Share

03. Menikahlah Dengan Jose

“Ngomong-ngomong ... ada hubungan apa kau dengan Jose?” tanya kakaknya, Camila, ketika Thalia telah tiba di ruang rawat ayahnya dan mengeluarkan seluruh pasta buatannya.

Ayahnya masih tertidur, kata Camila tadi, Pap baru saja selesai minum obat.

Bagaikan bunga salju di tengah gurun pasir, pertanyaan Camilla itu begitu mengherankan Thalia.

Jose? Thalia berpikir keras. Kenapa lagi-lagi nama itu disangkut pautkan padanya?

“Maksudmu ... Jose Antonio, kakak tirinya si peselingkuh itu?” Sejak dia mengetahui perselingkuhan Fernando, Thalia merasa tak sudi menyebut nama itu lagi. Jadilah dia menggantinya dengan sebutan ‘si peselingkuh’.

Thalia melihat Camilla mengangguk mengiyakan. Kini Thalia yang mengernyit semakin dalam, semakin heran. “Kenapa dia?”

“Dia barusan datang ke sini,” jelas Camilla sambil mengunyah daging ayam yang telah diolah menjadi potongan yang lembut.

“Dia datang? Ke sini?” Thalia semakin heran. Ada apa pria itu datang kemari? “Maksudmu menjenguk Pap?”

Camilla mengangguk, kemudian Thalia melanjutkan lagi dengan benak yang dipenuhi tanda tanya, “Apa yang dia lakukan?”

“Dia berbicara dengan Pap.”

“Berbicara?” Keheranan Thalia semakin menjadi-jadi. Dia tidak tahu jika ayahnya mengenal Jose sedemikian baiknya hingga mereka bisa berbincang, terlebih di saat sedang sakit begini.

“Iya. Dia datang saat Pap habis disuntik obat. Setelah itu, dia minta diizinkan bicara dengan Pap, empat mata,” bisik Camilla semakin menggebu, penuh teka-teki.

“Dan kau mengizinkannya?”

“Iya. Awalnya aku ragu. Tapi Pap tidak keberatan. Malahan, Pap memintaku keluar sebentar. Jadi, ya, aku keluar. Dan aku tidak tau apa yang mereka bicarakan.”

Rasa penasaran Thalia semakin membuncah. Terlebih lagi, setelah berpikir keras, tidak ada satu pun topik yang bisa dia hubungkan antara Jose dan ayahnya. Selama ini, ayahnya tidak pernah berbicara satu hal pun tentang Jose. Bahkan menyebut nama pria itu saja tidak pernah. Jadi, di benak Thalia, ayahnya dan Jose tidak saling mengenal, apalagi saling berhubungan.

“Lalu, setelah itu?” Thalia mendesak Camilla bercerita dengan lengkap.

“Mereka hanya bicara selama 10 menit saja. Setelah itu dia pulang. Dan yang lebih mengejutkan, Pap berpesan padaku, jika kau datang, dia minta dibangunkan. Ada yang ingin Pap bicarakan denganmu.”

Thalia semakin heran. Hal apakah yang telah dibicarakan Jose pada ayahnya yang juga berhubungan dengannya?

Tepat saat itu, kedua kelopak mata ayahnya membuka perlahan. “Thalia? Kau sudah datang?” tanya suara ayahnya yang terdengar serak, lemah, dan seakan tanpa tenaga.

“Iya, Pap. Aku di sini. Bagaimana keadaan Pap?”

“Pap baik. Tidak perlu kau cemaskan,” sahutnya sambil menatap sekujur wajah Thalia hingga ke sudut-sudutnya. Thalia membalas dengan senyuman hangat dan menangkup tangan ayahnya seraya menepuk-nepuk pelan.

“Thalia,” panggil ayahnya lagi. Setelah Thalia mengiyakan, sang ayah berkata lagi, “Pap punya permintaan. Sebelum Pap dipanggil Tuhan, Pap ingin kamu menikah.”

Thalia menggigit bibirnya merasa tidak nyaman dengan permintaan ayahnya itu. Menikah? Dengan siapa? Fernando sudah meninggalkannya. Dengan siapa dia akan menikah?

“Nak ...,” panggil ayahnya lagi sembari menggenggam tangan Thalia. Ditepuknya lemah tangan itu.

“Tapi, Pap. Aku belum punya kekasih lagi. Pap kan tau, aku dan Fernando sudah putus.” Hanya menjelaskan seperti itu saja, hati Thalia kembali berdenyut ngilu.

“Pap tau. Pap juga tidak terlalu menyukai Fernando. Tapi, ada satu pria yang mau memperistrimu. Dan Pap sangat tau kualitasnya. Pap tau dia baik, dia bertanggung jawab, dan dia tipe setia, juga pria sejati.”

Thalia mendengarkan semua ucapan pelan ayahnya tetapi hatinya semakin tidak nyaman dalam setiap terkaannya. Siapa yang dimaksud ayahnya? Apakah ayahnya bermaksud menjodohkannya dengan pria yang tak dikenalnya? Mana mungkin dia bisa menikah dengan pria yang tak dikenalnya sama sekali. “Maksud Pap siapa?”

“Dia ... Jose Antonio.”

“Apa? Jose?” Thalia terkejut dan suaranya tertindih seruan suara Camilla yang menanyakan hal yang sama.

“Apa Pap tidak salah? Jose? Dia kan kakak tirinya Fernando?” cecar Camilla yang memang memiliki tabiat meletup-letup.

“Iya. Pap tau. Tapi, Pap juga tau kualitasnya. Dia pria bertanggung jawab. Jika Pap menyerahkanmu kepadanya, Pap bisa tenang.”

Thalia bingung dengan apa yang diucapkan ayahnya. Di saat para ayah lain di seluruh Bacalar akan melarang anak gadis mereka berkencan dengan Jose, ayahnya malah mengatakan akan merasa tenang jika dia menikah dengan Jose? Apa Pap sudah pikun atau bagaimana?

“Pap, lebih baik Pap istirahat lagi. Nanti saat Pap sudah membaik, baru kita bicarakan lagi, ya,” ujar Thalia pada akhirnya, berusaha menghindar dari tuntutan ayahnya.

Tapi, entah apa yang merasukinya, kali ini ayahnya sangat keras kepala. “Thalia, tolonglah. Pap ingin kamu menikah dengan Jose, jika tidak, Pap tidak mau operasi pemasangan ring.”

“Mana bisa begitu, Pap?” seru Camilla pada ayahnya. “Maksudku, aku bisa memahami keinginan Pap untuk menikahkan Thalia dengan pria baik dan bertanggung jawab. Tapi, Jose? Kenapa harus pria itu, Pap? Jose kakaknya Fernando. Dan Sergio kenal dia semasa sekolah. Dia saja dua kali tidak naik kelas, Pap. Dan dia anak paling nakal di sekolah dulu. Sampai sekarang pun reputasinya masih separah preman jalanan. Aduuh, kalau Pap tau kelakuannya, Pap takkan menyebutnya pria sejati ataupun bertanggung jawab. Dia itu masih sering memukul orang sampai babak belur, Pap.”

Protes Camilla yang begitu panjang dan cepat, dijawab dengan tegas oleh ayahnya, meskipun suara itu terdengar lemah. Tapi Thalia tahu, ada keinginan tak terbantahkan di dalam nada suara ayahnya itu.

“Pap tau, Camilla. Pap tau segala sepak terjangnya. Tapi Pap juga mengenal dia dengan baik. Pap sangat kenal ibunya. Jati diri Jose jauh lebih berharga dari apa yang dia tampilkan di permukaan. Jadi, kau yakinlah dengan penilaian Pap. Jika kau menikah dengannya, kau akan bahagia. Biarkan dia yang menjadi suamimu, maka kau akan bahagia. Kau akan dicintai seumur hidupmu. Tidak ada yang lebih penting di dunia ini selain cinta, Thalia.

Kau bisa meraih seluruh dunia dan merasa bangga dengan karier dan karyamu, tapi jika kau hidup tanpa hadirnya cinta, semua itu akan terasa hambar.”

Thalia memandangi ayahnya yang sangat keras kepala kali ini. Dia tahu apa yang ayahnya katakan tadi benar adanya. Tapi, dia tetap tidak mengerti, kenapa ayahnya begitu mengagungkan seorang Jose Antonio? Apa tidak salah? Tidak adakah pria lain? Dia akan rela menikah tanpa cinta dengan pria manapun, asalkan … jangan makhluk itu!

Sekali lagi, Thalia hanya mampu mencoba menghindari pembahasan ini. Dia berkata, “Iya, Pap. Apa yang Pap bilang tadi benar. Tapi, kenapa harus Jose, Pap? Beri aku waktu untuk mencari belahan jiwaku sendiri, Pap. Atau jika Pap ada calon lain, tolong nikahkan aku dengan calon lainnya saja, Pap. Aku bersedia, kok. Asalkan jangan Jose Antonio.”

“Pap tidak punya banyak waktu, Thalia. Minggu depan, Pap sudah harus dioperasi. Jika menunggumu mencari sendiri, mau berapa lama? Dan Pap tidak memiliki calon lain yang kualitasnya sebagus Jose, Sayang.”

“Yang benar saja, Pap. Jose?”

“Kalau kau meragukan penilaian Pap, ya, silakan. Pap tidak akan menjalani operasi. Pap juga akan menolak obat-obatan dan segala macam perawatan mulai detik ini,” ancam ayahnya, yang langsung membuat Thalia kelabakan.

“Pap, jangan begituuuu...,” tangis Thalia berhamburan.

“Jadi bagaimana? Kau terima atau tolak?” desak ayahnya dengan napas mulai menderu dan dadanya terlihat kesulitan menarik napas panjang.

“Thalia?” Camilla menatap adiknya meminta Thalia untuk mengalah dulu saat itu. Entah siapa yang harus dia bela. Dia sendiri tidak setuju dengan pilihan ayahnya. Tapi, dia juga takut terjadi sesuatu pada ayah mereka.

Melihat kekeraskepalaan ayahnya, ditambah kondisinya yang mulai terbatuk-batuk karena Thalia tak kunjung mau menjawab, gadis berambut panjang bergelombang itu akhirnya menjawab, “Iya, Pap. Iya! Aku akan menikah dengan Jose!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status