Share

Terjebak Kenangan Kakak si Mantan
Terjebak Kenangan Kakak si Mantan
Penulis: Nana Nugroho

1. Hidayah Untuk Hadiah

"Sakhi!"

Sambil berlari kecil, gadis bertubuh mungil dengan celana jeans serta kemeja putih bermotif itu menghampiri sahabatnya sejak SMA itu.

"Dari mana aja, sih! Udah dichat, ditelepon, ga ada respon sama sekali!"

Dengan bibir mengerucut si gadis mungil bernama Mayra itu pun menghenyakkan diri di sisi Sakhi.

"Hehehe, sorry! Gue buru-buru, misi utama gua hari ini sampe ke kampus sebelum telat."

"Dapet hidayah dari mana Lo masuk kelasnya Bu Sari? Gue tadi chat mau nanya, Lo titip absen apa ijin?"

"Tahu, nih! Tiba-tiba aja dari semalem gue udah rencanain hari ini musti masuk. Semacam ada feeling good gitu. Mau dapet hadiah kali ya makanya ketiban hidayah...."

Dua sahabat itu masih asyik mengobrol di bangku masing-masing ketika dosen memasuki ruangan. Mereka baru tersadar ketika suara bariton yang terdengar asing menyapa.

"Selamat siang semua, perkenalkan nama saya Kama dan mulai hari ini akan menggantikan Bu Sari yang mulai cuti melahirkan."

Saat sebagian besar mahasiswi termasuk Mayra yang duduk disamping Sakhi sedang gemas dan menahan histeria melihat wajah Dosen baru mereka, Sakhi justru diam memaku dengan raut wajah syok bercampur haru.

"Saat hatiku susah payah kubangun kembali, mencoba memahami dan mengikhlaskan semua kisah yang pernah terjadi. Haruskah hari ini datang dan menyusun kembali kepingan kenangan yang bahkan ingin kuserakkan."

Sesaat kemudian tanpa sengaja mata Sakhi dan Kama saling bersirobok. Terlihat ada sedikit raut terkejut di wajah Kama, tetapi segera mampu ia hilangkan. Setelahnya tak ada interaksi lagi antara mereka hingga kelas berakhir.

Mayra masih dengan bersemangat membahas Dosen baru pengganti Bu Sari. Selama menuju kantin, tak henti-hentinya ia membahas fisik sang Dosen yang rupawan. Sementara Sakhi hanya menanggapi dengan sesekali tersenyum simpul. Tidak ada sepatah katapun yang keluar dari bibir tipis gadis yang biasanya ceria dan cerewet itu.

(Flash back)

Hampir lima tahun berpisah. Meski tak pernah ada ikatan yang jelas diantara mereka, tetapi baik Sakhi maupun Kama sadar betul apa yang ada di hati keduanya. Situasi juga kondisi yang memaksa keduanya bungkam dan memendam perasaan mereka.

Dulu mereka berpisah saat Sakhi kelas 2  SMA. Sementara Kama sudah kuliah semester 7. Niat hati ingin mengungkapkan rasa sebelum jarak memisahkan. Justru Sakhi harus mendengar kabar yang meluluh lantakkan segala rasa juga harapan akan kisah cintanya. 

Ketika Sakhi akan berpamitan karena harus mengikuti orang tuanya pindah ke Ibu Kota, ia memutuskan untuk mengakui secara jujur perasaannya terjadap Kama. Sosok pujaan hati yang selama ini selalu menjaga dan melindunginya. Namun sayangnya sebatas seperti kakak pada adiknya. Setidaknya itulah yang terlihat di luar.

Satu hal yang membuat Sakhi yakin untuk mengutarakan isi hatinya.

Seminggu sebelumnya, saat usai mengantar cake buatan mamanya ke rumah Kama yang bersebelahan. Kama menarik tubuh Sakhi ke teras samping dan mencium bibirnya. Dengan sadar dan jelas ia meminta Sakhi memutuskan hubunganmya dengan Keenan—adiknya.

"Putuskan hubunganmu dengan Keenan. Dia bukan jodohmu, jangan buang waktu jagain jodoh orang!"

Masih dengan kebingungan dan juga sedikit kaget, Sakhi mencoba mencerna maksud kata-kata Kama. Ya, dia memang sedang berpacaran dengan Keenan—adik kandung Kama—sahabat Sakhi sedari kecil. Hubungan yang baru terjalin selama 3 bulan dan berjalan begitu manis.

"Nggak masalah sementara jagain jodoh orang, asal kamu yang bawa aku ke pelaminan!" 

Entah bagaimana tiba-tiba saja kalimat itu meluncur dari mulut Sakhi. Ada kelegaan tetapi juga terselip bingung bahkan kecewa. Sakhi tak berani menerka maksud dari ucapan Kama.

Apakah dia tidak pantas untuk Keenan, atau Kama tidak rela ia bersama Keenan karena merasakan hal yang sama?

Ya, sejujurnya Sakhi sudah mengagumi Kama semenjak ia kecil. Semakin lama rasa kagum itu berkembang menjadi cinta anak remaja. Perbedaan usia yang terpaut 5 tahun membuatnya sedikit canggung dalam berkomunikasi. Meskipun saat kecil ia begitu manja pada Kama.

Saat ia merasa Kama merasakan hal yang sama dan ia pun memberanikan diri untuk mengutarakannya. Takdir seolah ingin bermain dengannya.

Perpisahan harus terjadi, dengan kabar buruk yang memupuskan harapannya pada Kama. Keenan juga ia putuskan, semata-mata untuk memutus akses komunikasi dengan keluarga mereka. Sahabat, Kakak, Kekasih semua hilang dalam sekejap.

(Flash back end)

"Sakhi Khaira Nugraha!"

Suara yang yang kembali terdengar familiar itu menyapa dengan cukup tegas tetapi seperti hendak memastikan. Mayra yang langsung menoleh ke sumber suara reflek memukul-mukul pundak Sakhi dan terlihat salah tingkah saat mendapat senyuman dari Dosen baru itu.

"Sakhi, lo dipanggil babang tamvan, tuh!"

Sakhi yang tahu betul siapa yang memanggilnya, justru tengah berusaha menormalkan degup jantungnya. Ia bahkan merasa sulit untuk sekedar mendongakkan kepala menatap si empunya suara. Belum berhasil mengontrol degup jantung yang seakan tengah pacuan kuda, sosok tinggi dengan aroma maskulin itu mendekat dan duduk tepat di gadapan Sakhi di bangku kantin.

"Apa kabar? Aku kangen kamu!"

Duarrrr...

Runtuh sudah pertahanan Sakhi, tiga kata yang memporak porandakan jiwa ditambah genggaman lembut pada jemarinya di atas meja. Ekspresi Mayra di sebelah Sakhi jangan ditanya lagi. Antara syok dikira mimpi atau halusinasi karena kebanyakan makan kuaci.

"Ka, kalian kenal?" Dengan terbata Mayra coba memastikan.

"Sangat kenal, tapi sepertinya Sakhi menolak mengingat saya. Padahal tidak ada seharipun yang saya lewatkan tanpa mengingatnya."

Lugas dan jelas jawaban Kama untuk pertanyaan Mayra. Hal itu sekaligus menjadi alasan Sakhi mengangkat kepala yang sedari tadi tertunduk saja. Demi mencari kebohongan di mata Kama yang baru saja mengatakan selalu mengingatnya. Kosong ... tak ada kebohongan di mata itu. Hanya tatapan lembut nan hangat penuh kerinduan.

Genggaman tangan Kama makin erat menaut jemari Sakhi. Dalam diam keduanya seolah tengah meneguk habis obat rindu atas diri masing-masing. Tidak ada kata, hanya senyum tipis dan tatapan mata yang penuh dengan cinta.

"Woy! Ini gue masih di sini! Kenapa lo berdua kacangin, sih!" tukas Mayra emosi melihat interaksi mata antara Kama dan Sakhi.

"Eh, iya maaf! Kami sudah lama tidak bertemu dan berkomunikasi."

"Iya ... iya saya maafin, tapi masa lama ga ketemu cuma liat-liatan aja. Peluk kek, cium kek ..."

Belum selesai Mayra dengan kalimatnya, tangan Sakhi sudah dengan sigap menjewer telinga sahabatnya itu.

"Heh, lo pikir lagi nonton drama Korea, sampe gue harus pelukan segala?"

"Hehehe, ya kan biasanya orang kangen gitu ekspresinya. Nah kalian malah liat-liatan doank kayak ayam kesambet!"

Belum sampai Sakhi membalas perkataan sahabatnya, takdir kembali megobrak-abrik hatinya. Sesosok bocah laki-laki berkulit putih dengan pipi tembem menghampiri Kama dan menarik-narik tangannya.

"Daddy, ayo pulang! Kai mau mainan sama Mommy!"

"Tuhan ... Inikah hadiah atas hidayah dari-Mu yang menuntunku untuk kuliah pagi ini? Mengapa harus sesakit ini ...."

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status