Share

Part 7

"Mbak kok baru sampai, kita udah nunggu lama banget lho. Mbak sengaja ya pergi lama biar aku sama Mas Danu kecapekan nunggu diteras?"

Baru saja aku turun dan menginjakkan kaki dari taxi, suara Viola sudah merepet seperti petasan yang terus-menerus meledak.

Aku hanya menatapnya malas sambil mengambil anak kunci dari tas selempangku dan memutarnya di tempat lubang kunci pintu masuk.

Aku melenggang masuk dengan santai disusul Viola yang berjalan sambil menghentak-hentakkan kakinya. Mungkin dia kesal karena aku abaikan.

"Dek kamu masak apa, aku lapar dari pagi belum makan?" tanya mas Danu.

"Maaf mas aku nggak tau kalau kamu mau pulang hari ini jadi aku belum masak. Aku juga tadi udah makan diluar sama Fira. Kalau kamu lapar suruh aja istri baru kamu yang masak!"

Viola langsung membelalakkan matanya menatapku dan hanya aku tanggapi dengan senyuman.

"Nggak bisa gitu dong Mbak! Aku ini capek habis honeymoon sama Mas Danu, pengen istirahat. Jadi tolong mbak aja ya yang masak buat kita!"

Entah sengaja atau tidak, tapi Viola seakan menekankan kata honeymoon. Mungkin ia ingin memanas-manasi aku, tapi maaf sepertinya rasa cemburu itu akan luntur dengan sendirinya seiring berjalannya waktu.

"Maaf Viola tapi hari ini masih jatah kamu bareng Mas Danu, jadi sudah menjadi tugas kamu untuk melayani Mas Danu hari ini."

"Mas lihatlah! Kenapa Mbak Nilam nggak bisa ngertiin kita, padahal kamu tau sendiri kan kalau aku capek?"

"Viola benar Dek, kami masih capek. Jadi tolong hari ini kamu yang masak ya, Mas mohon!" nada bicara mas Danu melemah, itu artinya dia memang sedang lapar.

Akhirnya aku memilih mengalah, lagipula aku masih sah menjadi istri Mas Danu. Aku juga masih punya hati nurani, tak tega melihat suamiku kelaparan.

Sedangkan Viola tersenyum penuh kemenangan, menyebalkan sekali.

Dua mangkok mie instan spesial dengan telur diatasnya tak lupa tiga sendok cabai bubuk aku campurkan disetiap mangkoknya, telah tersaji cantik di meja makan.

"Mas makannya sudah aku siapin di meja makan."

Mas Danu yang semula duduk lesu di meja makan kini dengan penuh semangat menuju meja makan, diikuti Viola dibelakangnya tentunya.

"Kamu masak mi instan dek?"

Aku mengangguk. Mungkin karena saking laparnya jadi tak ada kalimat protes dari mulutnya. Dia memilih duduk dan menikmati mie yang sudah pasti pedas itu.

"Mbak kok cuma masak mi instan sih?" tanya Viola, yang terdengar tidak suka dengan apa yang tersaji.

"Terus kamu maunya apa? Pizza, spaghetti atau burger?"

"Kayaknya spaghetti enak deh mbak!"

Benar-benar tak tau malu, seharusnya dia mengerti kalau aku tak serius dengan ucapanku.

"Udahlah makan aja apa yang ada, lagipula apapun yang dimasak Nilam selalu enak kok!" ucap mas Danu sambil menyeka keringat yang mengalir di pelipisnya. Aku tau dia sedang menahan rasa pedas di mulutnya tapi entah mengapa dia tak berhenti menyuap. Maklum saja Mas Danu memang menyukai rasa pedas.

Dengan raut wajah kesal, Viola akhirnya mau menyentuh mangkok tersebut dan memasukkan mie kedalam mulutnya.

"Mbak sengaja ya mau ngerjain aku, mbak sebenarnya tau kan kalau aku nggak suka pedas?"

"Heh jangan asal bicara kamu! Kamu pikir aku emak kamu yang setiap hari nyuapin makanan ke mulut kamu? Mana aku tau kalau kamu nggak suka pedes, tuh liat mas Danu aja anteng-anteng aja makannya!"

Viola memuntahkan makanan yang masuk ke mulutnya ke wastafel. Ia kembali dengan bibir yang Jontor karena kepedesan. Sebenarnya aku ingin tertawa terbahak-bahak, tapi masih aku tahan cukup senyuman saja yang aku tampilkan.

"Hwa...haha..."

Bukan aku yang tertawa sekeras itu, tapi justru Mas Danu yang mentertawai istri barunya itu.

"Lihat deh bibir kamu udah kaya digigit tawon! Coba deh liat kaca lucu banget tau!"

"Ihh... Mas kok malah ngetawain aku sih? Semua ini gara-gara mbyak Nilam, Mas, dia sengaja bikin aku kaya gini."

"Terus aja nyalahin aku, bukannya terima kasih udah aku masakin malah nuduh yang enggak-enggak!"

"Aku nggak mau tau, antar aku ke dokter sekarang mas! Aku nggak mau wajah cantikku jadi jelek karena bibir aku kaya gini," ucap Viola sambil menggoyang-goyangkan lengan Mas Danu.

"Nanti pulih sendiri bibir kamu. Sekarang aku mau tidur dulu, ngantuk," ucap Mas Danu sambil mengelus-elus perutnya, mungkin dia kekenyangan. Mas Danu berlalu menuju kamarku.

"Ihh... Mas Danu kok gitu sih?" Viola menghentak-hentakkan kakinya di, sambil mengerucutkan bibirnya.

***

"Mas aku mau nagih janji kamu!" ucapku pada mas Danu saat kami sedang berada di kamar.

"Janji apa Dek, emang kapan aku buat janji sama kamu?" tanyanya dengan raut wajah yang kebingungan.

"Janji kamu yang katanya tidak akan menyatukan dua istri dalam satu rumah."

"Dek, Mas mohon pengertian kamu! Kamarku yang ada di rumah Mama sedang direnovasi, jadi untuk beberapa hari kedepan biarin Viola nginep disini ya?"

"Jangan alasan kamu Mas, di rumah mama itu ada banyak kamar. Nggak mungkin kalau nggak ada yang bisa ditempati."

"Iya, memang di rumah Mama banyak kamar. Tapi kamar yang ada AC-nya cuma kamar Mama dan kamar kita dulu sedangkan Viola nggak bisa tidur tanpa AC. Kebetulan di kamar tamu rumah ini sudah ada AC-nya. Mas mohon pengertian dari kamu, lagipula dia bisa jadi teman kamu supaya nggak jenuh di rumah kalau aku berangkat kerja."

"Terserah Mas deh, yang penting aku nggak mau kalau Viola tinggal bareng kita selamanya!"

"Iya Dek, cuma beberapa hari kedepan kok."

"Mas... Mas Danu!" Suara teriakan Viola terdengar di luar kamar.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status