Share

Bab 2 Mencapai Kesepakatan Bersama

"Tuan memanggil Anda ke ruang kerjanya, Nyonya!" ujar Rico dengan tubuh agak membungkuk sopan.

"Baiklah!" sahutnya.

Saat itu, Nara tampak kebingungan. Entah harus kemana ia melangkah, sedangkan dirinya baru tinggal di sana beberapa jam lamanya. Ia belum begitu mengetahui setiap tempat di rumah itu.

Untungnya, Rico dengan sigap langsung paham dengan kondisi Nara. Ia menunjukkan ruang kerja Ardhan yang letaknya memang agak jauh dari arah sana.

"Biar saya tunjukkan tempatnya kepada Anda, Nyonya!" kata Rico dengan tangan mempersilakan. Nadanya agak berat dan tegas, hingga membuat dirinya tersentak kaget saat tengah melamun.

"Baiklah."

Pria muda dengan rambut cepak itu berjalan dengan tegap di depan Nara, sedangkan Nara hanya mengikuti.

Sampai pada akhirnya langkah kaki itu terhenti di samping sebuah pintu besar dan kokoh yang masih dalam keadaan tertutup rapat.

"Kita sudah sampai, Nyonya. Silakan!" Rico membukakan pintu ruang kerja Ardhan sedikit.

Dengan perasaan ragu, Nara memasuki ruangan yang tampak nyaman itu. Di sana, matanya langsung dimanjakan dengan interior mewah dari sebuah lampu gantung kristal emas dandelion.

Ardhan bangkit dari kursi kerja kemudian ia pindah menuju sofa untuk berbicara dengan Nara.

Ruang kerja yang dibuatnya itu memanglah sesuai keinginan Ardhan sendiri. Dibuat oleh seorang arsitek terkenal dan berpengalaman di bidangnya yang ia bawa khusus dari Amerika.

"Duduklah!" ujar Ardhan dengan nada dingin.

"Ada keperluan apa Anda memanggil saya ke sini?" tanya Nara. Ada rasa gugup dalam dirinya.

"Duduk dulu!"

Nara pun terduduk dengan posisi berhadapan. "Katakanlah, jangan membuat saya bertanya-tanya!" pinta Nara.

"Saya tidak suka basa-basi. Jadi, langsung saja ke intinya." Sorot mata tajamnya seolah menusuk ke sepasang mata Nara. "Saya memintamu datang ke sini karena ingin membicarakan kontrak pernikahan kita yang mungkin belum kamu ketahui sebelumnya."

Pertanyaan aneh yang membuat Nara mengerutkan dahi. "Memangnya pernikahan ini pernikahan kontrak?"

Nara kebingungan, dia masih berpikir dengan kalimat singkat yang baru saja terlontar keluar dari mulut Ardhan. Jujur saja, dirinya memang belum mengetahui hal semacam itu. Sebab, sebelumnya Rivanto hanya mengatakan pernikahan saja, tetapi Ayahnya tersebut tidak mengatakan jika dirinya akan dinikahi secara kontrak.

"Ah benar, Ayahmu pun tidak tahu mengenai kontrak pernikahan ini. Sengaja saya membuatnya agar tidak ada yang berani melanggar dan supaya pernikahan ini sama-sama saling menguntungkan satu sama lain."

"Baiklah. Supaya sama-sama enak. Maka, saya akan mengundurkan diri dari jabatan saya sebagai seorang sekretaris di kantor dan hanya fokus menjadi seorang istri."

"Perihal status dan jabatan, saya tidak mempemasalahkannya." Ardhan menatap Nara yang tampak terkejut. "Saya menginginkan hal lain dari pernikahan ini."

Ucapan Ardhan membuat Nara kembali bersemangat. Sebab, dengan begitu ia masih bisa tetap bekerja sebagai seorang sekretaris sekaligus menjadi istri Ardhan. "Apapun itu, Pak Ardhan, saya akan berusaha memenuhinya!"

"Rahimmu."

Sontak, Nara mematung. Manik mata biru indahnya terpaku pada sosok Ardhan.

Dengan kening mengernyit, Nara berujar, "Pak Ardhan, kita ini sedang membicarakan kontrak pernikahan. Tolong jangan bercanda."

Ardhan beranjak dari kursinya, berjalan selangkah lebih dekat ke depan dan mencondongkan tubuhnya ke arah Nara. Dengan beberapa kartu debit di tangan kanannya, ia menjajarkannya di meja, pria itu mengizinkan Nara melihat sebagian kekayaan yang dimilikinya. "Mengandunglah Anakku dengan rahimmu. Maka, semua ini bisa kau miliki."

Nara hanya terdiam gugup dengan kedua tangan mencengkeram pahanya sendiri. Ia tertegun menyaksikan beberapa kartu yang begitu menggiurkan.

"Jumlah uang yang ada di dalamnya pasti sangat banyak. Dengan itu, aku juga bisa membantu keuangan keluargaku yang dalam kondisi sulit," batin Nara.

Ardhan menjentikkan jari di depan muka Nara yang hanya terdiam. "Bagaimana? Menggiurkan, bukan?"

Nara ingin mengatakan kata 'ya'. Tetapi, mulut itu kelu untuk berucap. Tubuh Ardhan dengan tangan berurat membuatnya merasa ngilu saat membayangkan dirinya harus meladeni pria bertubuh kekar yang tidak sebanding dengan tubuhnya yang mungil itu.

"Baiklah. Diam-mu saya anggap setuju!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status