Share

TERNYATA JODOH
TERNYATA JODOH
Penulis: Ratu Tiana

Bab 1: Tilla January

Bab 1: Tillia

Suasana ruang rapat yang di pimpin oleh manajer pemasaran terasa mencengkam karena sang manajer merasa marah dengan karyawannya yang ia anggap tidak bekerja dengan baik.

Tidak ada bawahan yang berani membantah apa yang dikatakan oleh sang atasan. Jika itu terjadi maka tidak menutup kemungkinan rentetan omelan akan terus berlanjut hingga jam makan siang berlangsung. Sialnya lagi jam makan yang dimaksudkan masih sekitar dua jam lagi.

"Profesional pekerjaan itu nomor satu. Kalian harus ingat dengan visi misi kita. Tapi, bukan berarti kalian khususnya para wanita harus menggadaikan harga diri kalian pada customer!"

Kemurkaan wanita yang menjadi pemimpin dalam rapat terlihat sangat jelas dan topik pembahasan kali ini adalah kinerja para wanita yang mengganggu keprofesionalan kerja sebagai tenaga pemasaran.

Baru-baru ini wanita bernama lengkap Tillia January mendapat laporan dari beberapa orang jika ada beberapa karyawannya yang menjual tubuh mereka agar properti yang ditawarkan pada konsumen bisa laku keras. Selain properti yang mereka tawarkan laku di beli, mereka juga bisa mendapatkan bonus dari perusahaan dan bonus dari ajakan pembeli properti untuk melakukan hal tabu.

Tila--sapaannya-- cukup berang karena ia mendapatkan tiga kali laporan berturut-turut dalam satu bulan. Meskipun pekerjaan itu sudah sangat lumrah terjadi di berbagai macam perusahaan, tapi Tila melarang keras anak buahnya melakukan pekerjaan seperti itu di perusahaan tempat mereka bekerja.

Sungguh! Jika ia tidak mendapat laporan dari istri-istri pria yang membeli properti dan tubuh beberapa oknum karyawannya, mungkin hal ini tidak akan tercium sampai ke hidungnya sendiri.

"Ingat, kalian itu menjual properti bukan tubuh," tekannya sekali lagi. "Jika hal ini terus terjadi, saya persilakan kalian keluar dari perusahaan. Bukankah gaji dari melayani pria hidung belang lebih besar dari pada kalian bekerja di perusahaan?" sinisnya.

Tidak ada karyawan yang membantah. Semuanya menunduk diam. Ini memang salah beberapa oknum di ruangan ini. Tapi, yang mendapat kemarahan dari bos adalah mereka semua.

"Rapat di tutup. Berikan laporan penjualan kalian bulan lalu setelah jam makan siang."

Tila menutup rapat dengan ekspresi datar. Setelah merapikan berkas yang berada di atas meja, wanita 26 tahun itu melangkah keluar meninggalkan keheningan karyawan yang menatap pintu tertutup dengan tatapan tak terbaca.

"Pantas saja dia masih sendiri di usianya yang sudah matang. Galak dan judes, tidak akan ada laki-laki yang mau sama dia," cibir Soraya, menatap sengit pintu tertutup tersebut. Soraya sendiri adalah satu di antara beberapa orang yang terlibat dalam masalah ini.

"Iya. Lagi pula, ini tubuh kita yang di jual. Bukan dia. Seenaknya saja merusak rencana dan mengacaukan penghasilan kita." Berna juga ikut marah dengan apa yang dikatakan Tila tadi. Menurutnya, atasannya ini terlalu ikut campur dengan urusan mereka. Baginya yang terpenting properti mereka di beli dan itu sudah cukup. Jangan mencampuri hal-hal di luar pekerjaan mereka. Ini yang di mau oleh para pekerja wanita plus-plus.

"Jika ada pemilihan pemimpin untuk posisi manajer, aku bersumpah tidak akan memilih wanita itu," ujar Cintya sinis.

Wanita itu bahkan menyumpah serapah Tila yang ia anggap terlalu mengikut campur urusan kantor dan pribadi. Lagi pula, pria-pria yang tidur dengan mereka juga mau dengan mereka dan tidak memaksa.

"Oh, iya? Kalau begitu minta para dewan direksi dan pimpinan teratas untuk membuat voling pemilihan pemimpin. Saya mau tahu, saya atau kalian bertiga yang akan di depak dari kantor ini."

Tiba-tiba suara Tila kembali terdengar bersamaan dengan pintu yang di buka lebar.

Tila melangkah masuk kembali menuju bagian meja tempatnya berada tadi dan mengambil pomselnya yang tertinggal.

"Kalau kalian tidak suka dengan cara kerja saya, silakan kalian membuat surat pengunduran diri," ucapnya, menatap ketiga wanita yang menghujatnya di belakang. "Saya tidak butuh memiliki bawahan yang hanya bisa koar-koar di belakang saya dan hanya tahu cara merusak citra seorang wanita saja," sinisnya.

Setelah itu, Tila keluar dari ruang rapat dan kali ini benar-benar meninggalkan ruangan yang berisi para karyawan yang terlihat tegang karena ketahuan membicarakan atasan di belakang.

Tila memang terkenal bermulut pedas dan juga tegas. Pimpinan perusahaan ini adalah sahabatnya yang sudah menikah. Tila awalnya sama seperti mereka menjadi karyawan dengan posisi tidak seberapa lebih dulu baru ia bisa memiliki jabatan sekarang sejak satu tahun lalu.

"Mbak Tila!"

Tila menghentikan langkahnya ketika mendengar suara teriakan seseorang yang begitu ia kenali.

Tila memutar tubuhnya dan meringis melihat wanita dengan perut buncit berjalan lincah di ke arahnya. Sementara para ajudan yang di tugaskan suami wanita itu terus mengawasi langkah wanita hamil tersebut dengan cermat dan teliti.

"Mbak, ayo kita makan siang. Mas Sam sudah menunggu kita," ujar wanita itu penuh semangat.

"Kita?"

Kening Tila mengerut dan berpikir maksud dari ucapan wanita hamil tersebut. Namun, ia bahkan belum sempat berkata karena tubuhnya kini di tarik si wanita hamil menuju lift.

"Lula Arasya! Mau kamu bawa ke mana saya?" tanya Tila galak.

Lula Arasya--wanita hamil-- memamerkan senyum lebarnya pada wanita yang sudah ia anggap seperti kakak sendiri.

"Aku mau ajak mbak makan siang bersama Mas Sam. Mas Sam ancam aku kalau enggak bawa mbak ke ruangannya, aku nanti enggak di izinkan buat berenang lagi."

"Urusan sama saya?" ketus Tila.

Lula nyengir tidak tahu harus menjawab apa. Namun, demikian ia langsung memeluk lengan Tila manja. "Mbak harus tolong aku. Aku 'kan adik mbak yang paling cantik," rayunya.

Tila mendengkus mendengarnya.

"Adik ketemu besar."

Tila akhirnya dengan pasrah mengikuti langkah Lula yang membawanya ke sebuah ruangan di mana Sam sudah menunggu.

"Mas Sam, sayangnya aku!"

Lula membuka pintu dan melangkah masuk tanpa melepaskan tarikannya pada pergelangan tangan Tila.

Wanita dengan perut buncit itu langsung melepaskan tautan tangannya dan berlari kecil ke arah sang suami.

Tanpa malu, Lula dengan manja memeluk Sam hingga membuat Tila yang melihatnya, hanya mampu mendengus.

"Aku tuh rindu sekali dengan mas Sam.. Mas rindu enggak sama aku?"

"Rindu sekali. Mas sampai harus melihat jam setiap menit supaya waktu cepat berlalu dan kita bisa ketemu," timpal Sam, menyenangkan istrinya.

Mendengar jawaban yang ia inginkan tentu saja Lula tersenyum manis. Wanita itu kemudian menarik tangan suaminya untuk duduk di sofa yang tersedia di dalam ruangan.

"Aku sengaja buat ajak Mbak Tila untuk makan siang bersama kita, Mas. Kasihan Mbak Tila enggak ada pasangannya." Lula dengan manis menatap pada suaminya.

"Kamu memang istri terbaik aku. Sampai urusan Tila yang jomblo kelamaan juga, istrinya aku peka." Tak ketinggalan, Sam juga mengusap kepala istrinya dengan sayang.

Kedua sejoli itu menunjukkan kemesraan di depan Tila yang kini sudah melotot kesal pada mereka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status