Can I Call You Mine? šŸ„‚

Can I Call You Mine? šŸ„‚

Oleh:Ā Ā Aneylarevaa_Ā Ā On going
Bahasa:Ā Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 Peringkat
15Bab
1.4KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:Ā Ā 

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Pearl kira, selepas kehilangan kedua orangtua, menanggung hutang ratusan juta, juga mengalami peristiwa yang membuatnya traumaā€”ia tak akan kembali bahagia. Namun rupanya, Tuhan memberi ganjaran sekaligus tamparan berupa lelaki arogan yang teramat tampan. Lelaki yang membuatnya kembali mempunyai harapan, suatu keinginan yang membuatnya kembali merasakan kehangatan. Akankah ia kembali tertampar kenyataan kemudian kecewa ke sekian kalinya?

Lihat lebih banyak
Can I Call You Mine? šŸ„‚ Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
El Zarra
Ceritanya menarik
2021-08-29 19:53:37
0
15 Bab
PROLOGUE
"Aku tahu ... aku tahu ini terdengar konyol. Tapi jadilah milikku, Lava." Pria berkemeja kelabu itu terkekeh sinis, melipat dua lengannya depan dada. Menjeling pada bawahannya yang menatapnya lekat-lekat. Gadis itu tak gencar sedikit pun; entah untuk memandangnya atau juga melontarkan kalimat penuh makna tadi. "Kenapa? Jadilah milikku." Bukannya menimpali, lelaki tadi membuang muka. Menghela napas panjang-panjang—seolah gadis di hadapannya ini sangat menguras kesabarannya. Merasa dicuaikan, gadis yang sama menarik dasi lelaki itu kasar-kasar. Menyejajarkan dua iras mereka; matanya memicing. "Cepat jawablah—katakan iya, atau tidak! Aku butuh kepastianmu!" Lelaki itu terkekeh, menepis lengan sang gadis dan membenarkan posisi dasi kesayangannya. Lagi-lagi mengembuskan napas. Merasa dapat jawabannya—penolakan—sang gadi
Baca selengkapnya
SATU
Alunan melodi elegi memenuhi ruangan mewah bernuansa emas itu, menyempurnakan rasa lara pada hati sang wanodya yang tak berkata apa-apa. Di sana, atas bangku bundar, Pearl terus mengusap air matanya. Bibirnya terus merengek, mengeluarkan suara-suara lirih yang seperti tanpa makna. Netranya tak bisa berhenti untuk memandangi jasad Papa Mamanya yang dibaringkan dalam dua peti nan tertutup sepenuhnya. Ia merasa hancur, tetapi ia tak bisa melakukan apa-apa. Dua sosok yang amat dicintainya itu telah tiada. Lemari jam antik itu pun telah berdentang ke dua belas kalinyaā€”mengartikan bila kini telah tengah hari. Namun seolah tak mau peduli, Pearl malah berhamburan ke arah peti; hendak membukanya dan menyaksikan orang tuanya ke sekian kali. Sebelum itu terjadi, tubuhnya telah ditahan oleh satu tangan. Pergerakan Pearl berhenti seketika, tetapi sedu-sedannya tak kunjung berhenti juga. ā€œSudah, Pearl! Berhentilah m
Baca selengkapnya
DUA
ā€œHishhh!ā€ Gadis itu melontar kaleng minuman terakhir. Mendekap tas yang seharusnya ia sandang. Namun sayangnya, kedua pundaknya terlalu penat untuk membawa. Jadi berakhirlah ia di sini, di pinggir jalan dengan merangkul semua bebannya: beban benda maupun hidup. Sungguh, ia tak menyangka kedua orang tuanya setega itu untuk membuatnya menanggung utang yang mungkin tak terhitung lagi jumlahnya. Euhm yaa, itu hanya hiperbola. Karena sesungguhnya, utang yang harus dibayarnya sebanyak setengah miliyar saja. Saja. Sekali lagiā€”saja. "Ish ... lapar." Ia meraba perut ratanya. Meringis lirih. Ia tahuā€”tahu betul jika lambungnya butuh banyak nutrisi juga karbohidrat; singkatnya perlu terisi lantaran lapar. Hanya, harus makan apa dia? Untuk beli makanan saja ia harus berpikir ratusan kali, bagaimana untuk menyewa sebuah apartemen? Kos murahan saja tidak akan bisa. Sejenak, Pearl mengeluarkan dua lembaran uang berwarna merah dalam sakunyaā€”satu-satunya harta
Baca selengkapnya
TIGA
"Itu bukan salahku, ‘kan?""Mana kutahu," desis Alaric.“Kau ini bagaimana, sih? Katamu kau sudah menjadi Psikolog sekarang! Apa sedaritadi kau tak mendengarkan celotehanku?! Belum lagi sejak hari pertama kau menyuruhku untuk membersihkan seisi rumahmu!" berondong Pearl. "Dasar tak tahu diri!”“Ck, maksudku ....” Alaric menghentikan ucapannya.“Apa? Apa maksudmu sebenarnya?" seru Pearl dengan iras yang berlelehan air mata."Y-yaa ... kau ini terlalu fanatik dan mengikuti kehidupan Magma, idol aneh itu sampai kau tak peduli oleh kehidupanmu sendiri. Perlu kuakui orang tuamu terlalu memanjakanmu. Mereka salah membiarkanmu selalu mendapat apa yang kau mau."Pearl memalingkan muka."Lihatlah sekarang! Anak mereka jadi bodoh, manja, dan seenaknya. Perbaikilah kepribadianmu, lalu aku boleh mengatakan bahwa ini bukan salahmu."
Baca selengkapnya
EMPAT
Arkian kembali melanjutkan langkahnya untuk mendapati mobil bercorak biru yang ditabungnya setengah tahun alias penuh perjuangan. Namun itu sebelum suatu ingatan mendadak terbesit di otaknya.“Astaga ... Pearl?!”šŸ„‚Netra yang berbinar itu tak kunjung berpaling. Justru gadis dengan tingkah acak itu bangkit dari tempatnya, mendekati sebuah penginapan yang dia lihat dari kejauhan—dari titik ia berada. Nekat untuk mendatanginya segera.Lengannya mendorong pintu kaca pada muka, membukanya, dan melangkah masuk tanpa kata. Pemandangan yang kali pertama menyapa adalah para tamu yang terlena akan aktivitas mereka. Suasana di sana membuatnya tersenyum manis tanpa alasan nyata. Ia hanya merasa bahagia secara tiba-tiba.Entah mendengar senandika atau bagaimana, Pearl melanjutkan langkahnya. Memasuki lorong panjang yang didominasi oleh corak kecokelatan. Estetik, kata yang bisa tergambarkan. Netranya pun kembali berbinar ketika mendapati lamp
Baca selengkapnya
LIMA
"Jujur saja, kau menerima pekerjaan itu karena penginapan tadi pernah menampung Magmaā€”idol yang membuatmu tergila-gila itu, bukan?" seru Alaric seraya membanting pintu mobil di sandingnya. Ia melangkah pergi dengan cepatnya, meninggalkan Pearl yang masih berusaha mencerna. "Eā€”yaa, itu salah satu alasannya. Tapiā€”" "Sudah kuduga. Kau memang tak pernah berubah. Kau bodoh dan berpikir dengan jangka pendek saja, sama seperti enam tahun lalu. Kau masih dan selalu manja. Tidakkah kau sadar jika itu menyebalkan?" Pearl melangah, tetapi tungkainya terus membuntuti langkah Alaric yang tergesa. Namun seolah tak peduli, lelaki itu semakin mempercepat langkahnya. Mengabaikan Pearl yang tengah berusaha menyusul dirinya; meninggalkan area parkiran apartemen mereka. "Memang apa salahnya menggemari orang yang sama bertahun-tahun?" tanya Pearl dengan napas tersengal. "Tak ada yang salah." Alaric meliri
Baca selengkapnya
ENAM
  Beggh Menutup pintu mobil dengan tungkainya, gadis itu menghela napas. Tersenyum lepas menyelesaikan tugas lainnya; itu artinya ia bisa kembali ke apartemen secepat-cepatnyaā€”sebelum Alaric kembali meneleponnya. Dengan lengan yang membawa dua tumpukan kotak telur, beberapa botol bir, juga tas belanjaan dalam waktu yang bersamaan; ia kembali melanjutkan langkahnya. Namun itu sebelum ia mengingat kembali apa yang ditinggalkannya di dalam sana. ā€œSusu. Ya, susu.ā€ Pearl membalikkan tubuhnya, memaksakan diri untuk mengulurkan satu tanganā€”membuka pintu mobil itu setelah beberapa saat berusaha, mengingat terdapat beban lain dalam cekalan. Ketika berhasil, ia segera menggapai dua botol susu dan menyesakkannya di tengah barang-barang yang ia genggam. Di saat itu juga lah, satu seruan menyerukan namanya. ā€œPEARL? Kau terlambat dari waktu yanā€”ā€ Meringis sesaat, Pearl langsung membalikkan tubuhnya. Berlari ter
Baca selengkapnya
TUJUH
ā€œAku tahu, kau pasti masih mencintaiku.ā€ Lelaki itu menaikkan kepalanya, menampakkan segenap irasnya pada Pearl yang kian membulatkan mulutnya. Meski terpana, Pearl tetap histeria. Ia menggapai ponselnya dengan tangan yang gemetaran, gegas menelepon Alaric untuk mencari bantuan. Alaric memang segera mengangkatnya, hanya saja, ā€œTahukah kau bahwa ini telah terlewat setengah jam dari waktu yang kita janjikan? Apa yang kau lakukan?ā€ ā€œA-aku ... ada orang di mobilā€”ā€œ ā€œApa pun itu berusahalah untuk tepat waktu. Ini sudah petang!ā€ ā€œAlaric! Dengar dulu,ā€ sentak Pearl dengan napas tersengal. Bahkan saking ketakutannya ia, ponsel yang dipegangnya sampai ikut bergetar. Ponsel itu berakhir terjatuh di sebelah kakinyaā€”di samping rem kaki juga gas di bawah sana. ā€œPearl? Pearl?ā€ Ponsel berwarna putih itu bergetar, membuat sang gadis makin gentar. ā€œKau mendengarkanku, ā€˜kan?ā€ Dengan peluh yang membasahi pelipis, akhirn
Baca selengkapnya
DELAPAN
Suara berbagai seruan serupa dengungan lebah berhenti seketika tatkala sesosok pria memasuki ruangan dengan angkuhnya. Sejujurnya bau alkohol masih tercium dari jas ataupun kemeja miliknya, tetapi berhubung dia sosok yang paling berkuasa tak ada yang berani mempermasalahkannya. Dua belas insan itu berdiri tegap, sementara sang pria terduduk dalam ā€˜singgasanaā€™nya. ā€œBegini Tuan Yadā€”ā€ ā€œLangsung saja ke intinya,ā€ potongnya. Perempuan berkacamata bulat itu berdehem sejenak, kemudian kembali membaca kertas laporan dalam tangannya. ā€œMenurut data yang telah ada, Yadaā€™s Boutique yang berada di pusat kota mengalami kerugian yang cukup besar lantaran banyaknya butik lain dengan harga yang lebih terjangkau dan kualitas yang baikā€”ā€œ Melihat tatapan tajam dari sang pria, perempuan itu membenarkan ucapannya. ā€œā€”tapi tak lebih baik dari butik kami tentunya, haha. Kerugian ini mungkin tak begitu kelihatan, tapi bisa dikatakan cukup fatal karenaā€”ā€œ ā€œKenapa kalian harus pa
Baca selengkapnya
SEMBILAN
Selalu sama setiap malamnyaā€”lebih tepatnya empat malam iniā€”Pearl terduduk pada kursi kayu dekat pintu. Menunggu, masih menunggu keajaiban yang ia tunggu. Menunggu sesuatu yang ia mau. Tatapannya kosong, sementara satu tangannya mencekal dompet kulit itu erat-erat. Ia tahu ia licik, ia tahu ini cara yang salah. Namun ia tahu, bila selama soal cinta itu bukan masalah. Ia kira, ketika ā€˜meminjamā€™ dompet itu tanpa sepengetahuan si empunya, maka Lava akan kembali tanpa dipintaā€”jadi ia punya alasan untuk mengenalnya lebih lama. Ia kira ini akan semudah yang ia damba, akan tetapi sebaliknyaā€”berhubung ini bukan dunia asosiasi apalagi halusinasi. Ting tong! Mendengar suara itu, Pearl cepat-cepat berhamburan ke arah pintu. Membukanya kemudian dengan berbagai bentuk kebahagiaan seperti senyuman. Akan tetapi begitu pintu terbuka lebar, segala rasa itu lenyap seketika. Menyisakan sorotan kecewa pada dua netranya. ā€œKenapa?ā€ Pearl menggeleng, membuka
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status