Share

4. Jodoh yang Tertunda

 "Aku pacaran cuma sekali. Itu juga sama kamu, Keen," lirih Sakhi.

Keenan menatap dalam mata Sakhi dari tempat ia duduk saat ini. Seolah tengah mencari kebohongan atas apa yang baru saja Sakhi ucapkan.

Hmm ... sayangnya tidak ada kebohongan di sana. Keenan pun tahu, Sakhi tidak pernah dekat dengan cowok manapun kala itu selain dirinya yang memang sudah bersahabat sejak kecil.

"Jadi, kenapa kamu tiba-tiba putusin aku trus ngilang gitu aja, Khi?"

"Bahkan saat kamu memutuskan untuk muncul lagi, bukan aku yang kamu temui, tapi justru Kak Kama!" Nggak salah, kan kalau aku curiga sama kalian!"

"Sakhi salah satu mahasiswaku, Keen!" tukas Kama.

"Bahkan tadi Sakhi juga berusaha menghindar, aku yang terus mengejar untuk memastikan dan kebetulan, Kai diantar Pak Tarno ke kampus, lalu langsung lengket dengan Sakhi."

Kama mencoba menjelaskan kejadian sebenarnya. Yah, walaupun tidak sepenuhnya jujur. Sebab sebulan sebelum kepindahan Kama dari Surabaya ke Jakarta, ia sudah lebih dulu mencari info keberadaan Sakhi.

Hal itu dilakukan setelah tidak sengaja menemukan surat dari Tante Mayang (mamanya Sakhi) untuk Bundanya.

Dari surat itu, ia mengetahui jika Sakhi juga berada di Jakarta. Ibu mereka ternyata selama ini saling berkomunikasi. Bahkan mereka menganggap, siapapun yang pertama bertemu dengan Sakhi di Jakarta, itulah jodohnya. Entah Kama ataupun Keenan.

Dua ibu itu sepakat menyembunyikan kebenaran dari anak-anaknya, jika mereka tetap berkomunikasi selama lebih dari lima tahun ke belakang. Bunda Haifa pun paham betul, jika dua anak lelakinya memendam rasa pada satu gadis yang sama. Hanya saja, Sakhi yang cukup tertutup membuat semua orang tidak yakin siapa yang ia cinta. Keenan ataukah Kama.

"Jadi, pertemuan kalian nggak disengaja?" Masih dengan rasa ragu, Keenan bertanya.

"Aku malah nggak tahu, Keen kalo bakal ada dosen pengganti hari ini."

"Aku juga nggak ada alasan buat bohong sama kamu. Terserah kamu percaya atau nggak, asal kamu tahu, aku juga nggak pernah berharap atas pertemuan hari ini."

Sakhi beranjak dari tempat duduknya dengan emosi yang sudah mulai meninggi. Ia merasa dihakimi.Walaupun benar ia menyimpan rasa pada Kama, tetapi ia bukan tukang selingkuh yang mendua ketika masih menjalin hubungan dengan pria lainnya.

"Terima kasih Pak Kama atas tumpangannya, sampaikan salam saya pada Kai. Saya permisi pulang!"

Sakhi berpamitan hanya pada Kama dan segera beranjak menuju pintu keluar. Kama berdiri dan hendak menahannya.

Sementara Keenan, merasa hatinya sedikit tercubit kala Sakhi tidak melihatnya sama sekali. Aah ... dia memang keterlaluan. Sekian lama tidak berjumpa, bukan bertanya kabar atau melepas rindu yang lama tertahan, justru memberi sebuah penghakiman. Wajar jika gadis yang terus mengusik pikirannya itu kecewa.

"Sakhi! Tunggu!"

Keenan memanggil dan mencoba mengejar Sakhi yang justru mengabaikannya dan terus berlalu menuju pagar depan. Kama yang tadinya ingin mengejar Sakhi mengurungkan niatnya. Ia kembali duduk dan memikirkan situasi yang tengah terjadi.

Sementara Keenan akhirnya berhasil menyusul Sakhi sebelum berhasil keluar pagar. Ditariknya lengan gadis berkulit putih berambut ikal yang terus hadir di mimpinya selama ini. Tinggi badan Sakhi yang tak lebih dari bahu Keenan membuatnya tenggelam di dada pemuda itu.

"Maaf ... maafin aku, aku cuma kecewa dan sedikit marah aja tahu kamu lebih dulu ketemu kakak setelah lima tahun lebih menghilang," ucap Keenan sambil terus mendekap Sakhi.

Sakhi yang mulanya berontak, perlahan menerima pelukan itu dan mulai terisak. Tubuh Sakhi yang berguncang membuat Keenan makin dilanda rasa bersalah atas sikapnya.

"Ssh ... udah, jangan nangis! Ntar hidung kamu merah kayak badut lho."

Keenan mencoba menenangkan Sakhi tanpa ada niat mrlepas dekapannya dari tubuh gadis mungil itu.

"Aku yang maaf, Keen. Aku yang jahat!"

Perlahan Sakhi menarik tubuhnya dari dekapan Keenan. Namun ia belum sanggup menatap mata sahabat sekaligus mantannya itu dari jarak dekat. Ya, rasa bersalahnya begitu besar.

Bukan hanya karena keputusannya untuk mengakhiri hubungan mereka dan menghilang. Melainkan juga rasa yang ia pendam untuk Kama.

"Jujur aku memang kecewa banget, Khi, tapi bukan berarti aku cuma punya amarah buat kamu."

"Selama lima tahun lebih ini, aku masih bertanya-tanya apa salahku sampai kamu mutusin aku dan oergi gitu aja."

"Tapi bohong kalau aku bilang nggak kangen kamu dan pengen ketemu, aku masih berharap kita bisa balikan, Khi!"

Sakhi mengangkat wajahnya dan menatap Keenan tak percaya. Bagaimana mungkin setelah rasa sakit yang ia berikan, Keenan masih berharap mereka bisa kembali menjalin hubungan.

Ada sedikit rasa tidak tega di hati Sakhi, tetapi bukankah akan lebih menyakitkan jika ia menerima kembali Keenan sebagai pacar tapi hatinya dipenuhi satu nama, yaitu Kama.

Sakhi masih mematung tanpa sepatah kata pun keluar dari bibirnya. Kama bisa menangkap keraguan di mata gadisnya.

"Apa sudah ada orang lain di hatimu?"

"Aku ...."

Sakhi hanya mampu menggantung kalimatnya. Sementara di tempat lain Kama bersandar ditembok yang tak jauh dari tempat Keensn juga Sakhi berada. Mengawasi interaksi keduanya sambil berusah mencuri dengar percakapan mereka sebaik ia bisa.

"Selama nggak ada kamu, aku pun menjalin hubungan dengan cukup banyak gadis, Khi!"

"Aku lakuin itu biar nggak selalu terjebak dengan kenangan tentang kamu. Sayangnya nggak semudah itu!"

"Jadi, kalaupun saat ini hati kamu sudah ada yang memiliki, aku bisa ngerti."

"Apa aku kenal siapa dia? Boleh jika kapan-kapan aku ketemu cowok baru kamu?"

Keenan masih terus membombardir Sakhi dengan berbagai pertanyaan setelah ia berterus terang bagaimana ia menjalani hari-harinya selama lebih dari lima tahun ini.

"Aku nggak punya pacar, Keen. Sejak kita putus aku nggak pernah pacaran lagi."

"Apa itu artinya aku masih punya kesempatan, Khi?" Tanya Keenan penasaran.

"Entahlah, aku cuma nggak mau kamu kecewa, Keen. Aku nggak tahu ini perasaan cinta atau sekedar kekaguman. Satu hal yang pasti, hatiku dipenuhi orang itu, walaupun kami berjauhan."

"Kamu sudah pernah kasih tahu orang itu soal perasaanmu?"

"Nggak, Keen. Sayangnya aku nggak dapetin kesempatan itu."

"Saat rasa ini makin kuat, justru aku harus terima dia jadi milik orang lain dalam ikatan pernikahan."

Keenan hanya diam mendengar penjelasan Sakhi. Entah apa yang dipikirkannya saat itu. Untuk sesaat hatinya kembali seperti dicubit. Perih itu menjalar sampai ke egonya sebagai seorang lelaki.

Seorang Keenan yang meskipun bukan jutawan atau CEO dingin dengan harta segudang seperti kisah dalam novel romansa, tetapi ia cukup rupawan, cerdas dan untuk Sakhi ia juga menyiapkan ketulusan. Namun yang ia dapat justru penolakan.

"It's ok, Khi! Cinta akan menemukan jalannya."

"Setidaknya, saat ini kita bisa mencoba, itu juga kalau kamu tidak keberatan."

"Aku tahu ini tentang komitmen dalam sebuah hubungan, tetapi sebagai sahabat, aku juga nggak mau kamu terjebak dalam rasa yang sudah tidak lagi semestinya."

Ingin rasanya Sakhi menjawab bahwa kini rasa itu boleh kembali ia pupuk. Namun tak sanggup. Sebab Keenan yang ada di hadapannya, selalu menawarkan ketulusan juga hangatnya persahabatan. Egois mungkin, tapi Sakhi ingin meraih cintanya tanpa harus kehilangan ketulusan dari sahabatnya itu.

Sementara Kama yang telah mendengar semuanya, mengulas senyum tipis di bibir merahnya. Entah mengapa dia cukup percaya diri jika yang dibicarakan Sakhi, tak lain adalah dirinya.

"Teruslah berjalan Sakhi! Ikuti alurnya. Seperti yang kamu bilang, kamu bebas jagain jodoh orang, tapi hanya aku yang bawa kamu ke pelaminan. Anggap saja kisah ini sepenggal episode dari jodoh yang tertunda, Kama."

Batin Kama yang bermonolog menikmati pengakuan Sakhi meski tak dijelaskan secara lugas bahwa dirinya pemilik hatinya.

Kama berlalu meninggalkan mantan sepasang kekasih itu diluar teras. Hatinya merasa lega mendengar penuturan Sakhi tentang hatinya.

Ya, Kama pun sebenarnya menaruh rasa pada sahabat dari adiknya itu sejak Sakhi kelas 1 SMA. Sayangnya, hal tak terduga itu menghancurkan harapannya untuk menjadikan Sakhi sebagai gadisnya.

Sementara Keenan masih mencoba meyakinkan Sakhi untuk mencoba kembali menjalani hubungan yang sempat kandas. Entahlah, ia merasa harus bisa memiliki gadis itu kembali.

Mungkin karena rasa cinta yang memang masih tesisa, atau bisa jadi wujud tidak terima atas penolakan atas tawaran cintanya.

"Aku nggak masalah kalaupun belum bisa jadi pemilik hatimu, Khi! Setidaknya aku bisa kembali menjagamu seperti dulu."

"Menjagaku tak harus jadi kekasihku kan, Keen! Kita masih sahabat seperti dulu. Aku nggak mau menjalani hubungan tanpa rasa yang akhirnya hanya berisi kepura-puraan."

"Bukan cuma angin yang bisa berubah arah, hatimu juga mungkin saja berubah!"

"Kasih aku kesempatan untuk bikin hatimu milih aku. Kalaupun pada akhirnya kamu tetap bertahan mencintai dia dan kalian ditakdirkan bersama, aku lepas kamu dengan ikhlas."

Dengan pandangan meyakinkan dan penuh keseriusan Keenan menatap mata Sakhi dan menggenggam kedua bahu gadis mungil itu. Berusaha sekuat tenaga melanjutkan kisah cinta bersama sahabat kecilnya yang sempat tertunda sekian lama.

"Kita jalanin aja, biar waktu yang buktikan apa aku bisa buat kamu terima kau jadi kekasihmu atau masih tetap hanya sebatas sahabatmu!"

"Jika nantinya aku masih tetap berada di posisiku semula, anggap saja selama kita bersama  itu fase jodoh yang tertunda buat kamu dan orang yang kamu cinta."

Eh ... Kok bisa kompak gitu, ya pemikiran babang Kama sama Babang Keenan. Jadi bakal berjodoh sama siapa, nih si Sakhi? Yuk ah ... Cuss ke bab berikutnya!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status