Ingin pulang ke rumah orang tua, namun Rochman merasa tidak enak hati jika tidak pulang bersama istrinya. Dia pun tidak ingin kedua orang tuanya tahu masalah rumah tangganya.
'satu tahun aku pacaran dengan Jhulie, dan orang tuaku sudah setuju dan menikahkan kita, sekarang sudah tiga tahun pernikahan kita, apakah harus berakhir kandas begini?' batin Rochman.Sekilas, kembali teringat kejadian sewaktu Rochman masih berpacaran dengan Jhulie.****Flashback tiga tahun lalu ....Sepasang suami istri paruh baya yang merupakan kedua orang tua Rochman, terlihat penuh wibawa mendekati anak semata wayangnya yang tak lain adalah Rochman."Man, kamu sudah satu tahun menjalin hubungan dengan Jhulie. Apakah kalian tidak ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih serius? Kami ingin sekali menimang cucu, mendengar tangisannya setiap hari mengingat umur kami sudah tidak muda lagi," kata Ibunda Rochman.Rochman mengerutkan keningnya, dia merasa heran karena ibunya berbicara yang tidak biasanya. "Mama ini, kok ngomongnya gitu?""Kamu dengarkan dulu maksud Mama, kami kan sudah tua, kalau ada apa-apa di kemudian hari, kami tentu bisa menghadapinya dengan tenang, kalau kamu sudah menikah dan punya anak. Kami akan bangga, kalau kamu sudah berkeluarga. Kamu paham, kan?" tutur Ibunda Rochman. "Iya, Ma, aku paham. Tapi, bagaimana dengan Jhulie, apa dia mau nikah mendadak?" ujar Rochman."Tidak begitu juga konsepnya, Papa tidak meminta kalian nikah mendadak, kalian berdua bisa membicarakan dulu hal ini, dan menyiapkan segala sesuatunya," sambung Ayah Rochman.Rochman mengangguk pertanda memahami maksud kedua orang tuanya itu.**Flashback offRochman tampak sedang memijit pelipis matanya. dadanya terasa sesak, menyadari pernikahannya yang telah kandas hanya karena ulah Jhulie.Sedih pun percuma bagi Rochman, hal itu tidak akan menyelesaikan masalahnya.****Tak terasa, malam hari tiba. Dan Rochman masih saja berkeliaran mengendarai mobilnya, pria itu hanya berkeliling di sekitar jalanan itu saja. Karena lelah dan juga mengantuk, Rochman memutuskan untuk pulang.Saat itu, Jhulie sedang menonton televisi di ruang tengah. Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas tengah malam, namun Rochman tak kunjung pulang. Hingga tanpa sadar, Jhulie tertidur di sofa.Ceklek ....Sayup-sayup terdengar suara pintu terbuka. Jhulie yang memang belum pulas, pun terbangun. Dia menoleh ke arah pintu. Tampak Rochman sedang berjalan menuju ke arah istrinya."Jhulie, kamu belum tidur?" tanya Rochman."Apa kamu buta? Bukankah kamu lihat sendiri, kalau aku masih melek," cetus Jhulie."Ya Tuhan, kamu kasar sekali dengan suamimu, Jhul," lirih Rochman sambil mengelus dada."Karna aku sudah tidak cinta lagi denganmu, paham? Kamu tunggulah surat cerai dari pengadilan. Besok, aku akan mengajukan gugat cerai," kata Jhulie lantang."Jhul, kalau kamu memang ingin menceraikan ku, terus buat apa juga kamu mau menikahi denganku? Harusnya kamu tolak kesepakatan orang tua kita waktu itu. Sebenarnya, aku juga dari awal ragu untuk menikah cepat. Tapi, aku hanya mencoba patuh dengan perintah orang tuaku. Karna bagaimana pun, mereka adalah orang tuaku yang sudah membesarkan ku," tutur Rochman dengan nada mengiba.Jhulie menatap intens ke arah Rochman. "Aku pun sama denganmu, aku hanya mematuhi perintah orang tuaku. Awalnya aku pikir, aku akan hidup bahagia menikah denganmu. Tapi ternyata, aku punya suami seperti tidak punya suami.""Jhul, kita bisa membicarakan lagi masalah ini. Dan tidak harus bercerai. Kita sudah menikah selama tiga tahun, apa kamu ingin pernikahan kita kandas begitu saja?" ujar Rochman."Sudahlah, aku malas berdebat denganmu! Sekarang, buatkan aku minum, setelah itu aku ingin istirahat," ujar Jhulie ketus."Jhul, seharusnya kamu yang membuatkan aku minum, kamu itu istriku, jadi sudah sepantasnya kamu melayaniku," ketus Rochman."Enak saja, aku haus jadi kamu wajib membuatkan aku minum, lagian kamu dari mana saja? Pasti enak-enakan kan pergi senang-senang," tukas Jhulie."Senang-senang apa, Jhul? Aku hanya mengelilingi jalanan, sambil memikirkan pernikahan kita ini," kata Rochman."Sudah-sudah, cepat buatkan aku minuman hangat, aku sedang tidak ingin membahas lainnya," ketus Jhulie.Dengan langkah gontai, Rochman berjalan ke dapur, dan menyeduh minuman untuk istrinya. Mereka berdua memang belum memiliki Asisten Rumah Tangga, karena mereka memang belum mendapatkannya.Di dapur, Rochman bingung mencari teh untuk diseduh, karena dia memang belum pernah membuatkan minum untuk istrinya. Biasanya, selalu dibuatkan oleh asisten rumah tangganya, sewaktu belum pindah di rumah barunya itu.Setengah jam kemudian ...."Mas! Lama sekali kamu. Disuruh buat minum, malah ngapain kamu?" Jhulie terlihat geram."Sabar, Jhul, aku sedang mencari teh, dan air dispenser juga habis, jadi aku harus merebus air dulu ...." Terdengar suara dari arah dapur membuat Jhulie bertambah geram.Prang ....!Tiba-tiba terdengar suara gelas pecah."Apa lagi sih? Jadi suami tidak betul, bikin minum saja tidak bisa!" gerutu Jhulie sambil berjalan ke arah dapur."Apa yang pecah?" tanya Jhulie spontan.Maaf, Jhul, gelasnya licin jadi jatuh," kata Rochman merasa bersalah."Kamu itu, jadi suami saja tidak benar, suruh bikin minum harus ada drama gelas pecah. Sudahlah, aku mau keluar. Cari minum di kedai saja pasti lebih enak." Jhulie segera berlalu meninggalkan Rochman yang sibuk membersihkan pecahan gelas."Jhul, kamu mau kemana? Ini sudah malam, tidak baik untuk perempuan keluar semdiri," cegah Rochman.Namun Jhulie tidak menghiraukan ucapan suaminya, dia terus saja berjalan keluar rumah.Rochman pun pasrah, dia membersihkan pecahan gelas tersebut. Setelah semuanya bersih, Rochman berjalan ke arah ruang depan. 'Hem, pergi beneran dia. Tidak betah di rumah kah?' batinnya.Kemudian pria itu berjalan masuk ke dalam kamar, dia berdiri di depan cermin. Mengamati dirinya lewat pantulan cermin."Kenapa semua jadi seperti ini? Kalau saja aku tahu bakal jadi begini, aku tidak akan mau menikah dengan Jhulie waktu itu. Tapi, aku juga tidak kuasa menentang kemauan orang tuaku. Padahal ini rumahku, tapi kenapa seolah aku yang menumpang kepada Jhulie." Rochman bermonolog pada dirinya sendiri sambil terus menatap cermin.Satu jam kemudian, Jhulie pulang, dia bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri.Byur ....!Suara gebyuran air terdengar hingga ke telinga Rochman yang masih berdiri di depan cermin di dalam kamar."Apakah Jhulie, yang mandi? Tapi, malam-malam begini," batin Rochman seraya berjalan keluar kamar.Beberapa saat kemudian, Jhulie selesai mandi. Setelah berpakaian, Jhulie itu masuk ke dalam kamar tamu, kemudian menutupnya.Klek ....Terdengar jelas kalau pintu dikunci dari dalam. Rochman mengerutkan keningnya. Pria itupun masuk ke dalam kamarnya, dan merebahkan tubuhnya di atas kasur berukuran king size.Rochman menatap langit-langit kamar, 'kenapa dia tidak tidur di kamar ini? Ada apa dengan istriku? Bukankah dia yang berulah. Dia yang selingkuh, harusnya dia minta maaf dan janji tidak mengulangi lagi. Tapi, justru dia yang memusuhiku,' batinnya.Tanpa sadar, Rochman akhirnya memejamkan matanya.Keesokan hari ....Hari itu adalah hari minggu, dan restoran tempat Rochman mengais reje
Rochman pun merebahkan tubuhnya di atas kasur. Netranya menerawang langit-langit kamar ...."Mungkinkah Jhulie bukan jodohku? Apakah aku siap, bercerai dengannya?" Tanpa disadari wajahnya telah banjir oleh air mata.Pria itu tidak tahu, harus bagaimana. Dia tidak menyesal menikahi Jhulie, namun dia sangat heran kenapa sikap istrinya justru jadi berubah sembilan puluh sembilan persen.Padahal dulu di mata Rochman, Jhulie merupakan sosok pendiam dan patuh. Kalau pun wanita itu merasa tidak puas dengan nafkah batin, dia dapat membicarakan baik-baik dengan Rochman, dan bukan mengambil jalan pintas dengan berselingkuh. Terlebih dengan tetangganya sendiri."Gara-gara pindah ke rumah ini, istriku jadi berbuat nekat. Dan ini semua, gara-gara pria brengsek itu," umpat Rochman.****Di tempat lain ....Di sebuah diskotik, Jhulie dan Antonio duduk berhadapan menikmati minuman yang membuat mereka melayang. Antonio menghisap rokok perlahan, dan terus berulang.Apa kamu yakin, akan bercerai dengan
Kini Jhulie sampai di rumah Antonio. Dan tanpa ragu, Jhulie membuka pintu rumah yang rupanya tidak dikunci. Antonio terkesiap, melihat gadis pujaannya datang tiba-tiba.Antonio yang sudah tak dapat lagi menahan hasratnya, pun segera menghampiri Jhulie dan langsung mengecup bibir ranum Jhulie."Sayang, kamu datang kok tidak mengabariku dulu. Suami kamu gimana? Apa dia tidak kepo?" ujar Antonio ramah."Sudah, jangan bahas dia, aku malas dengarnya," tampik Jhulie."Okelah ... aku kangen, sayang," bisik Antonio di telinga Jhulie."Sama, sayang," sahut Jhulie.Mereka berdua pun melakukan adegan panas, namun kali ini sangat panas, dan kali ini Jhulie begitu menikmati permainan Antonio, karena gadis itupun sudah tak dapat menahan hasratnya lagi. Mereka bermain di atas sofa, dengan gaya begitu menantang.Akhirnya permainan selesai, dan kedua insan tersebut terkulai lemas dengan peluh membanjiri seluruh tubuh, hingga akhirnya mereka terlelap dalam tidurnya di atas sofa.Tak lama, Jhulie terban
Rochman pun menyuruh Jhulie turun dari mobilnya, kemudian pergi begitu saja meninggalkan Jhulie yang masih berdiri di depan klinik. Kesabaran pria itu serasa habis."Silahkan pergi, dan tunggulah surat cerai dariku," gumam Jhulie lirih.Akhirnya Jhulie menyetop taxi yang kebetulan melintas, dan masuk ke dalam. Sampai di depan rumah Antonio, Jhulie turun dan langsung masuk ke dalam tanpa mengucap salam, atau menekan bel rumah. Dan kebetulan pintu rumah tidak dikunci."Aku hamil, Sayang. Dan usia kandungan ku baru satu minggu," kata Jhulie spontan dengan raut wajah memancarkan keceriaan. Kedua bola mata Antonio membulat seketika. "Kamu hamil?" ulangnya.Jhulie mengangguk antusias.Antonio terdiam untuk beberapa saat. Pria itu kembali mengingat sebuah perjanjian dengan ayahnya. Kalau dia segera menikah dan mempunyai keturunan, dia akan mendapatkan seluruh harta kekayaan ayahnya.Antonio selama ini memang tidak bekerja, dia hanya membantu ayahnya menjual saham dari perusahaan ke perusaha
"Aku akan ke pengadilan, dan mengurus surat perceraian kita, tapi tidak dalam waktu dekat ini," tegas Jhulie tanpa menatap ke arah Rochman."Maksud kamu apa?" tanya Rochman menatap heran kepada Jhulie."Kamu tidak paham maksudku?" selidik Jhulie."Lho, bukankah kamu sendiri yang bilang, kalau kamu akan menceraikan ku? Kenapa sekarang lain lagi ucapan mu?"Jhulie pun mengesah, dia menggaruk kepalanya yang tak gatal itu."Benar, aku memang akan menceraikan mu. Tapi semua butuh proses," tegas Jhulie."Apa lagi yang kamu tunggu? Kamu mau bikin aku tambah menderita lebih parah lagi, baru kamu akan mencampakkan ku, begitu?" bantah Rochman sambil berkacak pinggang."Sudah, aku tidak mau berdebat dengan mu, pokoknya aku akan menceraikan kamu, tapi tidak dalam waktu dekat ini. Kalau kamu masih membantah, tahu sendiri akibatnya," umpat Jhulie kemudian berlalu meninggalkan Rochman, wanita itu masuk ke dalam kamar tamu.'Dasar perempuan pengecut. Apa sih yang dia tunggu? Katanya mau menceraikan k
Jika saja waktu bisa diputar, mungkin bagi pria yang masih saja merasakan sakit hati lantaran diceraikan istrinya itu, lebih memilih terluka fisik daripada hatinya yang terluka.****Suatu pagi, Rochman baru saja datang di restoran tempat dia mengais rejeki."Kamu sudah datang?" sambut pemilik restoran yang merupakan atasan Rochman bernama Jakcson"Eh, sudah, Mister," angguk Rochman ramah."Saya minta tolong, kamu antarkan istri saya ke kantor, karna dia belum begitu mahir bawa mobil. Kebetulan saya akan mengikuti tender di luar kota, dan tidak bisa ditolak, jam sepuluh harus sudah sampai sana. Jadi saya tidak sempat antar istri saya," titah Jackson.Jackson dan istrinya, Sidney adalah orang asing yang menetap di Indonesia. Mereka memiliki sebuah perusahaan yang dikelola bersama. Mereka merintis usaha tersebut dari awal pernikahan mereka, hingga kini menjadi sebuah perusahaan besar.Pasangan suami istri tersebut pun mendirikan sebuah restoran sebagai usaha sampingan, dan dipasrahkan ke
Tiba-tiba dari arah belakang, Sidney memeluk Rochman. Hal itu sontak membuat Rochman terkesiap.Deg ....Jantung Rochman berdetak kencang, iramanya tak beraturan.Cukup lama kedua insan itu diam tak bergeming. Perlahan, Rochman membalikkan tubuhnya hingga posisinya kini saling berhadapan dengan Sidney.Rochman menatap intens ke arah Sidney. Dia pun salah tingkah."Maaf, kalau saya lancang," kata Sidney menurunkan pandangannya."Eh, em ... tidak apa-apa, santai saja," gugup Rochman."Boleh minta nomer telpon mu?" kata Sidney."Boleh saja," sahut Rochman.Kemudian mereka bertukar nomor ponsel."Apa nanti malam kamu ada acara?" tanya Sidney."Tidak ada," jawab Rochman singkat."Saya ingin ngobrol denganmu," kata Sidney."Huh?" Rochman mengerutkan keningnya. "Mengobrol denganku? Memangnya, Tuan Jackson tidak marah?""Suami saya keluar kota selama tiga hari, jadi dia tidak akan tahu," ujar Sidney santai.Bagai pucuk dicinta ulam pun tiba, Rochman seolah mendapat kesempatan dalam kesempitan.
"Boleh," angguk Sidney tanpa sadar.Rochman pun memesan kamar hotel yang berada di lantai atas di dalam bar tersebut. Kini mereka berdua telah berada di dalam kamar. Mereka duduk di bibir ranjang.Rochman mengambil kesempatan untuk mendekati Sidney lebih jauh."Kenapa Miss mau menuruti ajakan saya?" tanya Rochman kepada Sidney."Sebenarnya, saya haus belaian walaupun saya punya suami," jawab Sidney."Haus belaian? Maksud Miss?" ujar Rochman yang masih belum mengerti dengan ucapan wanita di sebelahnya itu."Suami saya ...." Sidney menghentikan ucapannya."Miss, kalau anda punya uneg-uneg, cerita saja tidak apa-apa, mungkin bisa membuat anda lebih lega," kata Rochman.Sidney tersenyum dipaksa. "Suami saya impoten ...."Rochman terdiam seketika mendengar ucapan Sidney barusan. Dia pun mengesah pelan."Jadi selama ini, Miss tidak pernah berhubungan dengan suami Miss di ranjang?" tanya Rochman akhirnya.Sidney hanya menggeleng lemah."Terus, kenapa Miss mau menikah dengan dia?" heran Rochm