Share

Sirnanya Harga Diri

Rochman pun merebahkan tubuhnya di atas kasur. Netranya menerawang langit-langit kamar ....

"Mungkinkah Jhulie bukan jodohku? Apakah aku siap, bercerai dengannya?" Tanpa disadari wajahnya telah banjir oleh air mata.

Pria itu tidak tahu, harus bagaimana. Dia tidak menyesal menikahi Jhulie, namun dia sangat heran kenapa sikap istrinya justru jadi berubah sembilan puluh sembilan persen.

Padahal dulu di mata Rochman, Jhulie merupakan sosok pendiam dan patuh. Kalau pun wanita itu merasa tidak puas dengan nafkah batin, dia dapat membicarakan baik-baik dengan Rochman, dan bukan mengambil jalan pintas dengan berselingkuh. Terlebih dengan tetangganya sendiri.

"Gara-gara pindah ke rumah ini, istriku jadi berbuat nekat. Dan ini semua, gara-gara pria brengsek itu," umpat Rochman.

****

Di tempat lain ....

Di sebuah diskotik, Jhulie dan Antonio duduk berhadapan menikmati minuman yang membuat mereka melayang. Antonio menghisap rokok perlahan, dan terus berulang.

Apa kamu yakin, akan bercerai dengan suamimu?" tanya Antonio kepada Jhulie.

"Tentu saja yakin sekali. Dan setelah aku cerai dengan Rochman, aku akan menagih janjimu. Bukankah kamu akan menikahi ku?" ujar Jhulie.

Antonio tersenyum evil, "tentu saja, sayang."

"Tapi kamu janji, setelah kita nikah, kamu jangan seperti suamiku, tidak memberi kepuasan untukku," kata Jhulie.

Antonio pun tertawa terpingkal. "Ternyata kamu maniak seks."

"Wajar saja, kan aku normal. Jujur, semenjak jadi istri Rochman, aku jarang diberi kepuasan. Dia selalu sibuk dengan pekerjaannya," tutur Jhulie.

"Namanya juga laki-laki. Bukankah dia bekerja juga untuk kamu? Dan uang yang dia dapat, untuk menghidupi kamu, kan?" ujar Antonio.

Jhulie menatap wajah Antonio, keningnya berkerut. "Kenapa kamu jadi membela dia?"

"Oh ... tidak, ini tidak seperti yang kamu kira. Maksud ku, kalau kamu masih ingin hidup dengan suami kamu, aku rela kok kalau harus menjadi selingkuhan kamu, sampai kapan pun kamu mau," tutur Antonio bijak.

"Jhulie semakin tidak mengerti dengan ucapan pria di hadapannya itu. "Apa kamu tidak ingin menikah secara resmi, denganku?"

Antonio tertawa sekali lagi. "Aku siap kapan pun menikahi kamu, ya sudah tidak perlu dibahas lagi masalah suami kamu. Malah jadi salam paham."

Jhulie pun memanyunkan bibirnya ....

"Lagian, kamu juga belum cerai dengan suami kamu itu, kok sudah membahas pernikahan denganku," ledek Antonio merasa konyol dengan Jhulie.

"Aku akan mengurus secepatnya, kamu sabar dulu. Kan apa-apa butuh proses," kata Jhulie merasa yakin.

"Iya, kamu fokus dulu saja dengan urusanmu, setelah kamu beneran cerai dengan suami kamu, barulah kita membahas pernikahan kita," lirih Antonio.

Jhulie tersenyum dalam anggukannya.

****

Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas tengah malam. Kedua insan itu sudah dikuasai alkohol.

"Ayo kita cari hotel," ajak Antonio kepada Jhulie.

Jhulie hanya mengangguk tanpa berbicara sepatah kata pun. Pandangannya mulai kabur, dan tubuhnya terasa lemas.

Kini mereka berdua telah berada dalam sebuah kamar ....

Antonio menatap intens wajah Jhulie yang berdiri di hadapannya. Pria itu sungguh terlena akan kecantikan Jhulie.

"Kamu cantik sekali, Jhul, seperti bidadari. Dan tidak ada yang menandingi kecantikan mu ...." Antonio melontarkan kata-kata di luar kesadaran.

Sementara Jhulie yang mendengar ucapan lirih dari bibir Antonio, sama sekali tak mempercayainya.

"Mas, kamu bercanda, kan?" tukas Jhulie sambil menatap Antonio diiringi senyum terpaksa.

Antonio masih menatap Jhulie, dia tidak merespon ucapan wanita itu. Seketika gairah kelelakiannya bangkit. Pria tampan itu segera membopong tubuh Jhulie, dan menidurkannya di atas kasur king size.

Sedangkan Jhulie pun pasrah dengan apa yang dilakukan oleh Antonio.

Perlahan, Antonio mengecup dan memagut bibir ranum milik Jhulie. Dan saat itu juga, adrenalin Jhulie bermain dan melayang.

Antonio terus memagut bibir ranum Jhulie, sedangkan Jhulie merasakan kenikmatan yang luar biasa, kenikmatan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Padahal saat itu, Jhulie sudah melakukan perbuatan terlarang itu berkali-kali dengan Antonio. Namun entah mengapa, hari itu dia merasa Antonio lebih perkasa dibanding hari-hari sebelumnya.

Aroma alkohol yang menguar dari mulut Antonio, pun tak dihiraukan oleh Jhulie. Wanita itu terus menikmati setiap ritme, yang dihasilkan oleh Antonio.

Ketika Jhulie tidak membalas, Antonio pun semakin memperdalam pagutannya pada bibir Jhulie.

Jhulie sempat mengingat Rochman suaminya, namun dia segera menampik pikirannya. Wanita itu pun memilih untuk menikmati percintaan gelap bersama Antonio selingkuhannya. Jhulie mulai membalas pagutan bibir Antonio, dan dengan berani pula dia merangkul leher pria itu, hingga tidak ada jarak lagi di antara mereka.

Mendapat respon dari Jhulie, Antonio pun semakin berani bahkan pria itupun meninggalkan tanda merah pada leher Jhulie.

Suasana kamar yang semula sunyi, kini hanya terdengar deru napas yang saling memburu, dan rintihan sepasang kekasih gelap yang tengah melakukan penyatuan.

Jhulie meremas sprei dengan kuat ketika Antonio telah mencapai puncaknya. Terasa perih di bawah sana. Kini sepasang kekasih gelap itu tertidur pulas dengan posisi saling berhadapan, tangan mereka saling memeluk.

****

Waktu terus bergulir, hari terus berganti. Hubungan Rochman dan Jhulie semakin jauh dari kata harmonis. Sementara Rochman terus menyibukkan diri dengan bekerja mengais rejeki.

Rumah baru yang dibeli oleh Rochman memang berpenghuni, namun seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya. Kedua insan memilih sibuk dengan dunianya masing-masing.

Sore hari seperti biasa, Jhulie menonton televisi di rumahnya. Namun dia merasa bosan dengan acara televisi, dia pun beranjak dari duduknya hendak masuk ke dalam kamar. Namun seketika netranya mengarah pada sosok Rochman yang berjalan masuk.

"Jhulie, aku pulang," kata Rochman sambil tersenyum ramah ke arah istrinya.

"Memangnya kalau kamu sudah pulang, kenapa?" ketus Jhulie acuh tak acuh tanpa menatap wajah Rochman.

Rochman mengerutkan keningnya, "Jhul, suami pulang disambut, dong."

"Sudah jangan banyak bicara, lama-lama aku muak sama kamu." Jhulie segera berlalu dari hadapan Rochman.

Rochman menghirup napas dalam-dalam, lalu mengeluarkannya perlahan. 'Ya Tuhan, apa pernikahan ini sudah tidak dapat diselamatkan?' batinnya.

Rochman mendudukkan tubuhnya di atas sofa, netranya mengarah pada televisi yang masih menyala. Pria itu mendadak kehilangan semangatnya. Hendak mandi pun rasanya malas sekali.

Tak lama, Jhulie lewat dengan berpakaian elegan. Aroma parfum vanila menguar ke seluruh ruangan. Wanita itu berjalan ke arah pintu.

"Kamu mau kemana, Jhul? Kenapa tidak pamit?" tanya Rochman tanpa beranjak dari tempat duduknya.

Jhulie tidak menghiraukan pertanyaan suaminya, dia terus berjalan dan membuka pintu.

Klek ....

Blammm ....

Jhulie keluar dan menutup pintu setengah dibanting.

Rochman hanya menggelengkan kepala sambil mengelus dada. Dia benar-benar sedih dengan sikap suaminya itu.

"Sampai kapan, aku akan seperti ini terus? Aku sudah tidak tahan lagi. Kalaupun aku harus cerai, lebih baik aku cerai saja. Tapi ... kapan Jhulie akan menceraikan ku? Tidak mungkin juga aku yang mengakukan gugatan cerai, bisa-bisa jadi pertanyaan orang tuaku, dan juga mertuaku. Aku tidak ingin mereka kecewa," lirih Rochman.

Dengan langkah gontai, Rochman beranjak dari duduknya dan melangkahkan kaki panjangnya ke arah pintu rumah. Dia mengunci pintu takut ada yang masuk. Entah itu seseorang yang tak dikenal, ataupun maling dan sebagainya.

Setelah mengunci pintu, Rochman memandangi jendela rumah yang terbuat dari kaca, hingga dapat terlihat jelas jalanan di depan rumah. Pria itu seolah menatap kepergian istrinya.

"Kapan aku punya istri yang sayang dan perhatian denganku? Yang taat dengan suaminya, dan juga setia."

Rochman berucap, tanpa sadar bulir bening menetes di pipinya.

"Ah, kenapa aku jadi cengeng begini, sih," lirih Rochman.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status