Metanoia. Salah satu desa kecil tertinggal yang hanya dihuni kurang dari tiga puluh orang, wilayah terpencil yang berada jauh di pelosok kota dekat pesisir pantai. Desa yang memiliki akses amat terbatas dengan sinyal dan listrik, seringkali menjadi desa yang menarik untuk dipelajari pengamat budaya dan lahan pembelajaran untuk mahasiswa berbagai bidang, mengingat betapa tertinggalnya desa itu. Namun, kerasnya karakter sang kepala desa yang mendominasi. Membuat orang yang hendak berkunjung, harus membuat janji yang hampir selalu dibatalkan dan ditolak. Meski begitu, ada satu kelompok mahasiswa dari kampus swasta ternama yang diterima untuk KKN. Bukan tanpa alasan, kelompok itu diterima karena seorang wanita pemberontak dari desa.
Lihat lebih banyakTok ... tok ... tok.Napas lega yang bersahut dengan seruan tidak terima terdengar jelas, bersatu tidak padu dalam sidang keputusan perkara pembunuhan berencana. Senyum simpul diulum tipis oleh pemilik banyak cabang pusat sarana olahraga, senyum yang ditujukan pada kuasa hukum muda dari firma ternama di negeri.Setelah hampir satu tahun berlalu sejak mahasiswa berhasil keluar dari desa, setelah lima bulan sejak sidang perdana dimulai, setelah empat bulan sejak mahasiswa dinyatakan stabil secara psikologi, dan setelah dua bulan sejak Erina bertemu dengan keluarga kandungnya. Putusan perkara telah ditetapkan tanpa melewati aju banding, penetapan hukuman dengan berbagai pertimbangan atas masa lalu dan segala bentuk pelanggaran hukum di Metanoia, sepuluh tahun adalah angka untuk hukuman wanita cantik dari desa di pelosok pinggir kota."Pasti hakimnya dibayar sih ini, secara pelakunya kan anak orang kaya yang sudah lama hilang.""Hukum dibeli itu biasa, tapi ini soal nyawa. Tega banget.""
Serpihan beling dan pecahan kaca jatuh ke segala arah, menciptakan bunyi nyaring di tengah keheningan ruang hingga mengalihkan perhatian. Sontak menoleh dua insan di dekat brankar, napas terengah seorang wanita dengan wajah yang sudah basah akan air mata.Terdiam dalam kebisuan seorang wanita dengan tangan gemetar dan tangis, "Rin," lirihnya memanggil pelan."Bu," tukas Gadis bergegas menghampiri wanita itu, "diam dulu di sini sebentar, saya panggilkan bagian kebersihan," lanjutnya memegang pundak wanita berambut bondol itu."Eriana." Suara seorang pria terdengar jelas sesaat setelah Gadis menekan knop pintu, suara yang begitu tegas juga dalam untuk didengar.Sontak melangkah mundur Gadis ke balik pintu yang cepat terbuka lebar, terkatup rapat bibir jurnalis senior itu memandang wanita yang berada di antara pecahan kaca, "Ditta?" tukas pria dengan rambut yang sebagian sudah memiliki uban, "kenapa kamu nangis?" lanjutnya bertanya saat sang istri menunduk seraya meraung."Kamu sudah tah
"Ini isinya semua video yang pernah dialami Erina dan mahasiswa saat KKN, tolong ditampilkan nanti selama proses persidangan," kata seorang wanita menyodorkan sebuah 'flashdisk' ke seorang pria muda, pria yang bekerja di salah satu firma hukum ternama negeri."Apa mengandung kekerasan dan pelecehan?" Mengangguk wanita itu menjawabnya, "saya lihat dulu ya, enggak bisa semuanya saya serahkan begitu saja. Mengingat persidangan ini bersifat terbuka, ada kanal televisi swasta yang menayangkan secara langsung, dan kanal media sosial ikut menayangkannya juga.""Diatur saja," balas wanita itu sambil bersandar sofa, "sebisa mungkin Erina jangan sampai mendapat hukuman seumur hidup atau hukuman mati, gunakan itu sebagai permohonan, pertimbangan, bahan pengajuan banding, atau saat mendesak.""Bagaimana jika tidak bisa? Alibi dari pihak jaksa penuntut juga enggak kalah kuat, bahwa pembantaian yang Erina lakukan termasuk kategori terencana," ujar si pria muda membuat wanita berambut bondol itu ter
Pusat kota, dua kata yang jelas menggambarkan betapa strategisnya lokasi itu. Segala yang dibutuhkan dapat mudah dimiliki, semua yang diinginkan dapat mudah diperoleh, dan semua yang diharapkan dapat mudah dicapai.Berbeda dengan kehidupan di pinggir kota dan pedesaan yang cenderung damai asal ada sumber untuk bertahan hidup, kehidupan yang mengandalkan kebersamaan. Namun, semakin berbeda dengan kehidupan di pelosok pinggir kota yang menutup dirinya. Ego dan amarah adalah kunci bertahan hidup, dari segala pengintaian sesama manusia dan teror alam. "Dasar anak nakal! Enggak tahu diuntung kamu, kurang ajar!" teriak seorang wanita menghardik sesuatu yang tersandar di pohon kelapa.Hardik dengan segala teriakan amarah dapat didengar jelas orang sekitarnya, orang-orang yang semula merasa kasihan, namun kini menjadi kumpulan orang yang acuh tak acuh. Bukan telah menerima takdir bahwa teman mereka menjadi gila, tetapi telah berhasil membiasakan diri untuk tinggal satu lingkungan dengan wani
[20 tahun lalu, tepat hari diculiknya Erina]"Foto terakhir ya. Satu ... dua ... tiga!"Terdengar keras suara seorang pria menghitung maju sebagai aba-aba sebelum dirinya menekan tombol potret, tombol yang digunakan untuk mengambil sesi atau momen dalam suatu pemotretan. Suara tawa bayi menggemaskan memicu tawa orang-orang dewasa di sekitarnya, gelak tawa yang bersatu padu cukup menunjukkan betapa bahagianya keluarga kecil itu."Ah ... sudah selesai," kekeh seorang wanita muda cantik memeluk putri kecilnya yang berusia dua puluh tiga bulan, seorang bayi yang sudah lama ditunggu kehadirannya setelah lima tahun menikah.Foto keluarga sederhana yang dibuat, untuk memperingati hari seorang bayi kesayangan telah berhasil lepas dari ASI. Tiga bulan lamanya wanita cantik itu berusaha melepaskan si bayi dari ASI-nya demi menjaga kehamilan kedua yang tidak terencana, meski begitu keluarganya tidak menolak kehadiran calon adik untuk bayi mereka."Nama adiknya siapa, Bu?" tanya penata desain unt
Bruk!Lemasnya diri hingga tanpa sadar melepas selembar kertas dari kedua tangan, netra yang mendadak kosong memandang lurus ke salah satu pilar rumah yang berdiri kokoh, dan bibir yang seolah enggan untuk terkatup. Terlihat jelas, seorang wanita dengan rambut bondol warna cokelat dan berponi itu terkejut. Atau mungkin, sangat terkejut."Erina, anakku?" lirihnya memalingkan pandangan ke seorang wanita dengan kemeja biru dan rok span, wanita yang mengangguk atas pertanyaan yang diajukan.Kembali ia memandang lurus ke pilar rumah berwarna cokelat susu, napasnya menjadi pendek dan amat sesak. Teringat jelas dalam memorinya, betapa ia merasa sangat bersalah dan menyesal telah melepas tangan putrinya di tengah keramaian. Teringat jelas pula segala rasa dan duka atas semua hal yang dilakukan, menitipkan tiap helai rambutnya, rambut anak keduanya, dan rambut suaminya untuk melakukan tes pada setiap wanita muda yang menjadi korban kecelakaan, dan pada setiap wanita muda di panti sosial.Semua
Sidang perdana yang ditayangkan di salah satu kanal televisi dan beberapa kanal media sosial, membuat kehadiran kamera yang ternyata disadari Erina meski wanita itu terus bungkam, "Vina ... suruh mereka jawab aku dulu, biar aku bisa jawab mereka," ucap Erina kini membuat Vina dan semua orang dalam ruangan menjadi bungkam.Kebungkaman yang membuat perasaan mengira waktu berputar amat sangat lambat, hanya sesekali terdengar suara berbisik dari orang yang Vina rasa pasti mendiskusikan hal yang Erina tanyakan, "hm ... Vina dulu saja yang jawab ya, Kak." Erina mengangguk setelah Vina menjawab, "wajar, menurut Vina itu wajar. Kakak bilang sudah dilecehkan dari usia dua belas tahun, kakak lihat ayah dibunuh, anak-anak kakak dibunuh dan dilecehkan juga, dan anak laki-laki kakak diajarkan hal enggak baik. Bukan Vina setuju karena kakak sudah bunuh warga desa, tapi Vina setuju kalau warga desa atau orang-orang jahat harus mati.""Tidak!" seru pria muda yang menjadi kuasa hukum Erina, "menurut s
"Saudari Erina, kamu dapat dengar saya?""Saudari Erina ....""Erina Handayani.""Rin ... Eh, halo!""Kepada kuasa hukum Erina silakan kembali duduk, jangan coba untuk memengaruhi terdakwa.""Saudari Erina, saya tanya sekali lagi. Apa semua perilaku warga desa yang sudah disebutkan sebelumnya, menjadi alasan anda untuk mengakhiri hidup mereka?"Dug!"Ah shh ...," keluh seorang wanita di antara bangku panjang, tempat beberapa orang terpilih untuk menyaksikan proses sidang.Benturan akibat kecerobohan dalam melangkah di ruang terbatas, dan benturan yang tepat mengenai lutut hingga menimbulkan sensasi setrum penuh kenikmatan konyol. Membuat wanita itu spontan berdesis dengan keluhan dalam keheningan ruang sidang, hening yang terjadi karena bungkamnya seorang Erina Handayani."Hati-hati jalannya, Vin." Sang terdakwa yang sedari tadi terdiam, tiba-tiba bersuara bahkan tanpa menoleh ke belakang untuk melihat sumber suara.Seolah telinganya lebih tajam dan diperlukan dari pada indra pengliha
"Iya benar banget!""Kita pernah disuruh jaga pintu depan selama mereka menyewa perempuan, mereka enggak ragu buat berhubungan dengan sesama laki-laki.""Ih ... pokoknya kalau sudah soal hubungan badan, mereka enggak ada batasan sama sekali. Tua, muda, cukup umur, di bawah umur, kaya, miskin, laki-laki, perempuan, semua disikat.""Orang-orang sakit memang."Segala ocehan enam mahasiswa yang terekam saat proses syuting dokumentasi pun terdengar jelas, semua yang dikatakan dan semua yang terungkap adalah fakta yang terjadi dan dialami, "di salah satu artikel, ada yang menyatakan. Bahwa kalian pernah tidak bisa tidur dua hari dua malam, karena mereka sedang memproduksi film dewasa di tempat kalian. Apa benar?" tanya seorang wanita di balik kamera, sosok yang sudah cukup dekat dengan enam mahasiswa karena kedatangannya ke desa."Betul," jawab Vina setelah menarik napas panjang dan menjawabnya dengan tegas, "Desry yang paling merasakan akibatnya."Bergeser sedikit kepala kamera dan terfoku
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.