Share

6. Membuat Sarapan

Setelah puas menumpahkan kesedihannya, Risa segera beranjak dari tempat tidur lalu masuk ke kamar mandi. Lima menit kemudian ia keluar dari kamar mandi dengan wajah yang lebih segar. Risa mencuci muka agar tak terlihat seperti habis menangis, ia tidak ingin terlihat sedih di depan ibunya. 

Risa keluar kamar lalu pergi ke dapur untuk menemui ibunya, tapi seseorang yang dicarinya tidak ada di sana. “Mama di mana?” gumamnya.

“Risa, ada apa?” Bu Yulia tiba-tiba muncul di belakang Risa.

“Mama, bikin kaget aja. Risa mau pamit pulang, Ma. Risa mau beres-beres pakaian yang akan dibawa ke apartemen.” Risa mengambil segelas air lalu menenggaknya hingga habis.

“Ya sudah, kamu hati-hati. Ingat, jangan mengeluh apapun. Itu demi masa depan kamu. Bersabarlah,” ucap Bu Yulia sambil memeluk putrinya dengan erat.

Risa mengangguk seraya mengulas senyum. “Iya, Ma. Risa pulang dulu, ya. Mama harus jaga kesehatan. Kalau ada apa-apa, jangan dipendam sendiri. Risa akan selalu ada untuk Mama,” ujar Risa seraya mempererat pelukannya pada sang ibu.

“Iya. Ayo, Mama antar sampai ke depan! Sopir kamu sudah menunggu di mobil,” kata Bu Yulia sambil melerai pelukannya.

Risa berjalan beriringan bersama ibunya sampai ke mobil. Sang sopir berdiri di samping mobil dan bersiap untuk membuka pintu mobil untuk Nyonya Muda Winata.

“Ma, Risa pamit. Risa sayang Mama,” ucap Risa dengan isak tangis yang sedari tadi  ia tahan. Wanita itu pun berhamburan ke pelukan ibunya untuk mengurangi beban berat yang sedang dipikulnya.

“Sudah … kamu cepat pulang sana! Nanti suami kamu nyariin, tidak baik keluar rumah tanpa izin suami.” Bu Yulia melepas pelukan Risa.

“Ya sudah, Ma. Risa pulang, tapi Risa pasti akan ke sini lagi lain waktu. Dadah, Mama. Risa masuk ke dalam mobil dengan perasaan sedih dan kecewa atas sikap dingin ibu kandungnya.

Bu Yulia melambaikan tangan saat mobil yang membawa putrinya telah keluar dari simpang Gang Sempit. Ingin rasanya Risa berbalik dan memeluk ibunya lagi, tapi segera diurungkan saat ia teringat perkataan sang ibu yang mengatakan; ‘Tidak baik pergi tanpa izin suami. 

Memang benar jika Risa tidak memberitahu Adi saat ingin mengunjungi ibunya. Tapi bagaimana caranya ia mau memberitahu laki-laki itu? Ia bahkan tidak punya nomor telepon laki-laki yang dipanggilnya sebagai suami.

Di dalam mobil, Risa terus memandangi foto almarhum ayahnya. Ia sengaja membawa foto sang ayah untuk melepas rasa rindu. Cuma itu kenangan tentang almarhum ayahnya yang Risa punya, karena barang-barang milik ayah kandungnya yang lain telah dibuang oleh ayah tirinya, bahkan sang ibu hanya membiarkan saja saat suami keduanya melakukan itu. 

Risa kecewa karena ibunya selalu menutup mata atas apapun yang dilakukan suami barunya. Segitu besarnya cinta Bu Yulia terhadap pria berandalan itu. Sehingga ia dengan mudahnya membuang kenang-kenangan suami pertamanya.

Karena terlalu larut dalam kesedihan, hingga tanpa Risa sadari mobil yang membawanya telah berhenti di depan gerbang yang begitu megah dan kokoh. Ternyata ia telah sampai di rumah mewah seperti istana, rumah orang tua suaminya.

“Silahkan, Nyonya.” Pak Sopir membuka pintu mobil untuk Risa.

“Terima kasih, Pak.” Risa tersenyum seraya keluar dari mobil.

Risa masuk ke dalam rumah dengan senyuman yang selalu menghiasi wajah cantiknya, ia menyapa semua para pekerja yang ada di rumah besar itu. Begitu banyaknya para pekerja di rumah mertuanya, hingga ia kesulitan untuk mengingat mereka satu persatu.

“Nyonya Muda sudah pulang?” tanya salah satu asisten rumah tangga yang belum pernah Risa temui sejak ia datang ke rumah itu.

“Iya, Mbak. Baru saja sampai,” sahut Risa dengan lembut serta senyum ramah.

“Nyonya Besar tadi berpesan sama saya. Jika Nyonya Muda sudah pulang, Nyonya Muda diminta untuk menemui beliau,” kata salah satu ART menyampaikan pesan majikannya.

“Oh, baiklah. Saya akan menemuinya. Sekarang Mama di mana, Mbak?” tanya Risa.

“Ada di kamarnya, Nyonya Muda. Mari, saya antar!” tawar ART itu seraya menghalau tangannya ke depan.

“Baiklah, Mbak. Ayo!” seru Risa sembari mengikuti langkah sang asisten rumah tangga. Ia memang masih sungkan untuk masuk ke kamar ibu mertuanya karena belum terbiasa. 

Sampai di depan kamar Ibu Arin, asisten rumah tangga yang membawa Risa segera membuka pintu kamar dengan kartu akses yang ada di tangannya. Risa sedikit kaget melihat itu, membuka pintu dengan sebuah benda seperti kartu? 

Naluri kemiskinannya meronta-meronta melihat hal yang menakjubkan seperti itu. Biasanya benda seperti itu digunakan di hotel-hotel mewah. Risa juga pernah menggunakan benda itu pada saat ia ikut study tour antar sekolah, waktu itu ia terpilih sebagai guru teladan terfavorit.

“Silahkan, Nyonya Muda!” ucap sang asisten rumah tangga setelah pintu ruangan itu terbuka.

“Terima kasih, Mbak,” ucap Risa, kemudian ia masuk ke dalam kamar.

“Sayang, kamu sudah pulang? Ayo duduk sini,” ajak Ibu Airin sambil menepuk sofa di sebelahnya.

“Iya, Ma.” Risa tersenyum lembut.

Asisten rumah tangga yang tadi mengantar Risa, ikut masuk ke dalam kamar. Ibu Airin tampak sedang duduk di sofa sambil membaca majalah. Risa merasa ragu untuk melangkah ke arah ibu mertuanya karena semua peralatan yang ada di kamar itu adalah barang-barang mahal.

“Nyonya, saya permisi” ucap asisten rumah tangga dengan membungkukkan badan, lalu ia keluar dari kamar majikannya.

“Terima kasih, Mbak Mia,” ucap Ibu Airin pada ART itu. Risa baru mengetahui nama wanita muda itu adalah Mia setelah sang ibu mertua memanggilnya.

“Mama ada perlu sama Risa?” Risa duduk menghadap ibu mertuanya.

Ibu Airin menghela napas panjang sambil menganggukkan kepala. “Risa, mulai besok kamu akan tinggal berdua sama Adi. Mama sebenarnya keberatan kalian pindah secepat ini, tapi Mama sangat mengenal Adi. Dia tidak butuh persetujuan siapa pun untuk mengambil satu tindakan,” tuturnya dengan sendu.

“Ma, Risa janji akan sering datang ke sini jika nanti kami sudah pindah rumah. Mama juga bisa datang kapan saja kan ke sana. Risa pasti sangat merindukan Mama,” ucap Risa sambil menyandarkan kepalanya di pundak Ibu Airin.

“Sekarang kamu jujur sama Mama! Apa Adi bersikap baik sama kamu?” tanya Ibu Airin.

Deg! 

Pertanyaan Ibu Airin membuat Risa merasa serba salah. Jika ia bicara jujur, itu artinya ia melanggar perintah Adi. Jika tidak jujur, maka ia berdosa karena membohongi ibu mertuanya. 

Ibu Airin sangat baik, Risa tidak tega melukai hatinya. Tapi demi menjaga perasaan ibu mertuanya, Risa lebih memilih berdosa asalkan tidak membuat ibu mertuanya kepikiran. Biarlah ia menanggung dosa karena telah membohonginya. 

“Tentu saja, Ma. Mama bisa lihat sendiri, ‘kan? Dia tidak pernah bersikap kasar sama Risa, Ma. Tidak mudah bagi Adi menerima Risa secepat ini, tapi bukan berarti dia menolak Risa. Jadi Mama tenang saja, ya. Risa janji akan memenangkan hati suami Risa,” ucap Risa tanpa sadar apa yang ia katakan. Semua perkataan yang baru saja diucapkannya meluncur begitu saja.

“Syukurlah … Mama lega mendengarnya. Mama pikir, Adi memperlakukanmu dengan tidak baik.” Ibu Airin bernapas lega setelah mendengar ucapan Risa.

“Tidak, Ma. Mama tidak perlu khawatir soal itu,” ujar Risa sambil menatap ibu mertuanya.

“Yaudah, sekarang kamu beres-beres barang yang akan kamu bawa besok. Mbak Mia akan ikut kamu ke Apartemen Adi,” kata Ibu Airin sambil mengelus lembut lengan Risa.

“Iya, Ma. Mama istirahat, ya,” ucap Risa seraya mengulas senyum yang dipaksakan. Ada rasa sesak di relung hatinya, tapi ia tidak mampu untuk mengungkapkannya.

Risa keluar dari kamar ibu mertuanya dengan perasaan bersalah. Ia merasa berdosa telah membohongi orang yang sangat baik dan tulus menyayanginya, tapi Risa melakukan itu semua karena tidak ingin membuat sang ibu mertua terluka, cukup dia saja yang tersakiti, ia tidak ingin membuat Ibu Airin merasa bersalah padanya jika sampai beliau mengetahui yang sebenarnya. 

*** 

Malam harinya. Dalam gelapnya malam, udara dingin bertiup lembut membuat bulu kuduk berdiri. Didukung waktu yang telah menunjukan di angka dua dini hari, kian menambah keheningan malam yang terasa tak biasa dan sunyi-senyap. Risa terbangun saat tenggorokannya terasa kering, sedangkan persediaan air di kamar juga telah habis. 

Lantas ia segera pergi ke dapur dengan langkah cepat agar bisa kembali ke kamar dengan segera. Saat sedang menuangkan air ke dalam gelas, tiba-tiba ia merasa ada seseorang yang sedang mengawasinya. Risa melihat ke semua arah, tapi ia tidak menemukan siapa pun. 

Wanita itu berjalan dengan langkah tergesa-gesa menuju kamar. Setelah sampai di kamar, ia baru menyadari jika Adi belum pulang dari kantor, ia menatap tempat tidur yang kosong lalu merebahkan tubuhnya di atas sofa.

“Apa Mama Airin tahu kalau Adi belum pulang? Apakah ia sudah biasa tidak pulang ke rumah seperti ini?” Risa bergumam sendiri sambil menatap langit-langit kamar. Tak lama kemudian ia sudah terlelap kembali dan berkelana di alam mimpinya.

*** 

Pagi telah menjelang. Waktu baru menunjuk pukul 04:30 WIB. Sayup-sayup terdengar suara adzan subuh berkumandang dari kejauhan yang selalu setia menyapa telinga setiap umat muslim dan sekedar mengingatkan manusia untuk menghadap kehadirat Tuhan semesta alam. 

Risa terbangun untuk menunaikan kewajibannya sebagai umat muslim. Setelah shalat subuh, ia langsung turun ke bawah untuk membantu para asisten rumah tangga. Walaupun tenaganya sama sekali tidak butuhan, tapi Risa hanya ingin membuat sesuatu untuk ibu mertuanya sebelum ia pindah dari rumah itu.

“Selamat pagi, Nyonya Muda! Anda membutuhkan sesuatu?” tanya salah satu ART saat berpapasan dengan Risa

“Selamat pagi!” Risa tersenyum ramah. “Tidak, Bi. Saya tidak membutuhkan apa-apa,” jawabnya seraya berjalan menuju dapur.

“Nyonya Muda silahkan tunggu di meja makan! Kami akan menyiapkan segala keperluan Anda,” ujar Bi Ratih sambil menuntun Risa ke arah meja makan.

“Maaf, Bi. Saya ingin membuat sesuatu untuk ibu mertua saya. Boleh saya pinjam dapurnya sebentar?” Risa menatap Bi Ratih sambil menyatukan kedua tangannya.

“Tapi, Nyonya Muda, itu adalah tugas kami. Nyonya Muda tinggalkan bilang saja apa yang Nyonya Muda inginkan,” jawab Bi Ratih, merasa keberatan dengan permintaan Risa.

“Saya tahu kalau itu adalah tugas Bibi, tapi pagi ini tolong biarkan saya yang melakukan tugas itu. Saya hanya ingin membuat sarapan untuk ayah dan ibu mertua saya,” ujar Risa sembari melanjutkan langkahnya menuju dapur. 

Bi Ratih dan para pekerja yang lain hanya melihat saja tanpa berani mencegah. Risa mulai berkutat dengan pekerjaannya, tetapi ia selalu diawasi oleh para asisten rumah tangga. Mereka seperti tidak rela melihat sang Nyonya Muda Winata melakukan pekerjaan dapur seperti itu, tapi Nyonya Muda hanyalah status bagi Risa. Karena pada kenyataannya, ia hanyalah seorang istri diatas kertas.

“Nyonya Muda, jika sudah selesai biarkan kami yang membereskan semuanya. Nyonya Muda silahkan menunggu di meja makan!” Bi Ratih kembali bersuara, tetapi Risa hanya melihat sekilas ke arahnya lalu melanjutkan kembali pekerjaannya dan membereskan semua bekas peralatan masak yang sudah digunakannya.

“Selesai,” ucap Risa dengan riang, kemudian ia meletakkan apron ke tempat semula.

“Risa, kamu ngapain di dapur?” Seseorang tiba-tiba mengagetkan Risa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status