Share

6. Ketegangan di Akhir Malam

Rastri menyumpah panjang pendek untuk sesaat. Jantungnya seakan berhenti sedetik, dan koran yang berada di genggamannya nyaris terlepas. Matanya menangkap sosok redaksi bahasa baru itu tiba-tiba muncul di belakangnya. Rastri terdiam menenangkan dirinya. 

“Brengsek, kau membuatku kaget,” omelnya. Lalu tanpa banyak berkata lagi Rastri berbalik beranjak pergi. Sam mengikutinya tanpa suara. Di ambang pintu ke bagian pra-cetak Rastri berhenti. Tatapannya keras dan menolak.

“Mengapa kau mengikutiku?” tegurnya panas.

“Kau puas beritamu telah dimuat?” ulang Sam.

“Apa maksudmu?”

“Kau akan mendapat masalah karena berita itu.” 

Rastri melipat koran di tangannya, lantas mengepitnya di ketiak. Sikapnya tak peduli. Ada seringai masam di wajahnya yang dingin, tapi ia berhasil menghapusnya dengan bersikap sinis. 

“Jangan takut. Kau tak akan kehilangan pekerjaanmu,” sentak Rastri.

“Kau akan mendapat masalah kalau berita itu tidak benar.”

Rastri menatap sepasang mata yang menatapnya lurus. Mendadak ia sadar—berkebalikan dengan penampilannya yang pendiam dan menarik diri—orang baru itu memiliki sepasang mata yang membuatnya ngeri. Rastri menunduk. Dan ia benci telah menunduk di hadapan orang baru yang selalu membuatnya gelisah dalam tiga bulan ini. Orang baru itu lebih mengkhawatirkan kebenaran beritanya. Siapakah orang baru itu? Apakah ia orang seperti dirinya? Lalu mengapa ia selalu membuat perasaannya tidak enak? Perasaan aneh memualkan seperti perasaan yang menghunjam hatinya saat...

“Kau pikir wartawan seperti apa aku? Tentu saja aku tidak mengarang beritaku!” bentak Rastri sengit.

Sam tersenyum, namun Rastri tak melihat keramahan di situ. Ia ingin meneliti sekali lagi mata yang menatapnya. Alih-alih melakukannya Rastri bergegas pergi dan menerabas langsung ke pintu keluar. Di halaman yang gelap dan dingin, ia menoleh dan sesaat dadanya kembali berdebar kencang melihat Sam masih mengikutinya.

“Mengapa kau mengikutiku?” 

“Kau begitu yakin dengan beritamu?”

“Aku yakin seratus persen!” serunya seperti ledakan marah. Sambil mengatakan itu Rastri berlari kecil ke halaman depan, menuju gerbang depan yang terang di mana sejumlah satpam duduk dengan muka berminyak yang letih dengan rokok menyala di tangan mereka. Sam mereka-reka sesuatu yang ada di balik emosi kata-kata Rastri. Putus asa? Marah? Tertekan?

Tepat tengah malam. 

Nanar Sam menatap ke langit. Jadi benar vampir telah menjadi gangguan kembali? Sam bertanya-tanya bagaimana Rastri akan pulang. Jika ia merasa yakin akan beritanya ia seharusnya tidak akan ceroboh pulang sendirian. Pada jam selarut ini tak ada kendaraan umum kecuali omprengan yang sesekali muncul. Apakah seseorang menjemputnya? Dengan langkah tak tergesa Sam menyusul. Bukankah ia juga harus pulang? 

Mata Rastri nanar melihat Sam muncul dari balik gerbang. Ketika tahu Sam menatapnya, ia melengos. Langkah malas Sam yang seolah ia memiliki semua waktu di dunia ini menjengkelkannya. Rastri cepat berpaling dan memencet tombol ponselnya. Tak ada jawaban. 

Jalan cukup lengang. Tetapi ketika Sam sampai di sebelah Rastri mendadak terdengar suara raungan sekelompok sepeda motor dari kejauhan. Asap menghantam hidung Sam ketika lima orang berkendaraan sepeda motor itu berhenti mendadak di depan Rastri. 

“Brandal bising ini menjemputmu?” tanya Sam heran. Tanpa menoleh Rastri melompat ke belakang pengendara terdepan. Wajah-wajah yang menatap Sam keras dan garang. 

“Apakah orang ini mengganggumu, Rastri?” setengah menoleh si pengendara motor bertanya. Wajah tirus yang dibingkai rambut gondrong itu didominasi oleh dua pasang mata yang lebar dan tajam, serta sebuah mulut berbibir hitam tipis yang tampak agak feminin untuk lelaki segarang itu. 

“Tidak, hanya ....”

“Gue ingin gue tidak lagi melihat lo ketika menjemput Rastri besok!” sembur si gondrong pengendara sepeda motor itu langsung kepada Sam. 

“Para penjemputmu sangat mengesankan, Rastri. Sangat ramah!” tukas Sam berusaha mengalahkan bunyi derum motor. Si gondrong melompat dan dalam gerakan yang gesit penuh kemarahan ia berhasil mencengkeram baju Sam. Sam mundur tanpa berusaha melepaskan diri. Dan ini semakin meningkatkan kemurkaan si pengendara itu. Ia membanting Sam ke samping. 

Matanya terbelalak. 

Sam sama sekali tak bergerak seperti pilar beton baja. Mereka berdua berdiri berhadapan sesaat. Sam menatap penyerangnya tenang, sementara pengendara motor itu memegangi baju Sam dengan marah bercampur jengah. Situasinya nyaris menggelikan. Para pengendara sepeda motor menatap mereka dengan bingung sebelum penyerang Sam berteriak sebal dan melepaskan Sam dengan kasar.

“Kau sudah selesai melampiaskan marahmu, gondrong?” tanya Sam tanpa nada humor. Penyerangnya telah meloncat kembali ke atas sadel, di belakangnya Rastri menatap Sam dengan pandangan heran.

Jawaban yang Sam terima derum yang lebih memekakkan telinga dan asap yang menyembur lebih banyak dari lima sepeda motor itu. Hantu-hantu penasaran akan bangun jika mereka terus membuat kebisingan dan berulah seperti itu. 

Setelah menatap dingin ke arah Sam, mereka pergi meninggalkan Sam sendirian di kota yang mulai sunyi. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status