Share

Bab 5 Sandiwara Suami

"Bersiaplah, Kakek meminta kita untuk menemuinya!" bisik Ardhan.

Bisikan kalimat singkat yang membuat Nara berhenti berpikir kotor. Ia sedikit merasa lega karena ternyata pikirannya salah. Walaupun di samping itu ia merasa malu karena telah berpikir hal semacam itu.

"Kenapa aku bisa berpikir ke sana, sekarang aku merasa malu," batinnya sembari memejamkan mata saat ucapannya beberapa menit yang lalu semakin terngiang-ngiang di kepala.

Ketika itu, mukanya sampai memerah. Ia terus menahan malu di depan suami sekaligus atasannya tersebut.

"Bersiap-siaplah!"

Ardhan berjalan menuju walk in closet dan segera mengenakan piyama hitam di depan kaca besar.

Nara hanya diam tak bergeming. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya dengan hati yang terus menggerutu. "Harusnya aku tidak mengatakan hal memalukan begitu. Sekarang aku tidak tahu apa yang ada dalam pikirannya."

Namun, kemudian ia teringat pada ucapan Ardhan yang mengatakan bahwa mereka akan bertemu Kakek Heraldo. Sontak, ingatan itu membuatnya melepaskan kedua tangan dari wajahnya dengan kedua bola mata terbelalak. "Bagaimana ini? Tidak mungkin kalau aku menemui Kakek dengan penampilan yang sangat memalukan begini," gerutunya sembari mondar-mandir dan sesekali melihat penampilannya sendiri.

"Pak Ardhan, tunggu saya!" seru Nara sembari berlari mengejar suaminya yang telah berada di walk in closet. Ia tidak berpikir panjang, langsung membuka pintu tersebut sekaligus.

Namun, Nara kembali dikagetkan dengan pemandangan yang menurutnya hal ini begitu mengotori matanya. Meskipun begitu, ini sudah terlanjur. Ia sudah terlanjur melihat tubuh Ardhan yang begitu bak atletis dengan bulu halus disekitar perutnya.

Segera saja Nara membalikkan badan dengan kaku dan perlahan keluar dari walk in closet.

"Maaf, Pak. Saya tidak bermaksud lancang ...."

"Harusnya kamu ketuk dulu, jangan langsung masuk begitu saja!"

Ia mencoba menenangkan dirinya saat jantung itu bergemuruh hebat ketika terus terbayang tubuh Ardhan yang membuat isi kepalanya seakan terus berlarian dan meronta-ronta.

Dengan salah satu tangan di dada, Nara bersandar pada daun pintu. Hingga ia baru sadar bahwa pintu itu terbuka ke belakang akibat tidak menutup rapat, yang membuat dirinya terduduk ke lantai.

"Aarghh!" Nara meringis -- menahan sakit pada tulang ekornya yang berbenturan langsung dengan lantai.

Walaupun terasa sakit, tetapi Nara berusaha bangkit dari lantai marmer tersebut. Lalu, menutup pintu itu kembali.

"Kenapa aku begitu ceroboh!" umpatnya di dalam hati sembari mengetuk-ngetuk kepalanya dengan kepalan tangan kanan.

Tak banyak reaksi yang ditunjukkan oleh Ardhan selain melihatnya sembari tersenyum simpul.

Sampai Ardhan selesai berganti baju di walk in closet itu.

Nara mengangkat kepalanya sembari berseru. "Pak Ardhan, Anda sudah selesai?"

Ardhan berdiri terdiam dengan wajah dingin. "Kamu sudah siap pergi menemui Kakek, 'kan?"

Nara menggelengkan kepala perlahan. "Mas, eh P-Ppak Ardhan maksud saya. Saya belum ganti baju dengan pakaian yang sopan, apa sama sekali tidak ada pakaian yang lebih sopan lagi, Pak?"

Ardhan menyeringai. "Di rumah ini, terutama saat di depan keluarga, kamu tidak boleh memanggil Pak! Ingat, di mata mereka saya ini suami kamu! Mengerti?"

"Dan satu hal lagi, kamu tidak perlu begitu mengkhawatirkan penampilanmu yang seperti ini. Karena ini sudah malam dan Kakek pun pasti memaklumi!"

"Ah, baiklah."

Ardhan memindai tubuh Nara untuk beberapa saat. Sampai tiba-tiba saja pria itu menarik pergelangan tangan Nara untuk membawanya pergi menuju ruangan yang kini ditempati Kakek Heraldo. Itu adalah kamar yang berada di lantai bawah.

"Pak!" seru Nara dengan nada berbisik.

"Sebaiknya kamu tidak lupa dengan apa yang sudah saya katakan sebelumnya padamu."

Nara langsung peka. "Mas, bagaimana? Saya tidak mau bertemu dengan Kakek dalam keadaan begini? Nanti ... Bagaimana kalau dia marah karena melihat penampilanku yang seperti ini."

"Apa kau tidak percaya pada suamimu?"

"Bukan begitu, tapi--...."

"Ssttt. Sudah!"

Tok Tok Tok

"Masuklah!" ujar Kakek Heraldo dari dalam kamar.

Setelah dipersilakan, barulah Ardhan memasuki kamar itu dengan Nara. Tetapi, sebelum itu Ardhan meminta sesuatu kepada istrinya.

"Hanya malam ini saja, biarkan saya menggenggam tanganmu."

Nara hanya terdiam, Ardhan pun memasukan jarinya ke dalam setiap sela-sela jari jemari tangan Nara.

"Tidak apa-apa, ini hanya sandiwara saja," batin Nara.

Setibanya di dalam kamar, Nara menghela nafas sejenak, mengangkat wajahnya perlahan dan lalu melontarkan senyuman manis dari bibir mungilnya.

"Kalian duduklah!" ujar Kakek Heraldo kepada keduanya.

Nara menoleh ke arah Ardhan. Lalu, perlahan ia duduk saat melihat Ardhan yang juga duduk.

Pemandangan pertama yang membuat Kakek Heraldo terheran-heran adalah saat keduanya tampak begitu akrab. Bahkan, saling menggenggam tangan satu sama lain.

"Rupanya kalian semakin tambah dekat," sindirnya.

"Berarti, hadiah Kakek ini pas sekali untuk kalian berdua. Kakek harap kalian tidak menolaknya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status