"Mbak kok baru sampai, kita udah nunggu lama banget lho. Mbak sengaja ya pergi lama biar aku sama Mas Danu kecapekan nunggu diteras?"
Baru saja aku turun dan menginjakkan kaki dari taxi, suara Viola sudah merepet seperti petasan yang terus-menerus meledak.Aku hanya menatapnya malas sambil mengambil anak kunci dari tas selempangku dan memutarnya di tempat lubang kunci pintu masuk.Aku melenggang masuk dengan santai disusul Viola yang berjalan sambil menghentak-hentakkan kakinya. Mungkin dia kesal karena aku abaikan."Dek kamu masak apa, aku lapar dari pagi belum makan?" tanya mas Danu."Maaf mas aku nggak tau kalau kamu mau pulang hari ini jadi aku belum masak. Aku juga tadi udah makan diluar sama Fira. Kalau kamu lapar suruh aja istri baru kamu yang masak!"Viola langsung membelalakkan matanya menatapku dan hanya aku tanggapi dengan senyuman."Nggak bisa gitu dong Mbak! Aku ini capek habis honeymoon sama Mas Danu, pengen istirahat. Jadi tolong mbak aja ya yang masak buat kita!"Entah sengaja atau tidak, tapi Viola seakan menekankan kata honeymoon. Mungkin ia ingin memanas-manasi aku, tapi maaf sepertinya rasa cemburu itu akan luntur dengan sendirinya seiring berjalannya waktu."Maaf Viola tapi hari ini masih jatah kamu bareng Mas Danu, jadi sudah menjadi tugas kamu untuk melayani Mas Danu hari ini.""Mas lihatlah! Kenapa Mbak Nilam nggak bisa ngertiin kita, padahal kamu tau sendiri kan kalau aku capek?""Viola benar Dek, kami masih capek. Jadi tolong hari ini kamu yang masak ya, Mas mohon!" nada bicara mas Danu melemah, itu artinya dia memang sedang lapar.Akhirnya aku memilih mengalah, lagipula aku masih sah menjadi istri Mas Danu. Aku juga masih punya hati nurani, tak tega melihat suamiku kelaparan.Sedangkan Viola tersenyum penuh kemenangan, menyebalkan sekali.Dua mangkok mie instan spesial dengan telur diatasnya tak lupa tiga sendok cabai bubuk aku campurkan disetiap mangkoknya, telah tersaji cantik di meja makan."Mas makannya sudah aku siapin di meja makan."Mas Danu yang semula duduk lesu di meja makan kini dengan penuh semangat menuju meja makan, diikuti Viola dibelakangnya tentunya."Kamu masak mi instan dek?"Aku mengangguk. Mungkin karena saking laparnya jadi tak ada kalimat protes dari mulutnya. Dia memilih duduk dan menikmati mie yang sudah pasti pedas itu."Mbak kok cuma masak mi instan sih?" tanya Viola, yang terdengar tidak suka dengan apa yang tersaji."Terus kamu maunya apa? Pizza, spaghetti atau burger?""Kayaknya spaghetti enak deh mbak!"Benar-benar tak tau malu, seharusnya dia mengerti kalau aku tak serius dengan ucapanku."Udahlah makan aja apa yang ada, lagipula apapun yang dimasak Nilam selalu enak kok!" ucap mas Danu sambil menyeka keringat yang mengalir di pelipisnya. Aku tau dia sedang menahan rasa pedas di mulutnya tapi entah mengapa dia tak berhenti menyuap. Maklum saja Mas Danu memang menyukai rasa pedas.Dengan raut wajah kesal, Viola akhirnya mau menyentuh mangkok tersebut dan memasukkan mie kedalam mulutnya."Mbak sengaja ya mau ngerjain aku, mbak sebenarnya tau kan kalau aku nggak suka pedas?""Heh jangan asal bicara kamu! Kamu pikir aku emak kamu yang setiap hari nyuapin makanan ke mulut kamu? Mana aku tau kalau kamu nggak suka pedes, tuh liat mas Danu aja anteng-anteng aja makannya!"Viola memuntahkan makanan yang masuk ke mulutnya ke wastafel. Ia kembali dengan bibir yang Jontor karena kepedesan. Sebenarnya aku ingin tertawa terbahak-bahak, tapi masih aku tahan cukup senyuman saja yang aku tampilkan."Hwa...haha..."Bukan aku yang tertawa sekeras itu, tapi justru Mas Danu yang mentertawai istri barunya itu."Lihat deh bibir kamu udah kaya digigit tawon! Coba deh liat kaca lucu banget tau!""Ihh... Mas kok malah ngetawain aku sih? Semua ini gara-gara mbyak Nilam, Mas, dia sengaja bikin aku kaya gini.""Terus aja nyalahin aku, bukannya terima kasih udah aku masakin malah nuduh yang enggak-enggak!""Aku nggak mau tau, antar aku ke dokter sekarang mas! Aku nggak mau wajah cantikku jadi jelek karena bibir aku kaya gini," ucap Viola sambil menggoyang-goyangkan lengan Mas Danu."Nanti pulih sendiri bibir kamu. Sekarang aku mau tidur dulu, ngantuk," ucap Mas Danu sambil mengelus-elus perutnya, mungkin dia kekenyangan. Mas Danu berlalu menuju kamarku."Ihh... Mas Danu kok gitu sih?" Viola menghentak-hentakkan kakinya di, sambil mengerucutkan bibirnya.***"Mas aku mau nagih janji kamu!" ucapku pada mas Danu saat kami sedang berada di kamar."Janji apa Dek, emang kapan aku buat janji sama kamu?" tanyanya dengan raut wajah yang kebingungan."Janji kamu yang katanya tidak akan menyatukan dua istri dalam satu rumah.""Dek, Mas mohon pengertian kamu! Kamarku yang ada di rumah Mama sedang direnovasi, jadi untuk beberapa hari kedepan biarin Viola nginep disini ya?""Jangan alasan kamu Mas, di rumah mama itu ada banyak kamar. Nggak mungkin kalau nggak ada yang bisa ditempati.""Iya, memang di rumah Mama banyak kamar. Tapi kamar yang ada AC-nya cuma kamar Mama dan kamar kita dulu sedangkan Viola nggak bisa tidur tanpa AC. Kebetulan di kamar tamu rumah ini sudah ada AC-nya. Mas mohon pengertian dari kamu, lagipula dia bisa jadi teman kamu supaya nggak jenuh di rumah kalau aku berangkat kerja.""Terserah Mas deh, yang penting aku nggak mau kalau Viola tinggal bareng kita selamanya!""Iya Dek, cuma beberapa hari kedepan kok.""Mas... Mas Danu!" Suara teriakan Viola terdengar di luar kamar."Mas Danu... Mas Danu?"Suara cempreng Viola disertai suara ketukan pintu yang bertubi-tubi benar-benar memekakkan telinga."Buruan deh temuin istri mudamu, berisik tau mas!"Viola langsung nyelonong masuk ke kamarku setelah pintu dibuka oleh mas Danu."Mbak Nilam gimana sih, hari inikan masih jatah mas Danu tidur sama aku. Kenapa mas Danu malah disuruh tidur sama mbak?""Siapa juga yang nyuruh mas Danu tidur sama aku, tuh mas Danu sendiri yang pengen disini!" ucapku sambil melirik kearah suamiku tersebut."Aku nggak percaya sama mbak, mana mungkin mas Danu memilih tidur sama mbak Nilam? Secara mbak kan udah nggak menarik, masih cantikkan aku kemana-mana. Jadi sudah dipastikan mas Danu lebih betah sama aku ketimbang sama istri tuanya.""Terserah mau ngomong apa tentang aku, lebih baik kamu tanya sendiri sama suamiku itu kenapa sekarang bisa ada di kamar ini!""Mas Danu juga suami aku, bukan cuma suami mbak aja." Viola beralih menatap suaminya."Pasti mbak Nilam bohong kan mas? Pasti s
"Mbak Nilam ini jatah bulanan buat Mbak!"Viola berucap sambil mengulurkan sebuah amplop berwarna coklat muda kearahku. Biasanya nafkah dari Mas Danu selalu ditransfer langsung ke rekeningku.Tapi kini berbeda, jatah nafkah yang dulu hanya untukku kini harus terbagi. Seperti halnya aku berbagi suami, aku juga harus rela berbagi jatah nafkah.Aku meraba amplop tersebut sebelum membukanya. Tak bisa diterka berapa uang yang terdapat di dalamnya, tapi bisa dipastikan kalau isinya tak lebih dari separuh yang biasanya aku terima.Biasanya diawal bulan seperti ini ada notifikasi di layar hp ku yang mengatakan ada transferan masuk senilai 10 juta.Dengan uang itu aku bisa memenuhi kebutuhan rumah, mengirim sedikit kepada orang tuaku juga ada sisa untuk ditabung.Meskipun aku tak tau berapa kisaran gaji yang diterima Mas Danu sebagai seorang direktur di perusahaan yang diwariskan ayahnya sebelum meninggal.Yang pasti aku sudah merasa cukup dengan nafkah yang selalu diberikan Mas Danu hingga sa
"Bapak sama ibu datang kesini kok ngga bilang-bilang?" Ucapku kaget menatap sepasang malaikatku tengah berdiri di depan pintu."Iya kami sengaja mau memberi kejutan buat kamu," jawab ibu sembari tersenyum manis.Aku merindukan dua sosok ini. Dua malaikat yang tak pernah berhenti menyayangiku. Juga doa mustajabnya tak pernah putus mereka lantunkan untukku."Kejutan dari ibu dan bapak sukses bikin aku shok saking senangnya. Yaudah ayo masuk pak, buk pasti kalian lelah menempuh perjalanan jauh!"Aku menyuguhkan dua cangkir teh manis untuk orang tuaku beserta stoples kue kering."Ayo diminum tehnya biar badannya enakkan!""Iya terimakasih nduk."Entah mengapa ada perasaan senang bercampur was-was pada kunjungan orang tuaku saat ini.Terlebih lagi aku belum mengirim uang untuk kedua mereka, ah bagaimana mau mengirim untuk orang tua, untuk mencukupi kebutuhan rumah saja aku harus berfikir keras. Beruntung aku masih punya tabungan meski entah bisa menutup kebutuhan rumah sampai kapan."Ndu
Mas Danu menarik kasar tanganku menuju kamar dan menutup pintunya dari dari dalam."Kamu apa-apaan sih mas? Narik-narik tangan aku, sakit tau!"Dia menatap nyalang kearahku, bisa dipastikan emosinya saat ini sedang naik. Membuat nyaliku sedikit menciut."Apa maksud kamu ngomong yang enggak-enggak sama bapak kamu?" Giginya gemelutuk."Apaan sih mas aku nggak ngomong aneh-aneh sama bapak kok mas.""Jangan bohong! Kalau kamu nggak ngadu yang enggak-enggak mana mungkin bapak ngomong kaya gitu sama aku. Pake ngomong siap nerima kamu lagi dirumahnya segala, emang dia pikir aku mau menceraikan kamu? Jujur aja kamu ngomong apa sama orang tua kamu tadi?""Aku hanya mengatakan pada mereka bahwa sekarang aku bukan satu-satunya wanita yang menjadi istri kamu," ucapku sambil membuang pandangan kesembarang arah guna meringankan beban berat yang menghimpit dada.Bukan tanpa sebab jika mata kami bersirobok sudah pasti akan ada air mata yang mengalir dari kedua sudut mataku."Kenapa kamu harus ngomong
Akhirnya aku bungkam walau hati terasa dongkol terlebih melihat senyum kemenangan yang terbit diwajah Viola. "Memangnya kamu ini siapa nak, temannya Nilam ya?" tanya ibu lembut kepada Viola."Oh bukan Bu. Mana mungkin saya berteman dengan mbak Nilam. Kenalkan nama saya Viola istrinya mas Danu," ucap Viola dengan bangga.Seketika ekspresi wajah bapak dan ibu berubah menjadi masam."Oh jadi kamu istri kedua Danu yang tiba-tiba masuk kedalam rumah tangga anak saya?" tanya ibu dengan sinis."Ibu jangan sembarangan bicara ya saya ini lebih dulu mengenal mas Danu daripada mbak Nilam. Jadi saya yang lebih lama hadir dihidup mas Danu," jawab Viola dengan geram."Sudahlah Bu, harusnya ibu yang sudah tua bisa menghormati yang lebih muda. Sekarang status Viola sama dengan Nilam, jadi saya mohon jangan menyudutkan Viola!" ucap mas Danu tegas."Ini suami yang kamu pertahankan nduk? Melihat sikapnya kepada orang tua seperti itu apakah yakin tetap ingin bertahan?" Kini bapak yang bersuara lantang.
Mataku terbelalak melihat nominal yang tertera dalam layar mesin ATM. Terdapat angka dua dengan tujuh angka bulat berjejer di belakangnya.Itu uang yang selama ini aku kirimkan ke kampung tapi kini telah diserahkan kembali kepadaku oleh orang tuaku. Ah betapa hati mereka seperti malaikat.Jika ditambah dengan tabungan yang ada di ATM pribadiku yang berjumlah lima belas juta sepertinya aku bisa membuat usaha kecil-kecilan.Untuk menutup biaya rumah bisalah dengan uang hasil jualanku. Satu bulan aku bergabung menjadi reseller produk kecantikan, keuntungan bersih yang mengalir di ATM baruku sudah mencapai tiga juta setengah. Nominal yang fantastis bagi seorang pemula, meski perjuangannya begitu menguras pikiran.Aku sudah berfikir dengan matang mengenai usaha yang akan aku rintis. Dalam benakku saat ini adalah bisnis hijab. Mengingat saat ini trend hijab dengan berbagai model tengah menjamur. Kebetulan aku mempunyai teman yang memiliki usaha konveksi skala kecil. Dia bersedia untuk beke
"Eh mbak Nilam disini juga ternyata. Tapi inikan restoran mahal, pasti disini cuma numpang nongkrong dan persen segelas air putih aja kan?" Benar-benar mulutnya selalu saja digunakan hanya untuk merendahkan orang lain."Terserah aku dong, lagian aku juga nggak minta dibayarin sama kamu kan?" jawabku ketus."Kalau mbak mau aku bisa bayarin makanan kamu kok. Buruan deh pesan apa yang mbak mau mumpung aku lagi baik hati. Jarang-jarang loh bisa makan makanan mahal gratis pula.""Nggak perlu! Aku masih mampu jika hanya makan di restoran ini.""Aduh mbak ini sombong ya mau ditraktir juga pake nolak segala. Yasudahlah ayo mas kita pesen makanan udah lapar aku seharian keliling mall," ajak Viola kepada mas Danu."Maaf ya dek aku belum pulang ke rumah," ucap mas Danu lirih."Nggak papa kok mas, aku sudah mulai terbiasa. Mungkin kamu besok juga harus bisa membiasakan diri tanpa aku.""Apa maksud kamu bicara seperti itu dek?""Bukan apa-apa. Hanya saja sesuatu yang ada di dunia ini pasti akan
Aku membaca huruf demi huruf pada surat pemeriksaan dari dokter tadi siang. Ternyata dua bulan yang lalu sebelum mas Danu melangsungkan pernikahan, sudah ada malaikat kecil yang singgah di rahimku.Andai saja aku tau lebih awal pasti kami berdua telah berbahagia. Hanya berdua, tanpa ada adik madu yang mengusik kebahagiaan kami.Sayangnya Sang Perancang takdir membuat skenario yang begitu apik dalam hidupku. Dia mengujiku dengan rasa sakit, rasa cemburu hingga aku termotivasi bangkit dan menjadi wanita mandiri.'Nak mungkin nanti kasih sayang yang papa beri untukmu tidaklah utuh, tapi yakinlah mama tak akan pernah membiarkanmu kekurangan kasih sayang,' gumamku pada malaikat kecilku, sambil mengelus-elus perut yang masih rata.Deru mobil mas Danu terdengar berhenti di depan rumah. Akhirnya ingat juga dengan istri pertamanya ini."Dek, mas boleh minta tolong sama kamu nggak?""Minta tolong apa mas?""Anu, itu. Kemarin katanya Viola lihat kamu makan salad buah, dia mau minta tapi nggak di