Share

VAMPIRES UNITED
VAMPIRES UNITED
Penulis: Joko D Mukti

1. Pendatang Baru

“Siapa nama orang baru itu?”

“Sam.”

“Tidakkah lo pikir dia cool?” 

“Lo pikir gitu?”

“Liat aja. Liat. Ia datang bersamaan dengan Titus. Ia jalan kaki, Titus turun dari mobil mewahnya, diiringi para pengawalnya. Tapi gak ada canggungnya sama sekali si Sam itu. Eh, dia menatap Titus seolah Titus itu hanya kecoak yang lewat. Tapi Titus gak memedulikannya, mungkin ia merasa berada jauh di atas angin dibanding Sam.”

“Aku liat. Emangnya kenapa? Jangan berani-berani ngliatin dan komentar tentang boss ya. Gak sopan!”

“Ya kalau gue yang ngliatin gak perlu melotot kayak mata lo, dong. Lagian yang gue liat itu Sam, bukan si boss.”

“Gak sopan. Masak si boss malah gak diacuhin, lo malah ngliatin si Sam. Eits, ati-ati. Orangnya makin dekat. Maaakiiin deeekaaat,” ucap sang resepsionis menyenandungkan perkataannya.

“Tenang aja, man. Tenang,” bisik Sonia, lalu menunduk, sedetik kemudian ia mendongak, mengibaskan rambut panjangnya acuh-tak-acuh dan lalu menatap langsung ke arah Sam. Wajahnya sumringah dan terus terang seolah angin surga yang lembut barusan meniup lehernya, katanya ringan, “Hallo, Sam!”

Yang disapa tersenyum tipis. Setipis kulit ari. Lalu menyingkir ke tepi ketika Titus—masuk ke ruang lobi seakan mengklaim daerah kekuasaannya—dengan tangan terangkat tinggi memberi perintah ke sana-ke mari kepada para ‘bayangan’-nya yang terdiri dari beberapa lelaki berpakaian resmi dengan jas lengkap. Sesaat ruang yang luas itu disibukkan oleh hilir mudik yang sigap. Mereka tahu yang sedang mereka kerjakan, dan mereka melakukannya dengan cepat. Ini disukai oleh Titus, yang tersenyum dengan wajah tengadah seolah otak belakangnya lebih berat dari dagunya yang lemah. 

“Ada apa ini, Sonia?” mendadak Sam yang masih membisu tenang di sebelahnya bertanya. Sonia tersentak. Menatap Sam dengan keterkejutan yang tak ditutup-tutupi. Sam tahu namanya? Kapan mereka pernah dikenalkan secara resmi? Jawabnya: tak pernah. Dan cowok itu sudah tahu namanya dan tak canggung menyebutkannya kepadanya? Ah, pertanda bagus! 

“Sonia menatapku seolah melihat hantu,” tukas Sam tenang. Lalu seakan geli oleh ucapannya sendiri, ia tertawa tanpa bunyi.  

Sonia meringis jengah. Begitu jelaskah perasaannya terbaca? Hati-hati.  Cewek gak boleh terlalu mudah memperlihatkan perasaan. Apalagi kepada cowok. Sedetik wajah Sonia semburat memerah. Ia berdehem kecil. Helaan napas halus di hidungnya yang bangir. Lantas, ketika berbicara suaranya menjadi lebih berat dan tenang. Kendali total agaknya telah kembali ke dalam dirinya.

“Akan ada tamu dari Balaikota. Mungkin walikota itu sendiri,” jelas Sonia terdengar terlalu serius untuk sebuah info yang terlalu biasa. Lirikannya ke arah cowok itu terputus sewaktu tahu Uwie sang resepsionis juga mengamatinya. Cowok yang dipanggil Sam itu mengangguk, seraya mengamati suasana sekelilingnya. 

Setelah suasana kembali normal, dan pintu ke arah ruang redaksi tak lagi dijejali orang-orang. Sam berjalan pelan ke arah mejanya, jauh di sudut sepi dan terpencil ruang redaksi. Sonia mengikuti langkahnya dengan tatapan yang kini penuh perhitungan. Benaknya menimbang-nimbang apakah ia harus kembali membuka komputernya dan mengecek naskah yang baru diselesaikannya tadi sore. Atau pulang. 

Pulang berarti ia harus mengorbankan momen yang mungkin akan menyenangkan bersama Sam. Kalau ada ...

Sonia melihat Sam duduk di mejanya jauh di sudut, di balik komputer yang terletak paling dekat dengan pintu ke bagian belakang gedung, jalan tembus menuju bagian pra-cetak. Pandangan Sonia ke sana tertutup oleh bingkai dinding kaca dan beberapa rak di seberang meja bermonitor di barisan terdepan dekat pintu dari lobi. Langit mulai membiaskan cahaya merah yang muram. Senja akan berlalu tanpa sapa. Malam akan segera tiba tanpa permisi. Jendela-jendela kaca hitam satu-arah di ruang redaksi yang luas mulai dibuka, satu-persatu, menyambut udara malam yang sejuk yang akan mengganti udara dari mesin pendingin seharian.

“Sudah lega, setelah ketemu idolamu?”

“Lega? Idola? Ih, apaan sih lo, Wie! Gue cuma suka liat dia begitu cool. Cuma itu. Lagipula mau dikemanain si Albert, cowok gue!” bantah Sonia kalang kabut.

“Gak usah sewot. Gak usah baper. Tuh jemputan lo tiba.”

“Mana?”

“Itu mobil Albert, kan? Masak sama mobil pacar lo lupa? Pasti gara-gara Sam ini!” tuduh Uwie sang resepsionis. Sonia melotot. Secara mendadak ia putuskan untuk pulang. Habis, dijemput Albert....

“Gak usah, ya! Udah deh jangan sebut Sam lagi kalau ada Albert.”

“Cepetan! Tamu si boss udah pada datang tuh mulai masuk gerbang. Nanti pintu depan penuh orang lagi.”

“Ok, yuks mari!” 

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening cant wait to read the next chapter.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
goodnovel comment avatar
Township Gogo
terlalu banyak tokoh yg berbicara tanpa di beri tanda, bikin bingung siapa aja yg ngomong
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status