Share

Part 2

"Danu kamu dengar sendiri kan barusan Viola bilang kalau dia masih mempunyai perasaan denganmu? Mama yakin sebenarnya di hati kamu juga masih ada nama Viola kan?"

Ada binar harapan yang mama pancarkan di matanya, seakan berharap bahwa pasangan mantan kekasih itu dapat kembali bersama.

"Sudahlah Ma, Danu sekarang sudah punya Nilam sebagai istriku, tak mungkin aku menghianatinya."

Aku kira mas Danu akan menerima kembali Viola, mengingat sedari tadi ia hanya diam tak bereaksi apapun. Tapi hatiku lega mendengar bahwa Mas Danu tak lagi menginginkan Viola.

"Ayolah Danu kamu ini laki-laki, bukan hal yang tabu jika seorang pria memiliki istri lebih dari satu. Mama juga ingin mempunyai menantu yang bisa dibanggakan di depan teman-teman mama."

Mas Danu menatap dalam kearahku seakan bimbang harus mengambil keputusan apa. Ayolah mas, jika kamu meminta pendapatku harusnya kamu tau bahwa wanita manapun akan sulit berbagi kepada wanita lain, apalagi berbagai suami.

"Iya Mas, apa kamu tak ingin menyenangkan hati Mama yang telah bertaruh nyawa demi hidupmu? Aku akui dulu aku salah meninggalkan kamu keluar negeri, tapi harusnya kamu tau jika kepergianmu untuk meraih gelar sarjana dan menjadi wanita berpendidikan agar nantinya menjadi wanita terhormat. Aku tak mau menjadi istri yang hanya bisa menjadi benalu bagi suami." Viola ikut menyuarakan pendapatnya.

Apa yang dia maksud sebagai benalu bagi suami itu aku? Tapi bukankah setelah menikah, istri adalah tanggung jawab suami, tak ada istilah benalu dalam hubungan pernikahan karena mencari nafkah memang tanggung jawab suami.

"Maaf Ma, tapi susah payah dulu aku memperjuangkan Nilam jadi tak mungkin rasanya jika aku menyakitinya," ucap Mas Danu lesu.

Iya, aku mengingat dengan betul pertama kali aku menginjakkan kaki di rumah mertuaku ini.

Flashback

"Ma kenalin ini Nilam pacarku yang sering aku ceritain ke mama."

Tante Maya menatap penampilanku dari ujung rambut hingga ujung kepala dengan ekspresi yang sulit diartikan.

Tangan ini terulur hendak meraih tangannya untuk aku salami, tapi bukan balasan uluran tangan yang aku dapat. Justru tangan mama dilipat di depan dadanya dan ia duduk bersilang kaki didepan sofa yang aku duduki.

"Oh jadi ini pelayan restoran yang kamu bangga-banggakan itu?"

"Mama kok ngomongnya gitu sih! Setidaknya Nilam ini gadis yang mandiri dan pekerja keras, dia bukan anak manja yang bergantung pada orang tua."

"Mama heran kenapa kamu kekeh dengan gadis seperti dia. Kalau dipikir secara logika kamu ini tampan, berasal dari keluarga berada mana mungkin bisa tertarik dengan gadis dari golongan rendah seperti dia. Jangan-jangan kamu sudah terkena guna-guna dari gadis ini."

"Cukup Tante! saya datang kemari dengan baik-baik. Jujur saya tersinggung dengan ucapan anda. Apakah saya pernah bertemu dan berbuat salah kepada anda?"

Aku masih bisa diam saat dihina, tapi saat fitnah tentangku juga terucap maka aku akan bicara.

"Kamu lihat sendiri kan Danu? Di pertemuan pertama saja dia sudah berani meninggikan suara kepada wanita yang lebih tua. Maklum saja mungkin orang tuanya sibuk banting tulang mencari sesuap nasi hingga lupa mengajari anaknya sopan santun saat berbicara kepada yang lebih tua."

"Orang tua saya sangat baik dalam mendidik anak-anaknya, sayangnya saya juga harus memilih antara orang yang harus dihormati dan orang yang tak layak diberi hormat. Saya rasa tak ada lagi hal baik yang ada disini. Saya permisi, assalamualaikum."

Aku berlalu dari rumah megah dengan pagar menjulang tinggi tersebut menggunakan sepeda motor kesayangan, hasil menabung selama berbulan-bulan. Masih kudengar namaku dipanggil berulang-ulang oleh Mas Danu tapi aku abai dan tetap melaju membelah jalanan.

Sebesar apapun cintaku kepada kekasih, tapi cintaku kepada orang tua lebih besar. Aku tak rela dua surgaku dipandang hina oleh orang lain.

Beberapa hari kemudian mas Danu menemuiku di tempat kerja, tak sendirian tapi bersama Mamanya. Awalnya aku sempat berpikir negatif tentang kedatangan mereka.

Tapi ternyata prasangka burukku terpatahkan saat mama Mas Danu menangis meminta maaf kepadaku dan berjanji akan merestui hubungan kami.

Akhirnya pernikahan itupun terjadi, pernikahan seorang pelayan restoran dengan pengusaha muda yang kaya raya. Jika kalian membayangkan pesta yang megah, gaun yang menjuntai dan juga tamu undangan yang banyak, maka kalian salah.

Aku menikah di KUA dengan mahar seperangkat alat sholat, tak apa yang penting secara agama dan negara kami sudah resmi menjadi pasangan halal. Entah apa alasan dibalik tak adanya pesta di pernikahanku, itu cukup menjadi rahasia Mas Danu.

"Bagus ya, merasa menjadi nyonya Danu dirumah ini, jadi bisa seenaknya santai-santai. Jangan harap akan menjadi keluarga Bagaskara seutuhnya, jika bukan karena Danu yang memaksa tak mungkin aku merestui kalian. Sekarang ambil sapu dan pel, bersihkan semua ruangan di rumah ini, cepat!"

Selama berbulan-bulan aku menjadi pembantu dirumah ini, hingga akhirnya mas Danu mengabulkan permintaanku untuk tinggal terpisah dengan mama dengan alasan ingin hidup mandiri.

Alasan sebenarnya karena aku lelah diperlakukan buruk oleh mertua yang selalu bersikap manis dihadapan Mas Danu.

Aku pernah mengadu, tapi justru aku yang disalahkan karena dianggap mengadu domba, akhirnya aku memilih diam dan bertahan sebisaku.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status