Share

2. Ada Guru Baru

Sebulan yang lalu.

“Mas Arka mau ke mana?” Budhe Yati tergopoh-gopoh keluar rumah menghampiriku sambil membawa sutil, nampaknya dia sedang memasak.

Budhe Yati sudah ikut keluargaku semenjak aku kecil, asisten rumah tangga lah istilahnya. Aku memanggilnya Budhe karena Papa sudah menganggapnya sebagai keluarga sendiri. Pengabdiannya pada keluarga kami tak main-main.

Dulu Papa pernah memecatnya. Bukan, bukan karena ada kesalahan yang diperbuat Budhe, tapi karena Papa tak sanggup menggaji ART lagi, ketika sempat bangkrut dulu. Tapi Budhe memilih bertahan, tak digaji juga tak apa katanya.

“Kasian Mas Arka nanti siapa yang urus kalau Bapak kerja, Nyonya kan sudah nggak di sini.” Sambil berurai air mata ia meminta agar tetap diijinkan bekerja pada Papa.

Budhe mengurusku seperti anaknya sendiri. Oh tidak, mungkin seperti cucu, mengingat usia Budhe beda tipis dari Eyang. Mulai dari urusan rumah sampai urusan sekolah seperti pertemuan wali murid dan mengambil rapor di sekolah, Budhe yang seringkali melakukannya.

“Mau pergi lah Budhe, nongkrong sama teman-teman,” jawabku sembari mempersiapkan mobil.

“Mas Arka ada les lho hari ini!”

“Les?” Alisku saling bertaut. “Bukannya guru lesnya sudah mengundurkan diri ya?”

“Ada guru baru, Mas Arka.”

Aku berdecak, baru saja aku mau merayakan kebebasanku karena tak perlu mengikuti pelajaran tambahan di rumah, eh malah ada guru baru. Papa memang tak pernah putus asa mencarikan guru buatku.

Sebenarnya, aku kasihan juga sih, pada calon guruku itu. Dia belum tahu apa ya nasib guru-guru sebelumnya. Tak terhitung berapa kali Papa memperkerjakan guru les, tapi tak ada yang mampu bertahan, paling lama sebulan mereka sanggup mengajariku, setelah itu resign.

Sengaja aku bersikap tak baik pada mereka. Seperti tak kuacuhkan saat pelajaran, atau diam-diam kabur dari pintu belakang ketika mereka datang.

Pernah juga aku mengerjai guru-guru itu. Ada yang kutakut-takuti dengan cerita horor, ada juga yang kulempar dengan mainan hewan yang mirip dengan aslinya hingga mereka lari terbirit-birit meninggalkan rumah. 

Aku mengambil ponsel dari saku celana, menghubungi Bimo, “Mo, besok aja deh perginya, gue ada les nih!”

Harusnya hari ini aku pergi sama Bimo nonton teman yang mau balapan motor. Gara-gara guru baru itu, gagal rencanaku. 

“Etdah tumben lo mau ikut les? Napa? Gurunya cakep?” Ia terkekeh dari ujung telepon.

“Ini hari pertamanya, biar gue kerjain dulu!” Aku tertawa.

Kulihat Budhe geleng-geleng kepala, lalu kembali berjalan masuk ke rumah.

“Udah ya Bro, gue siap-siap dulu." Sambungan telepon segera kumatikan. 

“Budhe!”

Budhe Yati menoleh begitu mendengar panggilanku.

“Jangan bilang Papa, ya!”

Budhe menarik napas panjang. “Mas Arka, apa ya ndak kasihan sama Bapak? Bapak bekerja keras kan untuk Mas Arka. Jangan kecewakan Bapak, Mas."

Ah, nasihat klasik.

"Belajar yang bener to, Mas. Mau jadi apa Mas Arka kalau ndak serius belajarnya?" Budhe masih terus menasihatiku.

“Ya mau jadi CEO di kantornya Papa lah Budhe," jawabku pede.

“Arka nongkrong sama temen-temen itu juga belajar lho, Dhe. Belajar berelasi dan bernetworking!” kilahku. Kulihat kening Budhe berkerut mungkin tak mengerti dengan apa yang kubicarakan.

“Ya pokoknya gitu deh, Budhe. Udah, Budhe lanjutin lagi aja masaknya, nanti gosong, lho!” Aku mendorong punggungnya pelan agar segera kembali ke dapur, lalu sibuk berpikir gimana cara mengerjai guru les baruku nanti ya?

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Siti Asih
semoga Arka kuwalat..
goodnovel comment avatar
Gondrong Reywok
hemmmmm... ceritanya bagus sih cuman terlalu cangung
goodnovel comment avatar
Isabella
belum km kerjain km di kerjain dulu arka
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status