Share

Part 3

"Oke Danu terserah kamu jika terus membela dan mempertahankan hubunganmu dengan wanita miskin ini!" ucap Mama sambil mengarahkan telunjuk di depan wajahku.

"Tapi kamu masih ingat kan perjanjian kita sebelum kamu memutuskan menjadikan pelayan ini istrimu?"

Perjanjian? Aku benar-benar tak tau ada kesepakatan apa antara ibu dan anak ini sebelum Mas Danu menikahiku.

"Iya Ma, aku ingat tapi bukankah itu takdir Tuhan? Lagipula kami baru menikah selama satu tahun, bukankah itu masih belum terlalu lama?"

"Mama nggak mau tau, kesepakatan tetaplah kesepakatan! Bukankah kamu dulu menyetujuinya? Bukan salah Mama jika ternyata wanita pilihanmu itu man*ul."

Aku semakin tak mengerti dengan arah pembicaraan mereka. Apa mungkin ini ada hubungannya dengan Mama yang tiba-tiba merestui pernikahanku dengan anaknya dulu?

"Sebenarnya apa isi perjanjian itu mas?"

Daripada semakin penasaran lebih baik aku bertanya untuk mendapat kejelasan.

"I-itu... Anu dek.."

Kegugupan mas Danu semakin membuat rasa penasaranku membuncah terlebih melihat keringatnya bercucuran di ruangan ber-AC ini.

"Biarkan Mama yang menjelaskan," ucap mama dengan ekspresi dinginnya.

"Kamu masih ingat kan jika dulu aku sangat menentang hubungan kalian berdua? Tapi Danu bersikeras untuk menikahimu, bahkan ia bersikeras untuk kawin lari denganmu. Akhirnya dengan sangat terpaksa, aku merestui kalian berdua dengan syarat kamu harus hamil sebelum pernikahan kalian menginjak satu tahun."

Kulirik Mas Danu yang tertunduk tak berani mengangkat kepalanya.

"Lalu apa yang akan terjadi jika dalam jangka waktu tersebut aku belum bisa hamil?"

"Terpaksa kalian harus berpisah!"

Aku terperangah, haruskah takdir menjadikanku janda setelah berhasil mempunyai seorang suami selama satu tahun.

"Apa tak ada solusi lain selain perceraian? Aku mohon Ma masih ada banyak waktu, setelah ini kami akan mengikuti program hamil supaya bisa lekas memberikan Mama cucu," ucap mas Danu mengiba.

"Sayang sekali, waktu satu tahun menurut Mama sudah cukup. Tapi Mama punya solusi lain, itupun jika kalian setuju," ucap mama sambil melirik kearahku.

"Danu akan melakukan apapun asal tidak berpisah dengan Nilam. Katakan apa yang harus aku lakukan Ma?"

"Jadikan Viola istrimu maka Nilam juga akan tetap menjadi istrimu!"

Benarkah ini solusi terakhir, entah apa yang akan terjadi jika ada dua ratu dalam sebuah rumah tangga. Yang pasti banyak masalah yang akan terjadi.

Aku melirik kearah Mas Danu, tergambar dengan jelas raut kecemasan juga kebimbangan di wajahnya.

Tak hanya Mas Danu, akupun juga bimbang antara dimadu atau dicerai.

Berbeda dengan ekspresi Viola yang terlihat amat senang dengan senyum penuh kemenangan yang ia tampilkan.

"Izinkan aku bicara berdua dengan Nilam sebentar!"

"Oke Mama beri kalian waktu 15 menit untuk memutuskan semuanya."

Mas Danu menggandeng tanganku menuju kamar yang dulu kami tempati di rumah ini.

"Aku nggak mau dimadu Mas," lirihku.

Aku tak ingin berkata aku kuat padahal nyatanya sedang membohongi diri sendiri dan berkamuflase seakan semuanya baik-baik saja.

"Apakah itu artinya kamu menginginkan hubungan kita segera berakhir? Tolonglah Dek, jangan menempatkan aku diposisi yang sulit, jujur aku tidak bisa jika harus memilih antara kamu dan mama!"

"Apakah kamu masih mencintai Viola?"

Kutatap dua manik mata suamiku tersebut.

"Adanya Viola tak akan merubah bahwa kamu tetep menjadi yang nomor satu dihatiku."

Bukan jawaban itu yang aku mau mas. Padahal aku berharap ia berkata dengan lantang bahwa sama sekali tak ada cinta untuk Viola.

"Itu artinya memang ada rasa cinta untuk Viola begitu kan Mas?"

"Jangan makin mempersulit keadaan! Intinya hanya satu kamu rela dimadu atau rela aku ceraikan?"

"Mas yakin akan tetap ada aku dihatimu meski nanti posisiku dengan Viola sama?"

"Percayalah! Tak ada yang bisa menggantikan posisimu dihatiku."

Tak ada sorot kebimbangan di matanya, hanya ada sorot mata yang seakan membiusku untuk meyakini ucapan pria yang menjadi kekasih halalku tersebut.

"Baiklah Mas demi keutuhan rumah tangga kita, aku izinkan kamu menikah dengan Viola."

Jangan tanyakan bagaimana perasaanku saat mengucapkan kalimat itu. Seakan dada ini dihimpit oleh batu besar, sakit pasti sakit. Bahkan mata ini ikut bereaksi dengan meneteskan bola-bola kristal cair.

"Maafkan aku Dek, tolong maafkan aku! Aku tak punya pilihan lain," ucapnya sambil merengkuh tubuh ini kepelukannya disertai kecupan bertubi-tubi yang mendarat dipucuk kepalaku.

Kemarin pelukan seperti ini masih terasa begitu nyaman dan hangat tapi kini rasa itu telah berbeda berganti dengan perasaan cemas karena mungkin besok bukan hanya aku yang akan dia peluk seperti ini.

"Sudah Dek, hapus air matamu! Kamu terlihat jelek jika menangis."

Mungkin dulu jika kata itu muncul dari bibirnya saat aku menangis, maka wajah sedihku akan berubah menjadi senyuman. Tapi kini malah membuatku ingin menangis lebih lama.

Tok tok tok

"Sudah lebih dari 15 menit waktu yang kalian habiskan untuk berdiskusi!" teriak Mama dari balik pintu yang masih tertutup itu.

"Tunggu sebentar Ma, kami akan segera keluar," jawab mas Danu sedikit berteriak.

Aku menyeka bekas air mata yang masih membasahi pipiku. Aku tak bisa membohongi diri bahwa aku terluka, tapi setidaknya aku masih bisa berbohong dihadapan Mama dan Viola dengan bersikap seolah aku wanita kuat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status