MENANTU PILIHAN (TAMAT)

MENANTU PILIHAN (TAMAT)

Oleh:  Andri Lestari  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
2 Peringkat
50Bab
11.0KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Raihan, seorang lelaki kaya dan tampan menolak dijodohkan ibunya dengan Aira, seorang muslimah bercadar anak dari pembantunya dulu. Namun, tak bisa menolak, karena keinginan sang ibu, pernikahan tanpa cinta itu pun tetap terjadi juga. Konflik apa saja yang akan terjadi? Lalu bentuk penyesalan seperti apakah yang bertahta di jiwa Raihan setelah cintanya pada Aira mulai bertunas?

Lihat lebih banyak
MENANTU PILIHAN (TAMAT) Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Mblee Duos
Hay kak, semangat terus nulisnya yach... ceritanya keren kok... dan bila berkenan, saling support yuk! di cerita aku, MAMA MUDA VS MAS POLISI
2022-11-20 19:56:28
0
default avatar
riyankswnt
lanjukan ka
2022-10-24 13:00:11
1
50 Bab
BAB 1: (POV RAIHAN) Kenapa Harus Wanita Bercadar Itu?
(POV RAIHAN)"Apa ngga ada wanita lain, Bu? Kenapa harus dia?" Aku mengajukan protes pada Ibu. Wajar, ya. Aku merasa dizalimi kali ini. Tanpa menanyakan padaku terlebih dahulu, Ibu mengambil keputusan sendiri. Memaksaku ikut ke rumah salah seorang pembantu kami dulu, Bik Sumi."Dia anak baik. Cocok menjadi istrimu, Nak."Cocok, sih, cocok, tapi bukan dengan dia juga kali, Bu. Anak pembantu, gaya berpakaian kuno, masih terlalu muda, belum tentu juga cantik."Dia cantik, kok," ujar Ibu setengah berbisik. Wanita paruh baya yang duduk di sampingku ini seperti bisa membaca isi hatiku."Cantik dari mana? Wajahnya saja ditutup begitu. Korengan kali, ngga?" umpatku kesal."Hussh! Jangan asal ngomong."Aku dan Ibu masih berbisik-bisik. Sesekali aku melirik ke arah wanita yang duduk di depanku. Posisi kami di halangi dengan sebuah meja kayu bulat. Didampingi oleh kedua orang tuanya, wanita yang kuketahui bernama Aira tersebut lebih sering menunduk. Aku sama sekali tidak bisa melihat wajahnya, a
Baca selengkapnya
BAB 2: Lelaki Berkumis (POV AIRA)
(POV AIRA)Kata Mak dan Abah, hari ini kami akan kedatangan tamu istimewa. Seistimewa apa aku juga belum tahu. Pastinya Mak memintaku untuk memakai baju paling bagus yang kupunya. Sebagus apa? Toh, bajuku, ya, begitu-begitu saja. Memiliki model yang sama, bahkan warna pun hampir serupa."Dandan dikit, ya, Nduk!"Aku mengernyitkan dahi. Kenapa harus dandan? Kan percuma, wajahku pun tertutup cadar."Memangnya yang mau datang iku sopo tho, Mak?" tanyaku pelan."Orang penting. Orang yang pernah membantu Mak dan Abah dulu."Lagi-lagi jawaban Mak membuatku harus berpikir keras. Sama sekali aku tidak mempunyai bayangan siapa tamu yang akan datang kali ini. Dan aku melihat Mak serta Abah begitu sibuk. Mak sedang menata beberapa ragam kue ke dalam wadah. Kue-kue yang ia buat sendiri sejak tadi malam. Sementara Abah, beliau sedang menyapu ruang tamu sederhana kami. "Abah, sudah bisa dihidang belum kuenya?" Mak berteriak agak keras. Aku masih membantu wanita paruh baya itu menata potongan-poton
Baca selengkapnya
BAB 3: (POV RAIHAN) MELAMAR GADIS BERCADAR
(POV RAIHAN)"Nikahnya kita percepat saja, ya, Pak. Sebelum masuk bulan ramadhan. Biar puasa nanti, Rayhan ada temennya," ujar Ibu ditimpali dengan derai tawa orang tua sang gadis serta Paman Iwan.Ibu apa-apaan, sih?Aku mulai gerah dengan kondisi pertemuan yang sangat tak diharapkan ini. Sengaja aku ambil cuti kerja karena alasan Ibu ingin ditemani jalan-jalan. Ternyata, begini hasilnya."Gimana, Nak Rayhan? Mau ajak Aira ngobrol dulu?" tanya lelaki yang duduk di samping perempuan bercadar itu padaku."Mm ... eh ... gimana, ya? Nanti saja, deh, Pak." Aku menjawab kikuk. Apa perlu harus ngobrol dengan dia? Melihat sekilas saja dia tampak tidak selevel denganku. Lalu, mau diajak ngobrol apa? Tidak imbang pastinya."Ayo bangun! Kenali calon istrimu lebih dekat." Ibu mendorong tubuhku.Ibu, kok, jadi begini, sih? Masa tega menjerumuskan anaknya sendiri?Aku terpaksa angkat pantat dari kursi kayu berwarna cokelat tua yang sejak tadi kududuki, menuju ke arah gadis bernama Aira. Beramah ta
Baca selengkapnya
BAB 4: (POV AIRA) GANTENG, SIH, TAPI NA'UDZUBILLAH!
(POV AIRA)Ampun! Aku salah orang. Jadi bukan yang berkumis itu laki-laki yang dimaksud? Aku cekikikan, tapi cukup dalam hati. Bisa gawat kalau aku terbahak di depan semua orang. Nanti saja, deh, ketawa sepuas-puasnya di kamar."Kamu ini. Makanya duduk bagus dulu di sana. Diem! Jangan gresean. Moso anak Emak, udah bagus gitu tertutup pakaiannya, tapi masih tomboi."Aku terkekeh mendengar ucapan Mak. Memangnya orang tomboi dilarang berpakaian syar'i? Atau jika sudah berpakaian syar'i tidak boleh memiliki sifat tomboi? Aduh! Gimana-gimana?Mak mengajakku kembali untuk duduk. Hanya ada beberapa orang di ruang tamu. Aku, Mak dan Abah serta ibu juga pamannya Mas Raihan. Wanita paruh baya di depanku terlihat tersenyum. Parasnya terlihat lembut dalam balutan jilbab berwarna putih. Kulihat ia berbisik kepada lelaki berkumis di sampingnya. Kemudian dibalas anggukan oleh lelaki tersebut. Dia bangkit dan berjalan ke arah luar. Tak lama, lelaki itu kembali masuk bersama seseorang.Ya, Tuhan. Aku
Baca selengkapnya
BAB 5: (POV RAIHAN) SEMUA KARENA dan DEMI IBU
(POV RAIHAN)Ibu tersungkur di lantai. Refleks aku berlari ke arahnya dan mengangkat tubuh Ibu. Namun, wanita ini masih memejamkan mata. Di pangkuanku, aku mengusap pipinya yang semakin menua. Pipi yang dulu jarang sekali merasakan make up mahal. Hanya bermodal bedak padat biasa yang ia pakai sebelum mengantarkan kue pesanan orang. Di lain waktu, pipi yang sedikit demi sedikit telah mengendur ini, hanya dibasahi oleh air wudhu saja."Bu, bangun, Bu." Aku mengusap air mata yang mengalir di pipi Ibu. Sedih sekali melihat kondisinya seperti ini. Apalagi ia tersungkur tepat di depanku, di rumah orang pula."Angkat ke kamarku saja, Mas," Suara Aira membuatku mengangkat wajah. Ingin sekali memarahi gadis itu. Ibu jatuh begini, ya, karena ulahnya. Coba jika dia menahan sedikit mulutnya, pasti Ibu masih baik-baik saja. Ibu pasti kaget. Hanya aku yang tahu bagaimana cara menyampaikan pembatalan acara menyebalkan ini ke Ibu."Iya, Nak Raihan. Angkat dulu Bu Hafsah ke dalam. Nanti biar diurus Ai
Baca selengkapnya
BAB 6: IJAB QABUL
"Saya terima nikah dan kawinnya Aira Muthmainnah binti Ahmad Ruslan dengan mas kawin sepuluh gram emas dibayar tunai.""Bagaimana saksi? Sah?""Sah!""Alhamdulillah."Dengungan hamdallah terdengar memenuhi ruangan masjid Baiturrahim. Tempat dilaksanakannya akad nikah Raihan dan Aira.Di tengah para keluarga yang hadir, Aira terlihat menitikkan air mata. Ada rasa haru yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Siapa sangka jika dia telah menjadi istri dari anak majikan tempat ibunya bekerja dulu. Menjadi istri dari seorang pengusaha muda sukses, pemilik showroom mobil di Malang."Mempelai pria dan wanita dipersilakan untuk berdiri. Kepada mempelai pria agar bisa memasangkan perhiasan emas dalam bentuk kalung dan cincin pada mempelai wanita." Moderator memberikan aba-aba.Raihan berdiri dan berjalan ke posisi yang telah disediakan. Demikian juga Aira, ia tampak susah mengangkat gaun terusan yang dikenakan. "Mempelai wanitanya mohon dibantu, Ibu-ibu."Seorang ibu membantu Aira dan meng
Baca selengkapnya
BAB 7: MALAM PERTAMA di HOTEL
Raihan menunggu cadar itu terlepas dari wajah Aira. Sebenarnya ia sudah tak sabar ingin melihat seperti apa wajah itu sejak sebelum mereka menikah. Hanya saja ibunya selalu menghalangi."Mari makan," ujar Aira begitu cadar terlepas.Wanita itu sama sekali tidak berani melihat Raihan. Ia merasa jika sedang diperhatikan. Raihan masih melihat Aira. Kini, wajah wanita itu bisa dilihat dengan jelas. Manis! Namun, tidak membuat hati Raihan tertarik. Tidak memberi respon apa-apa, lelaki itu kembali menyantap makanannya. Hanya dentingan piring yang terdengar. Dari mereka tidak ada yang berbicara satu sama lain.Beberapa menit kemudian, Raihan telah menyelesaikan makan malamnya. Ia bangkit dari kursi dan berdiri di pinggir meja."Kemasi barangmu. Besok kita berangkat ke Malang."Aira menggangguk pelan. Dari Mak ia tahu jika suaminya menetap di Malang selama ini. Raihan melenggang pergi meninggalkan Aira. Sementara gadis itu masih menikmati makanannya.***Raihan belum juga masuk kamar. Aira su
Baca selengkapnya
BAB 8: SUAMI DINGIN
"Orang tuamu 'kan di sini juga. Jangan lebai, ah!" Raihan masih sibuk memberesi barang-barangnya."Engga. Mereka langsung pulang kemarin setelah pesta. Mak minta pulang."Raihan sama sekali tidak ingat jika kedua mertuanya sudah berpamitan kemarin sore. "Hmm! Terserahlah."Aira tersenyum. Hatinya bahagia karena Raihan menyetujui rencananya. Sebenarnya Aira masih berat langkah untuk pergi jauh dari mak dan abahnya. Hanya saja, menjadi istri yang baik dan patuh adalah salah satu cita-citanya selama ini.Setelah sarapan, Aira dan Raihan bersiap-siap untuk mengunjungi mak dan Abah. Sebelumnya mereka terlebih dahulu berpamitan pada Bu Hafsah. Banyak nasehat yang diberikan Bu Hafsah untuk anak dan menantunya. Apalagi Aira masih berumur dua puluh tahun. Masih muda untuk menjadi seorang istri."Jaga Aira baik-baik, Nak. Hanya kamu yang dia miliki di sana. Ditambah dia masih sangat muda. Jadi, kamu harus ekstra sabar menghadapinya."Hafsah berpesan pada putra semata wayangnya. Sesekali wanita
Baca selengkapnya
BAB 9: TAK DIANGGAP
"Mas, kamu pindah ke atas, ya. Aku saja yang tidur di bawah." Aira berusaha membangunkan Raihan yang sudah terlelap. Gadis itu baru saja masuk ke kamarnya. Sejak tadi ia duduk ngobrol dengan kedua orang tuanya di ruang tamu. Malam terakhir ini dipergunakan sebaik-baiknya oleh Aira sebagai malam pelepas rindu. Entah kapan ia bisa menjenguk lagi Mak serta Abahnya itu. Walau jarak Surabaya-Malang tak terlalu jauh, akan tetapi susah memastikan banyak hal ke depan. Karena Aira tahu jika ia tak sebebas lagi seperti sebelum menikah."Mas. Nanti kamu kedinginan di sini. Tidur di ataa aja, ya." Aira kembali membangunkan Raihan. Namun, lelaki itu bergeming. Aira memberanikan diri untuk menyentuh bagian tubuh suaminya yang tertutup selimut.Saat tangannya menyentuh bahu Raihan, Aira terkejut. Tubuh Raihan terasa panas. Tanpa menunggu lama, Aira pun mencoba meyakinkan dengan cara menyentuh pipi serta dahi Raihan."Astaghfirullah. Kamu demam, Mas? Ya Allah. Gimana ini?"Aira panik dan berulang mel
Baca selengkapnya
BAB 10: (POV AIRA) TIBA di MALANG
(POV AIRA)Aku menatap lurus ke depan. Pertanyaan yang Raihan lontarkan sungguh membuat hati teriris. Lelaki yang duduk di belakang kemudi itu tak pernah berpikir sebelum berbicara. Ia seolah mengabaikan perasaan lawan bicaranya."Kok ngomong gitu, sih, Mas? Tujuan aku nikah sama kamu, ya, mau bahagia. Itu saja.""Halah! Coba jika yang lamar kemarin bukan aku. Coba kalau kamu dijodohkan dengan orang lain, pengangguran, apa kamu mau?" Dia semakin menjadi-jadi."Tujuan menikah itu untuk memperbaiki diri, pasangan, kehidupan dan meraih keridhaan Tuhan. Aku ngga bisa milih, harus dengan si ini, dengan si itu. Pengusaha sukses atau pengangguran. Toh, semuanya Allah yang gerakkan. Kamu dan ibu datang ke rumahku bukan berjalan dengan sendirinya, tapi ada campur tangan Tuhan di dalamnya. Lalu, jika yang datang melamar dulu seorang pengangguran, apakah aku menerima atau menolaknya? Aku ngga tau harus jawab gimana. Aku bilang engga, tapi Tuhan bilang iya. Aku bilang iya, tapi Tuhan bilang engga
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status