Share

Part 5

"Sudah kubilang jangan datang di pesta pernikahan Danu tapi masih aja ngotot mau datang, sekarang malah nangis-nangis kan? Harusnya kamu sadar jika kedatanganmu hanya merusak suasana, awas aja jika ada yang tau kalau kamu juga istrinya Danu!"

Mama benar, harusnya aku tak perlu sok kuat dan memaksakan diri untuk menyaksikan akad kedua yang terucap dari bibir suamiku.

Sekuat apapun aku mencoba meredam gejolak didada nyatanya sia-sia. Aku tak rela melihat pesta megah antara suami dan istri barunya.

Mereka tersenyum manis didepan ratusan tamu undangan tak peduli disini ada hati yang tersayat.

"Nih makan dulu biar kuat menghadapi kenyataan!"

Seorang pria muda menyodorkan sepiring penuh nasi dengan daging rendang, acar timun serta kerupuk diatasnya.

"Buruan nih ambil, tangan gue pegel tau!"

Dengan ragu aku menerima piring tersebut, aku masih memandang pria tersebut rasanya wajahnya tidak asing seperti pernah bertemu dengannya sebelumnya.

"Ngapain sih ngeliatin gue sampe segitunya, jangan-jangan naksir lagi sama gue. Tapi wajar sih emang banyak yang langsung naksir sama gue dari pandangan pertama," ucapnya percaya diri sambil menyugar rambutnya.

"Dasar buaya pedenya kelewatan."

"Udah diambilin makan bukannya terima kasih malah ngatain buaya," gerutunya pelan.

"Makasih makanannya."

"Its oke. Ini gratis kok, lo mau makan sepuasnya pun nggak ada yang melarang. Buruan makan, gue ambilin minum buat lo!"

Aku menyuap sepiring penuh makanan ini hingga tanpa sadar semua isinya telah berpindah kedalam perutku.

Wajar saja karena aku termasuk tipe wanita yang melampiaskan rasa marah, kesal ataupun kecewa melalui makanan.

"Makanannya lo buang?" tanya pria tersebut dan aku jawab dengan gelengan kepala.

"Terus kenapa piringnya kosong?"

"Hehe udah aku makan," jawabku sambil nyengir kuda.

"Serius? Itu perut atau magic com. Benar-benar wanita yang luar biasa. Nih minumnya!"

Dia menyerahkan sebotol air mineral kepadaku dan duduk di kursi kosong sebelahku.

"Kamu sebenarnya siapa sih?"

"Ciye kepo ya, jangan-jangan udah mulai naksir?"

"Ish, ditanya serius juga."

"Gue sepupunya Viola. Oh ya tadi gue lihat lo nangis, belum bisa move on ya?"

"Maksudnya?"

"Danu itu pasti mantan Lo, karena gagal move on akhirnya lo nangis-nangis deh dinikahannya."

"Ih sok tau banget sih, aku ini is..."

Hampir aja mulut ini keceplosan dan ingin mengatakan sejujurnya bahwa aku ini masih istri sahnya Danu Bagaskara. Jika mama tau aku keceplosan bisa murka dia.

Ah lebih baik aku kabur saja, toh disini hanya makan hati.

***

"Maaf ya dek, mungkin seminggu kedepan aku akan tidur di rumah Mama. Kamu nggak papa kan sendirian di rumah?"ucap Mas Danu dari ujung telepon.

"Iya Mas nggak papa kok."

"Yaudah kalau gitu mas tutup telponnya ya? Jangan lupa makan dan jangan tidur terlalu malam!"

Mungkin aku harus mulai terbiasa dengan situasi ini, dimana waktu Mas Danu yang dulu sepenuhnya untukku kini harus terbagi dengan istrinya yang lain.

Sedari tadi hingga malam semakin larut mata ini enggan terpejam. Pikiranku menerawang jauh membayangkan apa yang dilakukan oleh Mas Danu dan Viola di malam pertamanya.

Drt...drt ..drt....

Gawai diatas nakas bergetar, pertanda ada chat masuk. Siapa sih malam-malam gini chat aku.

Ternyata nomor yang tak tersimpan dalam gawaiku. Setelah kubuka chatnya di aplikasi berlogo telepon ternyata isinya foto Mas Danu yang terlelap sambil memeluk Viola.

Ada yang bergemuruh didada tapi berusaha kuredam agar bisa terus berfikir waras.

Tak kuhiraukan pesan tersebut, siapa lagi yang kurang kerjaan mengirim foto seperti itu jika bukan Viola.

Jika aku tanggapi justru malah membuat dia merasa besar kepala.

***

"Kalau makan pelan-pelan Mas nanti kesedak, kamu ini kaya tiga hari nggak makan aja. Ingat itu perutnya lama-lama buncit kalau setiap hari makan kaya gitu!"

"Biarin aja kenapa sih, aku tu paling suka sama masakan istri tercinta yang tak ada duanya ini, lagian kenapa kalau perut aku buncit? Itu tandanya aku bahagia hidup sama kamu."

"Idih di meja makan aja masih bisa ngebucin."

"Ya nggak papa lah kalau jadi kang bucin dihadapan istri tercinta, kan membuat pasangan bahagia itu berpahala."

"Iya deh percaya, suamiku tercinta ini memang paling bisa bikin aku bahagia."

Aku tersenyum sendiri mengingat obrolan-obrolan hangat di meja makan antara aku dan Mas Danu. Entah besok bisa terulang lagi atau tidak.

Tapi senyum itu pudar seketika saat mendapati bahwa sekarang aku berada di meja makan ini sendirian. Dengan beberapa masakan di depanku yang aku masak sendiri juga dimakan sendiri pula.

Kehangatan rumah ini kini berganti dengan kesunyian, saat salah satu penghuninya mencari kehangatan di rumah lain.

Untuk mengusir rasa jenuh, aku membuka akun media sosial berlogo f.

Ada sebuah postingan yang menandai akun Danu Bagaskara dengan caption "honeymoon bareng suami check", juga melampirkan beberapa foto liburan mas Danu dan Viola di pulau Dewata Bali.

Iri? Tentu saja aku iri. Bagaimana tidak, sejak awal menikah bahkan Mas Danu melarang ku memanjang foto kebersamaan kami di sosial media.

Sudah berulang kali aku bertanya apa alasannya, tapi jawaban yang selalu aku dapat adalah, "orang lain tak perlu tau tentang kita, yang perlu kamu tau adalah aku sangat beruntung memiliki kamu dihidupku."

Setelah itu aku memilih bungkam dan menurut saja. Tapi apakah alasan sebenarnya karena ia malu memiliki istri yang kampungan sepertiku?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status