Share

5. Long Journey

Perlahan Keenan melepas tangannya dari kedua bahu Sakhi. Mereka berdua masih bertahan dalam diam. Jika Keenan tengah menunggu keputusan yang akan dibuat Sakhi tentang tawarannya. Sakhi justru berpikir, haruskah mengulang hubungan yang sedari awal tidak didasari cinta. Bahkan sekedar cinta monyet sekalipun.

"Khi, aku masih nunggu jawaban kamu."

Perlahan Sakhi menatap Keenan dan melihat ke dalam matanya. Mata yang dulu penuh kehangatan seorang sahabat, tapi entah mengapa kini begitu dingin dan biasa saja.

Sejenak rasa ragu menggoyahkan hatinya. Namun sekali lagi tak ia acuhkan, ia mencoba memakai logika untuk melindungi hatinya.

"Hmm ... Tiga puluh hari, ya, Keen!"

"Saat tepat satu bulan, jika ternyata hatiku masih tetap sama, aku minta kita cukup bersahabat aja."

”Aku nggak mau, salah satu dari kita atau bahkan kita berdua terlalu lama memendam sakit karena hal yang dipaksakan atau nggak sesuai harapan."

"Aku ...."

Belum sempat Sakhi menyelesaikan kalimatnya, Keenan sudah merengkuh tubuhnya ke dalam pelukannya.

"Makasih, Khi! It's ok, sebulan udah cukup buat kasih aku kesempatan buka hati kamu."

"Tapi aku minta satu hal, jangan halangi apapun usahaku buat bikin kamu bahagia dan bisa numbuhin rasa cinta buat aku, please ...."

"Kamu juga jangan paksa aku buat bereaksi diluar kemauan aku ya, Keen. Kamu juga harus janji, seandainya aku bikin kamu sakit hati, langsung ngomong yang jujur!"

"Ok, deal!"

Mereka pun menautkan kelingking sebagai tanda perjanjian untuk kembali menjadi sepasang kekasih selama 30 hari mendatang. Sebuah seringai tipis penuh rahasia terselip di sudut bibir Keenan. Begitu tipis hingga Sakhi sama sekali tak menyadarinya.

Aah ... entahlah, bagaimana hubungan itu akan berjalan. Entah bagaimana juga akhirnya ....

Keenan mengajak Sakhi untuk kembali ke dalam rumah Kama. Dengan alasan ia ingin meminta maaf sekaligus berpamitan untuk mengantar Sakhi pulang. Sempat menolak, tapi akhirnya Sakhi hanya bisa pasrah pada lelaki yang kini berstatus sebagai kekasih barunya itu.

"Kak!".

"Hmm ... kenapa?"

"Mmm ... aku minta maaf soal sikapku tadi. Kakak tahu, kan, gimana perasaanku ke Sakhi selama ini."

Untuk sesaat Kama merasa tertohok dengan ucapan adiknya. Bersyukur ia masih bisa mempertahankan ekspresi datarnya. 

"Ooh ...." 

Ya, hanya itu yang keluar dari mulut Kama. Ia mengalihkan pandangan pada tangan Keenan yang tengah menggenggam erat tangan Sakhi. Seolah mengetahui apa yang ada dalam benak kakaknya, Keenan buka suara terkait hubungannya dengan Sakhi yang kembali terjalin sejak beberapa saat lalu.

"Kita balikan," tukas Keenan sambil mengangkat genggaman tangannya dengan Sakhi seolah tengah memamerkan hubungan mereka pada Kama.

Meski berusaha di tutupi, raut terkejut tetap terlihat di wajah Kama. Ia beralih ke Sakhi dan mencoba mencari jawaban dar gadis mungil itu. Sayang ... Sakhi justru membuang muka untuk menghindari kontak mata dengan Kama.

Di saat bersamaan, Keenan tak henti mengulum senyum yang entah karena bahagia atau merasa menang. Tapi, menang atas apa? Bukankah hubungannya dengan Sakhi juga hanya sebatas perjanjian konyol tak berdasar. Aah ... Persetan pikir Keenan. Hal yang paling penting, saat ini Sakhi kekasihnya. Entah benar atau tidak, tapi ia merasa ada yang berbeda dengan cara memandang Kama pada gadisnya.

"Aku anter Sakhi dulu, Kak!" 

Keenan berpamitan dan sekaligus mengembalikam kesadaran Kama yang baru saja menghilang begitu mendengar adiknya dan Sakhi kembali berpacaran.

"Oh, ok, hati-hati! Salam buat Mama, ya, Khi."

"Iya, Bang. Sakhi permisi dulu, salam juga buat Ayah dan Bunda."

Ya, sejak dulu mereka sudah terbiasa seperti itu. Sakhi memanggil orang tua Kama dan Keenan seperti anak mereka sendir, Ayah dan Bunda. Begitu pula dengan Kama dan Keenan yang memanggik orang tua Sakhi dengan sebutan Mama dan Papa. 

Kedekatan keluarga Anggara dan juga Nugraha memang sudah terjalin sejak lama. Bunda Haifa dan Mama Mayang bahkan sudah bersahabat semenjak mereka masih SMP. Sementara Papa Bagas dan Ayah Sindhu merupakan teman kuliah. Sampai mereka sama- sama menjadi orang tua, kedekatannya tetap terjaga.

****

Selama perjalanan,  tidak banyak obrolan antara Keenan dan Sakhi seperti masa sekolah dulu. Jika Keenan lebih banyak membuka obrolan, Sakhi justru hanya menjawab sekenanya dan lebih sering menatap ke luar jendela mobil. Menatap pohon juga bangunan di pinggir jalan, dengan pikiran yang terus melayang.

Tak dapat dipungkiri, ada rasa tak nyaman ketika Keenan memberitahukan hubungan mereka kepada Kama. Ada rasa menyesal menerima Keenan kembali menjadi kekasihnya. Sepertinya menjadi mahasiswa tidak sepenuhnya menghilangkan kelabilannya. 

Beberapa saat lalu ia merasa risih dengan Kai yang terus menempel padanya seperti anak panda yang terus memeluk induknya. Sesaat kemudian, ia serasa terbang dan mulai berkhayal menjadi Nyonya Kama. Namun begitu Keenan datang dengan niatnya untuk balikan, rasa bersalah dan ingin sedikit membahagiakan, membuatnya mengesampingkan perasannya kepada Kama. Plin plan ... Ya sebuah awal dari kebodohan berakibat sakit yang berkepanjangan.

"Khi ..."

Sentuhan lembut di punggung tangan Sakhi dan suar Keenan memecah lamunan Sakhi. Lamunan yang sudah mulai tak terarah hingga sampai ke negeri antah berantah ... Ah ... sudahlah!

"Eh, iya, Keen ... kenapa?"

"Ini udah hampir masuk kompleks, terus ke mana? Aku, kan belum pernah ke rumah kamu," ucap Keenan sambil tersenyum hangat.

"Oh iya, lupa!"

"Ikutin jalan aja, rumah aku yang paling ujung sebelah kiri."

"Ok, Boss!"

Tak berapa lama, akhirnya mereka tiba di depan rumah dengan dominasi warna kuning gading dan beberapa tanaman di depannya. Yup, hobi berkebun Mama Mayang rupanya masih tetap tak berubah. Rumah minimalis itu nampak asri dengan pohon mangga di dekat pagar, bunga krisan di sepanjang tepi tangga menuju pintu rumah. Tidak lupa beberapa tabulampot yang di tata berjajar di bagian samping bersebelahan dengan sayuran hidroponik.

Baru memasuki pagar, sudah ada suara renyah nan membahana berteriak histeris melihat kedatangan Keenan di rumahnya. Siapa lagi kalau bukan Mama Mayang.

"Yaaa ampuuuunnn, Keen! Kamu apa kabar, Sayang? Makin ganteng aja!"

Mama Mayang segera meletakkan peralatan berkebun dan melepas sarung tangan yang dikenakannya. Setelah mencuci tangan, wanita berparas ayu khas perempuan Jawa itu pun langsung menghampiri Keenan dan memeluknya.

"Alhamdulillah, Mam, Keen baik. Mama sama Papa sehat, kan? Kok, ikut-ikutan ngilang kayak Sakhi, sih?"

"Kami sehat, Nak. Alhamdulillah!"

"Kalo soal ngilang, sebenarnya nggak bisa dibilang gitu juga sih, Mama masih keep contact, kok sama Bunda kamu."

"Hah? Jadi Mama bohongin aku, dong selama ini? Curaang!" Celetuk Sakhi yang mengekori Mamanya juga Keenan masuk ke dalam rumah.

"Bukan curang, Nduk! Mama, kan nggak punya banyak teman. Cuma Bunda yang paling dekat. Di sisi lain, anak gadis Mama juga cuma kamu. Nggak bisa kalau harus pilih salah satu."

Mama Mayang mencoba memberi pengertian kepada anak gadisnya. Sementara Sakhi, masih saja memasang wajah ditekuk dengan bibir mengerucut. Keenan yang melihat itu pun mencoba mencairkan suasana.

"Bibirnya biasa aja, dong! Jangan mancing-mancing, ntar aku nekat bisa-bisa kita dikawinin sekarang, nih!"

"Eh, mancing apa? Kok, udah main kawin-kawinan, Mama ketinggalan berita ini kayaknya." Mama Mayang menyahut bersemangat.

"Ish, apaan sih, Keen! Norak tahu nggak!"

"Biarin norak, yang penting aku udah balik jadi calon mantu Mama lagi!" Balas Keenan sambil memamerkan senyum bocah dan bergelayut manja pada Mama Mayang.

"Wah, kalian balikan? Selamat, ya ... Eits! Tapi inget batasan, sekarang kalian udah dewasa ... harus lebih bisa jaga diri!"

"Kamu, Keen! Mama mau kamu jaga anak mama, kalau sampai si cantik ini sampe nangis atau kenapa-kenapa, Mama yang bakal hajar kamu pake sekop bunga!"

"Siap, Ma!" Tukas Keenan sambil memberi hormat ala tentara.

"Ya udah, aku pamit dulu, ya Ma! Besok-besok main lagi sama Ayah-Bunda juga. Pasti seru kangen-kangenan sambil makan lontong sayurnya Mama yang juara."

"Halah! Bilang aja kamu kangen masakan Mama. Emang Bunda kamu belum bisa masak juga sampai sekarang? Percuma, dong kursus mahal-mahal."

"Bisa, sih Ma ... better lah dibandingin dulu. Cuma kayaknya, Bunda mending gausah masak aja, soalnya ada aja kurangnya. Lupa naruh garam lah, lupa belum dikasih gula, pokoknya kita jadi kelinci percobaan masakan Bunda yang ajaib."

"Tadi bukannya pamit ya, Keen? Kok, malah ngeghibahin Bunda, sih? Jahat, nih Mama juga!"

"Hehehe, ghibah, kan emang dosa yang paling gampang, nagihin plus nyenengin, Khi!"

"Eh, ogah ya Mama kalo diajak berbagi dosa. Kamu aja sendiri, Keen! Mama udah tua, waktunya ngumpulin pahala, bukan nambah dosa!"

"Iya, iya, Ma ... Keen sendiri yang nanggung dosa ghibah tadi. Mama, sih Istri sama ibu sholeha pokoknya!"

"Keen pamit ya, Ma! Salam buat Papa sama Bang Erlan. Besok aku jemput kamu ya, Khi. Aku minta nomor kamu!"

Setelah menyimpan nomor ponsel Sakhi dan mencium tangan Mama Mayang, Keenan pun berlalu pulang dengan penuh keceriaan. Sementara Sakhi, masih belum beranjak dari tempat duduknya. Melihat tampang anak gadisnya mirip cucian kotor yang teronggok di pojokan. Jiwa kepo Mama Mayang pun meronta tingkat dewa.

"Nduk, balikan ama mantan, kok malah kucel gini mukanya?"

"Ma, kata lagu favorit Mama, kan 'balikan karo mantan, koyo mangan jangan nget-ngetan!' (Balikan sama mantan, seperti makan sayur sisa yang abis dipanaskan). Mana enak, Ma? Keasinan yang ada," jawab Sakhi asal.

"Kamu, nih! Ditanya serius juga, malah ngasal jawabnya."

"Kenapa ... hmm? Cerita, dong sama Mama! Kamu udah lama, lho Nduk nggak pernah curhat sama Mama." Ucap Mama Mayang merayu sang putri sembari mengelus lembut puncak kepala anak gadisnya yang kini tidur di pangkuannya.

Tak terdengar jawaban dari mulut Sakhi, justru isak tertahan yang kini terdengar. Bahu Sakhi pun mulai bergetar. 

"Kok, nangis? Ada apa? Keenan jahatin kamu?"

"Nggak, Ma ... aku yang jahat. Aku mau balikan sama dia, padahal aku nggak cinta sama dia. Nggak pernah malahan."

"Kalau kamu nggak ada perasaan sama Keenan, alasan kamu apa mau balikan? Capek dikatain jomblo abadi sama Bang Erlan?"

"Mama ih! Orang lagi sedih, tuh dihibur Ma! Bukan malah diledekin."

"Lha ... kan emang Abang suka ngatain kamu gitu, trus ujung-ujungnya kamu ngambek. Terus salahnya Mama di mana?"

"Udah, nggak usah bahas salahnya Mama. Balik lagi, terus alasan kamu terima dia, tapi sekarang nangis itu kenapa?" 

"Aku nggak yakin sama perasaanku, Ma. Aku juga nggak mau bikin Keenan kecewa. Dulu aku udah bikin dia sakit hati dengan mutusin tanpa alasan trus ngilang. Masa iya sekarang aku mau bikin dia sakit hati lagi?"

"Jadi alasannya kasihan? Ok, itu jelas kamu salah. Sebuah hubungan, harus didasari dengan kejujuran. Satu kebohongan diawal, nggak akan bisa nguatin pondasi hubungan kalian. Ini nggak adil juga buat Keenan, Nduk!"

"Dia tahu, Ma. Aku udah bilang kalau aku nggak ada rasa, tapi dia malah minta kesempatan buat bikin aku punya rasa sama dia."

"Akhirnya aku putusin buat kasih dia kesempatan sebulan buat bikin aku jatuh cinta."

"Dih, sok kecantikan banget, sih anak Mama!" Seloroh Mama Mayang berusaha mencairkan suasana.

"Baguslah kalau Keen udah tahu. Kamu berani ambil keputusan buat kasih dia kesempatan, berarti juga harus komit, dong!"

"Pantang anak Mama Mayang sama Papa Bagas ingkar janji! Toh, kalau sebulan dia nggak berhasil, kalian juga akan tetap jadi sahabat, kan!"

"Jalani aja dulu, kalau kata Eyang dulu 'witing tresno jalaran soko kulino' cinta datang karena terbiasa. Terbiasa bersama, bukan nggak mungkin kamu beneran jatuh cinta sama dia."

"Nggak perlu over thinking, Nduk! Cukup jalani aja, nggak ada jalan yang nggak berujung. Ada awal pasti ada akhir. Di mana titik akhirnya, kamu nggak akan tahu jawabannya kalau nggak menjalani dan cuma diam berdiri di titik ini." Mama Mayang menasihati sang putri sambil mencoba tanpa berusaha menghakimi ataupun menggurui.

*********

(Aku sudah terlanjur memulai

Bukan saatnya untuk berhenti

Terus melangkah sampai mencapai tujuan

Barulah akan kutemukan apa yang disebut jawaban

Sakit ini hanya akan berubah jadi bahagia

Hanya jika aku yang mengubahnya

Bahkan ketika sebuah benda bisa melewati dua momen berbeda

Mengapa aku yang bernyawa tak bisa ...

Ini hanya sebuah perjalanan, yang harus kuselesaikan ...

It's just a long journey .. that i've never know could i finished before trough it!)

********

Semangat Sakhi! Jalani dan temukan jawaban yang sudah menanti. Jawaban atas apa yang dimau hatimu. Haruskah mengejar cinta dengan menyakiti seseorang di sana. Ataukah justru membunuh rasa yang ada demi kebahagiaan orang lain, meski hatimu yang harus terluka.

Lanjooot bacanya biar tahu jawabannya, ya readers😘😉

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status