"Sudah kubilang jangan datang di pesta pernikahan Danu tapi masih aja ngotot mau datang, sekarang malah nangis-nangis kan? Harusnya kamu sadar jika kedatanganmu hanya merusak suasana, awas aja jika ada yang tau kalau kamu juga istrinya Danu!"
Mama benar, harusnya aku tak perlu sok kuat dan memaksakan diri untuk menyaksikan akad kedua yang terucap dari bibir suamiku.Sekuat apapun aku mencoba meredam gejolak didada nyatanya sia-sia. Aku tak rela melihat pesta megah antara suami dan istri barunya.Mereka tersenyum manis didepan ratusan tamu undangan tak peduli disini ada hati yang tersayat."Nih makan dulu biar kuat menghadapi kenyataan!"Seorang pria muda menyodorkan sepiring penuh nasi dengan daging rendang, acar timun serta kerupuk diatasnya."Buruan nih ambil, tangan gue pegel tau!"Dengan ragu aku menerima piring tersebut, aku masih memandang pria tersebut rasanya wajahnya tidak asing seperti pernah bertemu dengannya sebelumnya."Ngapain sih ngeliatin gue sampe segitunya, jangan-jangan naksir lagi sama gue. Tapi wajar sih emang banyak yang langsung naksir sama gue dari pandangan pertama," ucapnya percaya diri sambil menyugar rambutnya."Dasar buaya pedenya kelewatan.""Udah diambilin makan bukannya terima kasih malah ngatain buaya," gerutunya pelan."Makasih makanannya.""Its oke. Ini gratis kok, lo mau makan sepuasnya pun nggak ada yang melarang. Buruan makan, gue ambilin minum buat lo!"Aku menyuap sepiring penuh makanan ini hingga tanpa sadar semua isinya telah berpindah kedalam perutku.Wajar saja karena aku termasuk tipe wanita yang melampiaskan rasa marah, kesal ataupun kecewa melalui makanan."Makanannya lo buang?" tanya pria tersebut dan aku jawab dengan gelengan kepala."Terus kenapa piringnya kosong?""Hehe udah aku makan," jawabku sambil nyengir kuda."Serius? Itu perut atau magic com. Benar-benar wanita yang luar biasa. Nih minumnya!"Dia menyerahkan sebotol air mineral kepadaku dan duduk di kursi kosong sebelahku."Kamu sebenarnya siapa sih?""Ciye kepo ya, jangan-jangan udah mulai naksir?""Ish, ditanya serius juga.""Gue sepupunya Viola. Oh ya tadi gue lihat lo nangis, belum bisa move on ya?""Maksudnya?""Danu itu pasti mantan Lo, karena gagal move on akhirnya lo nangis-nangis deh dinikahannya.""Ih sok tau banget sih, aku ini is..."Hampir aja mulut ini keceplosan dan ingin mengatakan sejujurnya bahwa aku ini masih istri sahnya Danu Bagaskara. Jika mama tau aku keceplosan bisa murka dia.Ah lebih baik aku kabur saja, toh disini hanya makan hati.***"Maaf ya dek, mungkin seminggu kedepan aku akan tidur di rumah Mama. Kamu nggak papa kan sendirian di rumah?"ucap Mas Danu dari ujung telepon."Iya Mas nggak papa kok.""Yaudah kalau gitu mas tutup telponnya ya? Jangan lupa makan dan jangan tidur terlalu malam!"Mungkin aku harus mulai terbiasa dengan situasi ini, dimana waktu Mas Danu yang dulu sepenuhnya untukku kini harus terbagi dengan istrinya yang lain.Sedari tadi hingga malam semakin larut mata ini enggan terpejam. Pikiranku menerawang jauh membayangkan apa yang dilakukan oleh Mas Danu dan Viola di malam pertamanya.—Drt...drt ..drt....Gawai diatas nakas bergetar, pertanda ada chat masuk. Siapa sih malam-malam gini chat aku.Ternyata nomor yang tak tersimpan dalam gawaiku. Setelah kubuka chatnya di aplikasi berlogo telepon ternyata isinya foto Mas Danu yang terlelap sambil memeluk Viola.Ada yang bergemuruh didada tapi berusaha kuredam agar bisa terus berfikir waras.Tak kuhiraukan pesan tersebut, siapa lagi yang kurang kerjaan mengirim foto seperti itu jika bukan Viola.Jika aku tanggapi justru malah membuat dia merasa besar kepala.***"Kalau makan pelan-pelan Mas nanti kesedak, kamu ini kaya tiga hari nggak makan aja. Ingat itu perutnya lama-lama buncit kalau setiap hari makan kaya gitu!""Biarin aja kenapa sih, aku tu paling suka sama masakan istri tercinta yang tak ada duanya ini, lagian kenapa kalau perut aku buncit? Itu tandanya aku bahagia hidup sama kamu.""Idih di meja makan aja masih bisa ngebucin.""Ya nggak papa lah kalau jadi kang bucin dihadapan istri tercinta, kan membuat pasangan bahagia itu berpahala.""Iya deh percaya, suamiku tercinta ini memang paling bisa bikin aku bahagia."Aku tersenyum sendiri mengingat obrolan-obrolan hangat di meja makan antara aku dan Mas Danu. Entah besok bisa terulang lagi atau tidak.Tapi senyum itu pudar seketika saat mendapati bahwa sekarang aku berada di meja makan ini sendirian. Dengan beberapa masakan di depanku yang aku masak sendiri juga dimakan sendiri pula.Kehangatan rumah ini kini berganti dengan kesunyian, saat salah satu penghuninya mencari kehangatan di rumah lain.Untuk mengusir rasa jenuh, aku membuka akun media sosial berlogo f.Ada sebuah postingan yang menandai akun Danu Bagaskara dengan caption "honeymoon bareng suami check", juga melampirkan beberapa foto liburan mas Danu dan Viola di pulau Dewata Bali.Iri? Tentu saja aku iri. Bagaimana tidak, sejak awal menikah bahkan Mas Danu melarang ku memanjang foto kebersamaan kami di sosial media.Sudah berulang kali aku bertanya apa alasannya, tapi jawaban yang selalu aku dapat adalah, "orang lain tak perlu tau tentang kita, yang perlu kamu tau adalah aku sangat beruntung memiliki kamu dihidupku."Setelah itu aku memilih bungkam dan menurut saja. Tapi apakah alasan sebenarnya karena ia malu memiliki istri yang kampungan sepertiku?"Kenapa sih tu muka lecek amat? Katanya mau curhat, buruan deh cerita kupingku udah siap nih dengerin keluh kesah sahabat tercintaku ini!"Menjadi wanita rumah tangga seutuhnya membuatku bosan. Berulangkali aku meminta izin kepada suamiku untuk bekerja, tapi selalu penolakan yang aku dapat."Mencari nafkah itu tugas suami jadi kamu nggak usah mikir cari uang. Kalau jatah bulanan habis tinggal bilang, nanti aku tambah. Aku mau punya istri penurut yang mengurus rumah dan suami seutuhnya.""Tapi aku bosan di rumah terus Mas!""Kamu bisa refreshing dengan jalan-jalan sebentar ke mall atau kumpul bareng teman. Dengan syarat kamu harus selalu ada saat aku di rumah!"Dan benar saja, aku menjadi wanita rumahan yang hanya keluar saat kebutuhan rumah telah habis dan juga bertemu dengan sahabatku saat aku jenuh.Seperti saat ini, aku tidak mau stress sendiri memikirkan kisah rumah tanggaku. Oleh sebab itu aku ingin berbagi sedikit kisah dengan sahabatku Safira."Mas Danu nikah lagi Fir," ucapku
"Mbak kok baru sampai, kita udah nunggu lama banget lho. Mbak sengaja ya pergi lama biar aku sama Mas Danu kecapekan nunggu diteras?"Baru saja aku turun dan menginjakkan kaki dari taxi, suara Viola sudah merepet seperti petasan yang terus-menerus meledak.Aku hanya menatapnya malas sambil mengambil anak kunci dari tas selempangku dan memutarnya di tempat lubang kunci pintu masuk.Aku melenggang masuk dengan santai disusul Viola yang berjalan sambil menghentak-hentakkan kakinya. Mungkin dia kesal karena aku abaikan."Dek kamu masak apa, aku lapar dari pagi belum makan?" tanya mas Danu."Maaf mas aku nggak tau kalau kamu mau pulang hari ini jadi aku belum masak. Aku juga tadi udah makan diluar sama Fira. Kalau kamu lapar suruh aja istri baru kamu yang masak!"Viola langsung membelalakkan matanya menatapku dan hanya aku tanggapi dengan senyuman."Nggak bisa gitu dong Mbak! Aku ini capek habis honeymoon sama Mas Danu, pengen istirahat. Jadi tolong mbak aja ya yang masak buat kita!"Entah
"Mas Danu... Mas Danu?"Suara cempreng Viola disertai suara ketukan pintu yang bertubi-tubi benar-benar memekakkan telinga."Buruan deh temuin istri mudamu, berisik tau mas!"Viola langsung nyelonong masuk ke kamarku setelah pintu dibuka oleh mas Danu."Mbak Nilam gimana sih, hari inikan masih jatah mas Danu tidur sama aku. Kenapa mas Danu malah disuruh tidur sama mbak?""Siapa juga yang nyuruh mas Danu tidur sama aku, tuh mas Danu sendiri yang pengen disini!" ucapku sambil melirik kearah suamiku tersebut."Aku nggak percaya sama mbak, mana mungkin mas Danu memilih tidur sama mbak Nilam? Secara mbak kan udah nggak menarik, masih cantikkan aku kemana-mana. Jadi sudah dipastikan mas Danu lebih betah sama aku ketimbang sama istri tuanya.""Terserah mau ngomong apa tentang aku, lebih baik kamu tanya sendiri sama suamiku itu kenapa sekarang bisa ada di kamar ini!""Mas Danu juga suami aku, bukan cuma suami mbak aja." Viola beralih menatap suaminya."Pasti mbak Nilam bohong kan mas? Pasti s
"Mbak Nilam ini jatah bulanan buat Mbak!"Viola berucap sambil mengulurkan sebuah amplop berwarna coklat muda kearahku. Biasanya nafkah dari Mas Danu selalu ditransfer langsung ke rekeningku.Tapi kini berbeda, jatah nafkah yang dulu hanya untukku kini harus terbagi. Seperti halnya aku berbagi suami, aku juga harus rela berbagi jatah nafkah.Aku meraba amplop tersebut sebelum membukanya. Tak bisa diterka berapa uang yang terdapat di dalamnya, tapi bisa dipastikan kalau isinya tak lebih dari separuh yang biasanya aku terima.Biasanya diawal bulan seperti ini ada notifikasi di layar hp ku yang mengatakan ada transferan masuk senilai 10 juta.Dengan uang itu aku bisa memenuhi kebutuhan rumah, mengirim sedikit kepada orang tuaku juga ada sisa untuk ditabung.Meskipun aku tak tau berapa kisaran gaji yang diterima Mas Danu sebagai seorang direktur di perusahaan yang diwariskan ayahnya sebelum meninggal.Yang pasti aku sudah merasa cukup dengan nafkah yang selalu diberikan Mas Danu hingga sa
"Bapak sama ibu datang kesini kok ngga bilang-bilang?" Ucapku kaget menatap sepasang malaikatku tengah berdiri di depan pintu."Iya kami sengaja mau memberi kejutan buat kamu," jawab ibu sembari tersenyum manis.Aku merindukan dua sosok ini. Dua malaikat yang tak pernah berhenti menyayangiku. Juga doa mustajabnya tak pernah putus mereka lantunkan untukku."Kejutan dari ibu dan bapak sukses bikin aku shok saking senangnya. Yaudah ayo masuk pak, buk pasti kalian lelah menempuh perjalanan jauh!"Aku menyuguhkan dua cangkir teh manis untuk orang tuaku beserta stoples kue kering."Ayo diminum tehnya biar badannya enakkan!""Iya terimakasih nduk."Entah mengapa ada perasaan senang bercampur was-was pada kunjungan orang tuaku saat ini.Terlebih lagi aku belum mengirim uang untuk kedua mereka, ah bagaimana mau mengirim untuk orang tua, untuk mencukupi kebutuhan rumah saja aku harus berfikir keras. Beruntung aku masih punya tabungan meski entah bisa menutup kebutuhan rumah sampai kapan."Ndu
Mas Danu menarik kasar tanganku menuju kamar dan menutup pintunya dari dari dalam."Kamu apa-apaan sih mas? Narik-narik tangan aku, sakit tau!"Dia menatap nyalang kearahku, bisa dipastikan emosinya saat ini sedang naik. Membuat nyaliku sedikit menciut."Apa maksud kamu ngomong yang enggak-enggak sama bapak kamu?" Giginya gemelutuk."Apaan sih mas aku nggak ngomong aneh-aneh sama bapak kok mas.""Jangan bohong! Kalau kamu nggak ngadu yang enggak-enggak mana mungkin bapak ngomong kaya gitu sama aku. Pake ngomong siap nerima kamu lagi dirumahnya segala, emang dia pikir aku mau menceraikan kamu? Jujur aja kamu ngomong apa sama orang tua kamu tadi?""Aku hanya mengatakan pada mereka bahwa sekarang aku bukan satu-satunya wanita yang menjadi istri kamu," ucapku sambil membuang pandangan kesembarang arah guna meringankan beban berat yang menghimpit dada.Bukan tanpa sebab jika mata kami bersirobok sudah pasti akan ada air mata yang mengalir dari kedua sudut mataku."Kenapa kamu harus ngomong
Akhirnya aku bungkam walau hati terasa dongkol terlebih melihat senyum kemenangan yang terbit diwajah Viola. "Memangnya kamu ini siapa nak, temannya Nilam ya?" tanya ibu lembut kepada Viola."Oh bukan Bu. Mana mungkin saya berteman dengan mbak Nilam. Kenalkan nama saya Viola istrinya mas Danu," ucap Viola dengan bangga.Seketika ekspresi wajah bapak dan ibu berubah menjadi masam."Oh jadi kamu istri kedua Danu yang tiba-tiba masuk kedalam rumah tangga anak saya?" tanya ibu dengan sinis."Ibu jangan sembarangan bicara ya saya ini lebih dulu mengenal mas Danu daripada mbak Nilam. Jadi saya yang lebih lama hadir dihidup mas Danu," jawab Viola dengan geram."Sudahlah Bu, harusnya ibu yang sudah tua bisa menghormati yang lebih muda. Sekarang status Viola sama dengan Nilam, jadi saya mohon jangan menyudutkan Viola!" ucap mas Danu tegas."Ini suami yang kamu pertahankan nduk? Melihat sikapnya kepada orang tua seperti itu apakah yakin tetap ingin bertahan?" Kini bapak yang bersuara lantang.
Mataku terbelalak melihat nominal yang tertera dalam layar mesin ATM. Terdapat angka dua dengan tujuh angka bulat berjejer di belakangnya.Itu uang yang selama ini aku kirimkan ke kampung tapi kini telah diserahkan kembali kepadaku oleh orang tuaku. Ah betapa hati mereka seperti malaikat.Jika ditambah dengan tabungan yang ada di ATM pribadiku yang berjumlah lima belas juta sepertinya aku bisa membuat usaha kecil-kecilan.Untuk menutup biaya rumah bisalah dengan uang hasil jualanku. Satu bulan aku bergabung menjadi reseller produk kecantikan, keuntungan bersih yang mengalir di ATM baruku sudah mencapai tiga juta setengah. Nominal yang fantastis bagi seorang pemula, meski perjuangannya begitu menguras pikiran.Aku sudah berfikir dengan matang mengenai usaha yang akan aku rintis. Dalam benakku saat ini adalah bisnis hijab. Mengingat saat ini trend hijab dengan berbagai model tengah menjamur. Kebetulan aku mempunyai teman yang memiliki usaha konveksi skala kecil. Dia bersedia untuk beke