"Kenapa sih tu muka lecek amat? Katanya mau curhat, buruan deh cerita kupingku udah siap nih dengerin keluh kesah sahabat tercintaku ini!"
Menjadi wanita rumah tangga seutuhnya membuatku bosan. Berulangkali aku meminta izin kepada suamiku untuk bekerja, tapi selalu penolakan yang aku dapat."Mencari nafkah itu tugas suami jadi kamu nggak usah mikir cari uang. Kalau jatah bulanan habis tinggal bilang, nanti aku tambah. Aku mau punya istri penurut yang mengurus rumah dan suami seutuhnya.""Tapi aku bosan di rumah terus Mas!""Kamu bisa refreshing dengan jalan-jalan sebentar ke mall atau kumpul bareng teman. Dengan syarat kamu harus selalu ada saat aku di rumah!"Dan benar saja, aku menjadi wanita rumahan yang hanya keluar saat kebutuhan rumah telah habis dan juga bertemu dengan sahabatku saat aku jenuh.Seperti saat ini, aku tidak mau stress sendiri memikirkan kisah rumah tanggaku. Oleh sebab itu aku ingin berbagi sedikit kisah dengan sahabatku Safira."Mas Danu nikah lagi Fir," ucapku berusaha terlihat setenang mungkin."Seriusan?" tanya Fira sambil melotot kearahku."Biasa aja ngeliatin aku, bisa-bisa lompat itu mata!""Beneran Danu nikah lagi, sama siapa?""Sama mantan pacarnya dulu.""Terus kamu diem aja, ngizinin gundik masuk dalam rumah tanggamu?""Aku nggak punya pilihan lain. Saat itu hanya ada dua pilihan antara dipoligami atau dicerai. Nggak mungkin kan kalau aku jadi janda sedangkan pernikahanku baru berjalan selama satu tahun?""Apa yang salah dengan status janda? Setidaknya itu lebih terhormat daripada merebut milik orang lain.""Iya, tapi disisi lain aku juga mikirin perasaan orang tuaku di kampung. Setiap bulan mereka mendapat kiriman uang dari nafkah yang mays Danu kasih ke aku, kalau aku cerai gimana perasaan mereka?""Itulah mengapa aku selalu bilang kalau wanita itu harus mandiri, jangan terlalu bergantung kepada laki-laki apalagi soal uang biarpun kalian adalah suami istri.""Aku juga pingin jadi wanita mandiri, tapi kamu tau sendiri kan kalau Mas Danu sama sekali nggak ngasih aku izin kerja diluar?""Heh Nilam Wulandari! Memangnya semua pekerjaan yang menghasilkan uang harus meninggalkan rumah?""Iyalah, gimana mau dapat uang kalau berdiam diri di rumah? Mau ternak tuyul atau b*bi ngepet sekalian biar cepat kaya.""Nih kaya gini kalau punya otak tapi ditaruh di ponsel. Ponselnya jadi pintar tapi yang punya ponsel zonk.""Ihh nyebelin banget sih! Aku ini curhat sama kamu biar dapat pencerahan tapi kamu malah mancing emosi aku, pake segala ngatain aku b*d*h lagi.""Gini ya aku jelasin, jaman sekarang ini semuanya serba digital. Tak perlu mengeluarkan banyak tenaga cukup memaksimalkan fungsi otak dan gawai yang kamu punya, maka kamu bisa menghasilkan uang.""Gimana caranya?" Jujur aku masih belum mengerti apa yang dimaksud oleh Fira.Maklum saja meski punya smartphone canggih yang dibelikan oleh Mas Danu, tapi hanya dua aplikasi yang sering aku gunakan yaitu yang berlogo hijau dan biru."Kamu coba cari di g****e pekerjaan yang bisa dilakukan dari rumah! Aku tungguin sampai kamu benar-benar paham."Aku menuruti perintah Fira. Benar saja banyak pekerjaan yang menghasilkan uang dari rumah hanya bermodalkan smartphone."Udah ngerti kan apa maksud aku?"Aku mengangguk, sekarang aku hanya harus fokus pada satu pekerjaan yang sesuai dengan passionku."Sekarang langkah apa yang akan kamu ambil?""Kalau aku jadi reseller produk kecantikan yang saat ini lagi booming itu gimana menurut kamu?""Hmn... Boleh juga. Tapi satu pesanku yang harus kamu ingat! Meskipun pekerjaan yang akan kamu tekuni ini terlihat mudah, tapi aku yakin tetap akan ada tantangan didalamnya. Apalagi berdagang itu bukan hal yang mudah satu yang musti kamu ingat, sabar!"Banyak nasehat yang keluar dari mulut Safira seperti nasehat seorang ibu kepada anaknya. Tapi aku senang, sikap dewasanya seakan menjadi pengganti sosok ibu yang jauh disana.Gawaiku berdering, tertera nama Mas Danu disana."Halo dek kamu dimana, di rumah kok nggak ada siapa-siapa?" tanya Mas Danu dari ujung telepon."Ini aku lagi ketemuan sama temanku. Lho katanya kamu masih dua hari lagi pulangnya, kok sekarang udah pulang?""Mas, Mbak Nilamnya kemana sih, aku udah capek tau pengen istirahat?"Suara itu, suara Viola. Bisa-bisanya Mas Danu membawa Viola ke rumah kami. Padahal pada kesepakatan awal sebelum menikah, Mas Danu sudah berjanji tak akan menyatukan dua istrinya ini dalam satu rumah."Dek buruan pulang ya, aku tunggu di rumah!"Sambungan telepon diputus dari sebrang sana."Fir, makasih ya nasehatnya. Tapi kayaknya aku harus pulang sekarang.""Iyadeh, yang udah ditunggu sama suami tercinta."Sebenarnya malas rasanya pulang sekarang dan melihat sepasang pengantin baru itu di rumah.Ada perasaan rindu yang membuncah saat tak berjumpa beberapa hari dengan mas Danu, tapi itu dulu. Kalau sekarang rasa rindu itu entah hilang kemana."Eh tapi sayang kalau pulang, lagipula ini masih siang. Kita ke salon aja yuk!" ajakku pada Fira."Bukannya udah disuruh balik sama suamimu?" tanya Fira penuh selidik."Aku lagi malas ketemu sama adik madu."Akhirnya kami menghabiskan waktu di salon langganan. Mungkin spa dapat merilekskan pikiran agar bisa selalu berfikir jernih.Maaf Mas Danu, sepertinya kamu dan istri barunmu harus menungguku sedikit lebih lama di teras."Mbak kok baru sampai, kita udah nunggu lama banget lho. Mbak sengaja ya pergi lama biar aku sama Mas Danu kecapekan nunggu diteras?"Baru saja aku turun dan menginjakkan kaki dari taxi, suara Viola sudah merepet seperti petasan yang terus-menerus meledak.Aku hanya menatapnya malas sambil mengambil anak kunci dari tas selempangku dan memutarnya di tempat lubang kunci pintu masuk.Aku melenggang masuk dengan santai disusul Viola yang berjalan sambil menghentak-hentakkan kakinya. Mungkin dia kesal karena aku abaikan."Dek kamu masak apa, aku lapar dari pagi belum makan?" tanya mas Danu."Maaf mas aku nggak tau kalau kamu mau pulang hari ini jadi aku belum masak. Aku juga tadi udah makan diluar sama Fira. Kalau kamu lapar suruh aja istri baru kamu yang masak!"Viola langsung membelalakkan matanya menatapku dan hanya aku tanggapi dengan senyuman."Nggak bisa gitu dong Mbak! Aku ini capek habis honeymoon sama Mas Danu, pengen istirahat. Jadi tolong mbak aja ya yang masak buat kita!"Entah
"Mas Danu... Mas Danu?"Suara cempreng Viola disertai suara ketukan pintu yang bertubi-tubi benar-benar memekakkan telinga."Buruan deh temuin istri mudamu, berisik tau mas!"Viola langsung nyelonong masuk ke kamarku setelah pintu dibuka oleh mas Danu."Mbak Nilam gimana sih, hari inikan masih jatah mas Danu tidur sama aku. Kenapa mas Danu malah disuruh tidur sama mbak?""Siapa juga yang nyuruh mas Danu tidur sama aku, tuh mas Danu sendiri yang pengen disini!" ucapku sambil melirik kearah suamiku tersebut."Aku nggak percaya sama mbak, mana mungkin mas Danu memilih tidur sama mbak Nilam? Secara mbak kan udah nggak menarik, masih cantikkan aku kemana-mana. Jadi sudah dipastikan mas Danu lebih betah sama aku ketimbang sama istri tuanya.""Terserah mau ngomong apa tentang aku, lebih baik kamu tanya sendiri sama suamiku itu kenapa sekarang bisa ada di kamar ini!""Mas Danu juga suami aku, bukan cuma suami mbak aja." Viola beralih menatap suaminya."Pasti mbak Nilam bohong kan mas? Pasti s
"Mbak Nilam ini jatah bulanan buat Mbak!"Viola berucap sambil mengulurkan sebuah amplop berwarna coklat muda kearahku. Biasanya nafkah dari Mas Danu selalu ditransfer langsung ke rekeningku.Tapi kini berbeda, jatah nafkah yang dulu hanya untukku kini harus terbagi. Seperti halnya aku berbagi suami, aku juga harus rela berbagi jatah nafkah.Aku meraba amplop tersebut sebelum membukanya. Tak bisa diterka berapa uang yang terdapat di dalamnya, tapi bisa dipastikan kalau isinya tak lebih dari separuh yang biasanya aku terima.Biasanya diawal bulan seperti ini ada notifikasi di layar hp ku yang mengatakan ada transferan masuk senilai 10 juta.Dengan uang itu aku bisa memenuhi kebutuhan rumah, mengirim sedikit kepada orang tuaku juga ada sisa untuk ditabung.Meskipun aku tak tau berapa kisaran gaji yang diterima Mas Danu sebagai seorang direktur di perusahaan yang diwariskan ayahnya sebelum meninggal.Yang pasti aku sudah merasa cukup dengan nafkah yang selalu diberikan Mas Danu hingga sa
"Bapak sama ibu datang kesini kok ngga bilang-bilang?" Ucapku kaget menatap sepasang malaikatku tengah berdiri di depan pintu."Iya kami sengaja mau memberi kejutan buat kamu," jawab ibu sembari tersenyum manis.Aku merindukan dua sosok ini. Dua malaikat yang tak pernah berhenti menyayangiku. Juga doa mustajabnya tak pernah putus mereka lantunkan untukku."Kejutan dari ibu dan bapak sukses bikin aku shok saking senangnya. Yaudah ayo masuk pak, buk pasti kalian lelah menempuh perjalanan jauh!"Aku menyuguhkan dua cangkir teh manis untuk orang tuaku beserta stoples kue kering."Ayo diminum tehnya biar badannya enakkan!""Iya terimakasih nduk."Entah mengapa ada perasaan senang bercampur was-was pada kunjungan orang tuaku saat ini.Terlebih lagi aku belum mengirim uang untuk kedua mereka, ah bagaimana mau mengirim untuk orang tua, untuk mencukupi kebutuhan rumah saja aku harus berfikir keras. Beruntung aku masih punya tabungan meski entah bisa menutup kebutuhan rumah sampai kapan."Ndu
Mas Danu menarik kasar tanganku menuju kamar dan menutup pintunya dari dari dalam."Kamu apa-apaan sih mas? Narik-narik tangan aku, sakit tau!"Dia menatap nyalang kearahku, bisa dipastikan emosinya saat ini sedang naik. Membuat nyaliku sedikit menciut."Apa maksud kamu ngomong yang enggak-enggak sama bapak kamu?" Giginya gemelutuk."Apaan sih mas aku nggak ngomong aneh-aneh sama bapak kok mas.""Jangan bohong! Kalau kamu nggak ngadu yang enggak-enggak mana mungkin bapak ngomong kaya gitu sama aku. Pake ngomong siap nerima kamu lagi dirumahnya segala, emang dia pikir aku mau menceraikan kamu? Jujur aja kamu ngomong apa sama orang tua kamu tadi?""Aku hanya mengatakan pada mereka bahwa sekarang aku bukan satu-satunya wanita yang menjadi istri kamu," ucapku sambil membuang pandangan kesembarang arah guna meringankan beban berat yang menghimpit dada.Bukan tanpa sebab jika mata kami bersirobok sudah pasti akan ada air mata yang mengalir dari kedua sudut mataku."Kenapa kamu harus ngomong
Akhirnya aku bungkam walau hati terasa dongkol terlebih melihat senyum kemenangan yang terbit diwajah Viola. "Memangnya kamu ini siapa nak, temannya Nilam ya?" tanya ibu lembut kepada Viola."Oh bukan Bu. Mana mungkin saya berteman dengan mbak Nilam. Kenalkan nama saya Viola istrinya mas Danu," ucap Viola dengan bangga.Seketika ekspresi wajah bapak dan ibu berubah menjadi masam."Oh jadi kamu istri kedua Danu yang tiba-tiba masuk kedalam rumah tangga anak saya?" tanya ibu dengan sinis."Ibu jangan sembarangan bicara ya saya ini lebih dulu mengenal mas Danu daripada mbak Nilam. Jadi saya yang lebih lama hadir dihidup mas Danu," jawab Viola dengan geram."Sudahlah Bu, harusnya ibu yang sudah tua bisa menghormati yang lebih muda. Sekarang status Viola sama dengan Nilam, jadi saya mohon jangan menyudutkan Viola!" ucap mas Danu tegas."Ini suami yang kamu pertahankan nduk? Melihat sikapnya kepada orang tua seperti itu apakah yakin tetap ingin bertahan?" Kini bapak yang bersuara lantang.
Mataku terbelalak melihat nominal yang tertera dalam layar mesin ATM. Terdapat angka dua dengan tujuh angka bulat berjejer di belakangnya.Itu uang yang selama ini aku kirimkan ke kampung tapi kini telah diserahkan kembali kepadaku oleh orang tuaku. Ah betapa hati mereka seperti malaikat.Jika ditambah dengan tabungan yang ada di ATM pribadiku yang berjumlah lima belas juta sepertinya aku bisa membuat usaha kecil-kecilan.Untuk menutup biaya rumah bisalah dengan uang hasil jualanku. Satu bulan aku bergabung menjadi reseller produk kecantikan, keuntungan bersih yang mengalir di ATM baruku sudah mencapai tiga juta setengah. Nominal yang fantastis bagi seorang pemula, meski perjuangannya begitu menguras pikiran.Aku sudah berfikir dengan matang mengenai usaha yang akan aku rintis. Dalam benakku saat ini adalah bisnis hijab. Mengingat saat ini trend hijab dengan berbagai model tengah menjamur. Kebetulan aku mempunyai teman yang memiliki usaha konveksi skala kecil. Dia bersedia untuk beke
"Eh mbak Nilam disini juga ternyata. Tapi inikan restoran mahal, pasti disini cuma numpang nongkrong dan persen segelas air putih aja kan?" Benar-benar mulutnya selalu saja digunakan hanya untuk merendahkan orang lain."Terserah aku dong, lagian aku juga nggak minta dibayarin sama kamu kan?" jawabku ketus."Kalau mbak mau aku bisa bayarin makanan kamu kok. Buruan deh pesan apa yang mbak mau mumpung aku lagi baik hati. Jarang-jarang loh bisa makan makanan mahal gratis pula.""Nggak perlu! Aku masih mampu jika hanya makan di restoran ini.""Aduh mbak ini sombong ya mau ditraktir juga pake nolak segala. Yasudahlah ayo mas kita pesen makanan udah lapar aku seharian keliling mall," ajak Viola kepada mas Danu."Maaf ya dek aku belum pulang ke rumah," ucap mas Danu lirih."Nggak papa kok mas, aku sudah mulai terbiasa. Mungkin kamu besok juga harus bisa membiasakan diri tanpa aku.""Apa maksud kamu bicara seperti itu dek?""Bukan apa-apa. Hanya saja sesuatu yang ada di dunia ini pasti akan