Share

Part 4

Oh, ya ampun! Bagaimana ini? Kenapa Fandi bisa ada di sini? Bukannya kemarin dia bertugas di kantor pusat? Kenapa tiba-tiba pindah ke tempatku? 

Dia mulai menyapa kami satu persatu dengan senyuman. Sampai pada akhirnya ia sampai ke arahku. Raut keterkejutan terlihat di wajahnya. Sejurus kemudian mata kami saling beradu. 

Aku langsung menunduk, menjatuhkan pandangan ke lantai. Apa-apaan ini. Kenapa dia harus berada di tempat ini. Kalau ketahuan sama Mas Aryo kami pernah pacaran, bagaimana? Bukan hanya dia yang terancam dipecat. Tapi juga posisiku sebagai Nyonya Bos Ayam, atau bahkan di hatinya. 

Aku harus apa? Atau aku saja yang resign dari tempat ini? Tapi aku baru saja beradaptasi. Atau sebaiknya aku jujur saja, agar Mas Aryo mengembalikan Fandi ke habitatnya semula di kantor pusat. 

Ah, tidak. Iya kalau Mas Aryo mengerti dan mengembalikannya baik-baik. Kalau ternyata dia marah dan cemburu, merasa dibohongi, dan akhirnya memecat Fandi, bagaimana? 

Kasihan juga Fandi. Kehidupannya juga tidak berbeda jauh dariku. Hanya seorang anak tukang jahit yang mati-matian belajar agar dapat beasiswa demi bisa menjadi seorang sarjana. Aku tidak boleh egois. Fandi harus tetap mendapatkan pekerjaannya. 

.

Acara perkenalan selesai. Semua kembali pada pekerjaan masing-masing. Aku berdiri di pojok ruangan sembari mengumpulkan piring dan memisahkannya dari sisa makanan. Lalu menumpuk piring-piring kotor itu agar mudah dibawa ke dapur. 

"Kamu kerja di sini, Yu?" Sebuah suara tiba-tiba mengagetkanku. 

"Fandi?" Aku sedikit memelankan suara. 

"Bukannya kamu sudah menikah? Kenapa malah kerja di sini?"

"Sssttt...." Aku menempelkan jari telunjuk ke mulutku. Menyuruhnya untuk ikut memelankan suara. 

"Jangan keras-keras, Fan." Aku celingak-celinguk memastikan tidak ada yang melihat kami. 

"Kenapa?" Dia terlihat khawatir. 

"Enggak, kok. Aku kerja part time di sini. Nggak ada yang tahu kalau aku sudah menikah."

"Suami kamu mana? Kenapa dia biarin kamu kerja kek gini? Kalau belum bisa ngasi nafkah anak orang, jangan nikah!" Dia terlihat marah. 

Ya, ampun, Fandi. Kamu salah paham. Jangankan nafkahi aku. Seluruh penghuni gedung ini juga dia yang nafkahi. 

"Udah deh, Fan. Ini keinginanku sendiri, kok."

"Aku cuman khawatir, Yu. Kalau kamu nikah sama aku, aku nggak akan mungkin biarin kamu kerja berat seperti ini." 

"Dih, apaan sih. Ini nggak berat kok. Lagian kenapa kamu khawatir kek gitu. Kita kan udah nggak ada apa-apa, Fan."

Dia terdiam. Mungkin merasa kalau ucapanku benar adanya. 

"Maaf, kalau selama kita kenal, aku belum pernah bawa kamu makan ke restoran ini, Yu. Apa karena itu kamu bekerja di sini?"

"Halah, makin ngaco aja. Ya nggak mungkin lah."

Lagi pula aku juga sudah pernah makan di sini bersamaku suamiku. 

"Maaf. Aku cuman nggak rela kamu kerja sebagai pelayan. Bukannya dari dulu cita-cita kita jadi pegawai kantoran, Yu? Masa kamu mau kerja kek gini."

"Nggak papa kali, Fan. Kan aku belum jadi sarjana. Nanti kalau udah wisuda, baru aku cari kerja yang lain."

Dia kembali terdiam. Seperti merasa iba melihat penampilanku saat ini. Menjadi karyawan training dengan seragam hitam putih. 

"Ya, udah. Aku balik dulu, ya. Kalau ada apa-apa, kamu bilang aja sama aku." Dia berbalik dan hendak melangkah.

"Fan?" panggilku, sebelum dia sempat melangkah. 

"Hem?" Ia kembali menoleh. 

"Jangan sampai ada yang tahu kalau kita pernah pacaran, ya?"

"Kenapa, Yu? Kan suami kamu nggak ada di sini."

Ada, Fan. Ada! Cuman rahasia. Kalau dia sampai tahu, kamu dan aku pasti tamat. The end. Alias harus out dari sini. 

"Terserah kamu aja lah!" Dia langsung berlalu dengan wajah kecewa, setelah melihatku hanya diam, seraya memandangnya dengan wajah memelas. 

Fiuh, aku selamat. Semua kembali aman. Mas Aryo tidak akan tahu kalau Fandi adalah mantan pacarku. Dan Fandi juga tidak akan tahu kalau Mas Aryo suamiku. Aku jadi bisa bekerja dengan tenang. 

Lagi pula, dengan berbaur dengan para pekerja, aku jadi bisa tahu apa-apa saja yang mereka bicarakan tentang restoran ini. Yah, hitung-hitung mendengar apa saja kelebihan dan kekurangan selama bekerja di perusahaan milik suamiku.

.

"Capek, Yu?" 

Lagi-lagi Mas Aryo hendak memijat kakiku. Dengan cepat aku menolak dan langsung membenarkan posisi duduk.

"Jangan, Mas. Mas Aryo kan juga bekerja. Ayu udah mulai terbiasa, kok. Nggak capek lagi. Kata Ibuk, Ayu harus melayani suami, bukan malah Mas Aryo yang melayani Ayu."  

"Mas nggak merasa keberatan, kok. Kerjaan Mas kan cuma duduk-duduk aja. Nggak jalan ke sana kemari."

"Iya, tapi hari ini Ayu benar-benar nggak capek lagi. Makin lama kerjaan Ayu makin ringan. Ayu jadi tambah semangat kerjanya."

"Kenapa?" Matanya seperti seorang detektive yang sedang menyelidiki. 

"Ya, karena udah biasa aja."

"Oh, gitu. Mas pikir karena ada alasan lain."

"Dih, Mas Aryo. Emang alasan apa lagi? Karena setiap hari kerja bareng suami, gitu? Geer deh."

"Emangnya enggak?" godanya. Aku tertawa kecil. 

"Mas Aryo kan di kantor terus. Nggak keliatan. Gimana Ayu mau semangat liat suami." Aku bersikap manja. 

"Oh, berarti karena ada cowok yang baru masuk tadi, ya?"

Deg! 

Kok Mas Aryo tiba-tiba bicara seperti itu. Apa tadi dia melihat aku dan Fandi sedang berbicara? Tapi aku yakin, tidak ada siapa-siapa di sana. Ah, mungkin dia hanya ingin menggodaku saja. 

"Dih, Mas Aryo. Becandanya nggak lucu deh. Cowok yang mana?" Aku pura-pura tak mengerti. 

"Itu, menejer baru. Ganteng, nggak?"

Tuh, kan. Pasti sedang membahas mantanku itu. 

"Oh, Fandi. Enggak kok. Biasa aja. Gantengan juga suami Ayu." Aku mencoba merayu. 

"Fandi?" Dia mengulangi ucapanku.

Duh, salah sebut lagi. Karena terbiasa, aku jadi seenaknya menyebut nama Fandi. 

"Eh, maksud Ayu, Pak Fandi." Aku mengusap tengkukku, salah tingkah. 

"Oh, Mas pikir kalian udah akrab."

Ish...peka sekali sih jadi orang. Selalu saja menebak semuanya dengan benar. Seolah-olah bisa membaca pikiran orang. 

"Akrab dari mana?" kilahku. 

"Dia juga dulu alumni di kampus kamu. Masa nggak tau?"

Eh? Kok tahu? Kan, kan. Pertanyaan menjebak ini. Aku harus bersikap bagaimana? Kalau tiba-tiba ternyata mereka teman akrab, bisa gawat. Bisa ketahuan kalau aku berbohong saat itu. 

"Ayu?" panggilnya lagi, saat aku tak menjawab. 

"Iya, Mas?"

"Kenal nggak?"

                                ********

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status