Share

Takdir Istri Pengganti
Takdir Istri Pengganti
Author: Afrita Ningsih

1. Terpaksa Menikah Demi Mama

Namanya Larisa Maheswari (20th). Seorang gadis cantik, pintar dan penyayang anak kecil. Berkulit putih, hidung mancung, rambut ikal dan memiliki tinggi badan 170 cm. Dia seorang guru honorer di salah satu sekolah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) bertaraf internasional.

Pagi itu, Risa berjalan menyusuri jalan menuju tempatnya bekerja. Saat di pertengahan jalan ia bertemu dengan beberapa wali murid.

“Selamat pagi, Bunda Risa!” sapa orang tua wali murid saat berpapasan dengannya. Risa biasa dipanggil bunda oleh anak muridnya, baik di sekolah maupun diluar jam sekolah.

“Pagi juga, Ibu-ibu!” jawab Risa dengan senyum ramah.

“Bunda, hari ini Indri tidak masuk sekolah, ya. Karena dia lagi ikut neneknya ke kampung,” ujar salah satu wali murid.

“Iya, Bu, tidak apa-apa. Nanti akan saya izinkan,” sahut Risa dengan nada suara yang begitu lembut.

Wanita cantik itu adalah anak tunggal yang hidup berkecupan saat ayahnya masih hidup. Ayahnya seorang juragan tanah yang terkenal baik hati dan dermawan. Namun, beliau telah meninggal sejak ia masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA).

Setelah ayahnya meninggal, sang ibu menikah lagi dengan seorang pengangguran yang hanya menginginkan harta keluarga Risa. Setiap malam ayah tirinya selalu mabuk-mabukan dan berjudi, sampai semua harta peninggalan almarhum ayahnya habis tak tersisa. Bahkan rumah satu-satunya yang mereka punya pun terpaksa dijual untuk membayar hutang ayah tirinya yang berandalan itu

Saat ini Risa dan ibunya terpaksa tinggal di kontrakan kecil yang terletak di Gang Sempit, letaknya tidak terlalu jauh dari rumah lama mereka. Itu semua atas keinginan Risa, karena ia tidak ingin jauh dari rumah yang begitu banyak menyimpan kenangan bersama almarhum ayahnya.

Kehidupan Risa berubah drastis setelah sang ibu menikah lagi, ayah tirinya selalu minta uang sama ibunya. Sedangkan pria itu sama sekali tidak mau berusaha untuk mencari pekerjaan.

Risa dan ibunya yang harus banting tulang demi memenuhi kebutuhan hidup mereka. Ibunya terpaksa menjadi buruh cuci untuk mencukupi biaya hidup sehari-hari, sedangkan gaji Risa hanya cukup untuk membayar kontrakan, listrik dan juga air.

Hari ini Risa kaget dengan kedatangan ibunya di sekolah secara tiba-tiba. Karena tidak biasanya sang ibu menemuinya di sekolah seperti ini. Bu Yulia langsung masuk ke kelas dan membisikkan sesuatu pada putrinya.

“Risa, ayo ikut Mama! Kita akan pergi ke suatu tempat. Mama ingin membuat hidupmu berubah mulai hari ini, kita tidak akan hidup miskin lagi,” ucap Bu Yulia.

“Ma, Risa belum selesai ngajar. Kita mau kemana, sih?” tanya Risa penasaran.

“Sudah, ikut saja!” Bu Yulia langsung menarik tangan Risa keluar dari kelas.

Risa pun mengikuti ajakan sang ibu. Ia dibawa menuju jalan raya dan di sana sudah ada sebuah mobil yang menunggu mereka. Meski kepalanya dipenuhi tanda tanya, tapi Risa tetap bersedia untuk ikut ibunya. Ia juga ingin tahu ke mana sang ibu akan membawanya.

Tak lama kemudian, mobil yang mereka tumpangi berhenti di depan sebuah gedung pencakar langit yang sangat megah.

“Ayo, Risa! Kita sudah tidak punya banyak waktu,” kata Bu Yulia sambil menarik tangan Risa keluar dari mobil, lalu membawanya ke suatu tempat yang sudah dipenuhi banyak orang.

“Ma, kita mau ngapain di sini? Ini tempat apa?” tanya Risa dengan mengerutkan dahi.

Bu Yulia tidak menjawab, beliau membawa Risa ke sebuah ruangan yang ada di tempat itu.

“Yulia, syukurlah kamu sudah datang. Ayo kita minta anak kamu untuk bersiap-siap,” kata seorang wanita yang sama sekali tidak Risa kenal.

“Saya ingin bicara dulu sama kamu sebelum pernikahan ini terjadi,” ujar Bu Yulia. Ucapannya sontak saja membuat Risa terperangah dan tak percaya.

“Apa, Ma? Mama bicara apa? Pernikahan? Siapa yang ingin menikah, Ma?” tanya Risa dengan napas yang memburu.

“Apa kamu tidak memberi tahu anakmu tentang rencana kita ini, Yulia?” Seorang wanita yang mengenakan kebaya berwarna biru bertanya pada Bu Yulia

“Nanti aku akan jelasin, sekarang biarkan dia bersiap-siap dulu.” Bu Yulia menoleh sekilas ke arah putrinya, kemudian ia keluar dari ruangan itu. Meninggalkan putrinya sendirian bersama orang-orang yang masih asing baginya.

“Kenapa Mama melakukan ini padaku? Apa Mama menjualku pada mereka?” gumam Risa sambil menatap pantulan dirinya di cermin.

“Ayo, Nona. Anda harus bersiap-siap, acaranya akan segera dimulai!” ucap seorang perempuan yang tidak Risa ketahui siapa namanya.

“Saya mau ketemu Mama saya dulu,” jawab Risa sambil berdiri dari tempat duduknya, lalu ia segera keluar dari ruangan itu untuk menyusul ibunya.

Sampai di luar ruangan, Risa melihat ibunya sedang mengobrol dengan seorang wanita yang tadi ia temui. Risa segera menghampiri sang ibu untuk meminta penjelasannya, tetapi ia malah diseret ke salah satu ruangan lain yang ada di tempat itu.

“Risa, kenapa kamu keluar lagi? Kamu harus cepat bersiap-siap, sebentar lagi acaranya akan dimulai!” sentak Bu Yulia seraya menatap Risa dengan tajam.

“Ma, sebenarnya apa yang Mama rencanakan? Kenapa Risa harus menikah dengan laki-laki yang tidak Risa kenal? Risa belum pernah bertemu sama dia, bagaimana mungkin Risa akan menikah dengannya? Tolong, Ma! Jangan lakukan ini sama Risa,” ujar Risa sambil bersimpuh di hadapan ibunya.

“Kamu harus menikah dengan anak teman Mama, Risa. Dia itu anak baik. Mama yakin, laki-laki itu akan membahagiakanmu.” Bu Yulia mengangkat bahu Risa, lalu memeluknya dengan erat.

“Tapi, Ma. Risa nggak bisa menikah dengan pria itu. Tolong jangan paksa Risa, Ma.” Risa menangkup kedua tangannya dan memohon pada ibunya, berharap agar beliau membatalkan semua rencananya.

“Tidak bisa, Risa! Kamu akan tetap menikah dengan laki-laki pilihan Mama. Mama sudah berjanji sama orang tuanya Adi. Kamu jangan membuat Mama malu,” ujar Bu Yulia. Ia tetap ingin Risa menikah dengan laki-laki yang belum pernah ditemuinya

“Adi? Siapa dia, Ma?” tanya Risa semakin penasaran.

“Laki-laki itu yang akan menikahimu, Risa. Namanya Adi Chandra Winata. Makanya sekarang, ayo kita kembali ke ruang ganti karena kamu harus didandani.” Bu Yulia kembali menarik tangan Risa.

“Maafin Risa, Ma. Tapi Risa tidak bisa menuruti keinginan Mama kali ini, minta yang lain saja, Ma. Risa akan penuhi semua permintaan Mama kecuali ini,” ucap Risa sambil melepas tangan ibunya.

“Baik ... jika kamu tidak mau menuruti kemauan Mama. Maka mulai hari ini kamu tidak akan pernah ketemu Mama lagi, kamu lihat itu!” tunjuk Bu Yulia pada bagian atap gedung yang sangat tinggi.

“Maksud Ma-ma?” tanya Risa dengan terbata-bata.

“Kamu pasti tahu apa yang Mama maksud,” ujar Bu Yulia sambil berjalan menuju atap gedung.

“Tidak, Ma. Jangan lakukan itu. Risa mohon! Risa tidak mau kehilangan Mama. Sudah cukup Risa kehilangan papa. Risa tidak sanggup harus kehilangan Mama juga,” ucap Risa dengan suara lirih.

“Kalau begitu, turuti keinginan Mama!” pinta Bu Yulia dengan tegas.

“Baiklah, Ma. Risa akan ikuti kemauan Mama,” ujar Risa dengan sendu. Air matanya pun sudah tak terbendung lagi.

“Baguslah! Ayo kita kembali ke ruang make up.” Bu Yulia menuntun putri semata wayangnya menuju ruangan yang di dalamnya sudah ada seorang penata rias.

Dengan berat hati, Risa pun mengikuti ibunya kembali ke ruang ganti. Sebagai anak yang berbakti, Risa tidak ingin sang ibu sampai berbuat nekat jika ia tidak mengikuti keinginannya.

Sesampainya di dalam ruangan itu, Risa dihias oleh seorang MUA yang sudah sangat profesional. Perasaan wanita cantik itu saat ini bercampur aduk. Sedih, kecewa, sakit, semuanya menjadi satu. Namun, ia hanya bisa menangis dalam diam meratapi nasibnya yang malang.

‘Kenapa takdirku seperti ini, Tuhan?’ rintihan batin Risa.

“Sudah siap, Nona!” kata sang penata Risa sambil tersenyum melihat penampilan Risa di cermin besar yang ada di hadapannya.

“Terima kasih, Mbak. Tolong tinggalkan saya sebentar!” pinta Risa pada sang penata rias.

“Baik, Nona. Jika sudah selesai panggil saya lagi,” ujar wanita itu sambil berjalan keluar dari ruangan.

Risa mengangguk pelan, lalu menatap dirinya di cermin besar yang ada di hadapannya sambil mengulas senyum untuk menghibur hatinya yang saat ini sedang terluka. Ia jadi teringat nasehat sang ayah yang pernah mengatakan; ‘Apapun yang terjadi pada kehidupanmu di masa akan datang, kamu harus tetap tersenyum. Karena sebuah senyuman mampu menghapus luka yang tak terlihat.’

***

Akhirnya pernikahan itu pun terjadi. Risa telah menikah dengan laki-laki yang yang bernama Adi Chandra Winata, sesuai dengan apa yang dikatakan oleh ibunya.

Risa menikah dengan Adi karena paksaan sang ibu yang sangat menginginkan seorang menantu dari keluarga kaya agar kehidupan mereka bisa kembali seperti dulu, pada saat ayahnya Risa masih hidup.

Saat ini Bu Yulia sedang terlilit hutang karena kelakuan suami barunya. Ia sudah mencoba meminta bantuan kepada teman-temannya, tapi tidak satu pun di antara mereka yang bersedia memberikan pinjaman uang kepadanya.

Padahal dulu, hampir semua warga datang ke rumahnya di saat mereka sedang kesusahan. Almarhum ayahnya Risa selalu memberi pinjaman uang pada mereka tanpa mengharapkan imbalan, bahkan jika ada di antara mereka yang tidak mampu untuk mengembalikannya, maka itu beliau anggap sebagai sedekah.

Tapi setelah mereka tidak punya apa-apa seperti sekarang, semuanya malah menjauh dan membenci Bu Yulia. Bahkan orang-orang juga menyebut dirinya sebagai janda gatal.

Risa dan ibunya hanya bisa pasrah dan menerima semuanya. Ia berharap cobaan dalam hidupnya segera berakhir setelah ia menikah dengan laki-laki kaya pilihan ibunya. Namun, sepertinya harapan itu tidak sesuai dengan kenyataan.

Perasaan Risa justru semakin kacau setelah melihat tatapan laki-laki yang baru saja merubah statusnya menjadi seorang istri.

“Selamat, ya, Sayang!” ucap Bu Yulia sambil mengelus pipi putrinya. Senyum pun mengembang di wajah wanita itu, sementara Risa hanya menganggukkan kepala dan membalas senyuman sang ibu.

Adi menatap wanita yang memakai kebaya putih di sampingnya dengan tatapan benci dan penuh amarah. Namun, sebisa mungkin ia tahan hingga acara selesai dilaksanakan.

“Kita memang sudah menikah dan kamu sudah menjadi istriku, tapi jangan berharap lebih dari pernikahan ini. Karena tidak akan ada cinta untukmu!” bisik Adi dengan nada penuh penekanan. Kata-kata itu diucapkan setelah ia memasangkan cincin pernikahan di jari manis sang wanita yang sudah menjadi istrinya.

Deg!

Risa tersentak kaget, lalu memejamkan mata menahan buliran bening yang sudah menganak sungai di pelupuk matanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status