu mana saja. Kamu tau itu 'kan, Ga."

"Iya Bu Arga tau kok. Arga ikhlas dan meridhoinya. Hanya saja Arga belum siap untuk menikah lagi, Arga takut istri baruku kelak tidak bisa menyayangi anak-anakku."

"Jangan berkata seperti itu. Insyaallah kalau kita berikhtiar dengan cara yang benar. Maka kita akan diberi jodoh yang sepadan," ucap Bu Lastri menyemangati.

"Sudah sana jemput anak-anak. Tadi mereka kesana jalan kaki."

"Iya, Bu. Tolong titip ini ke kurir yah Bu. Arga sudah pesan ojol untuk ngantar dompet ini ke pemiliknya." Disodorkannya paper bag yang berisi dompet kepedasan Ibunya.

"Iya, buruan sana. Kasian kalau mereka jalan kaki lagi. Diluar panas."

"Ya Bu, Arga berangkat dulu. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." 

***

 

 

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Helva Khaerani
koin menghambat untuk baca kelanjutannya ...
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Buset dh nama arga ada dimn2 di setiap novel yg w baca pasti arga lg arga lg sampe bosen w. Kayaknya sh airin cocok dh secara namanya hampir2 mirip
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status