Share

Bab 4: Pertemuan Pertama

Bab 4: Pertemuan pertama.

Tila melirik jam yang melingkar di pergelelangan tangannya. Matanya menatap cemas arah jam yang sebentar lagi akan menunjukkan pukul lima sore. Artinya jam pulang dan bertemu dengan pria yang akan dijodohkan padanya akan segera tiba.

Tila meremas pulpen di tangannya berharap waktu akan berputar dengan lambat agar ia tidak perlu bertemu dengan keluarga calon suami yang dijodohkan padanya. Tapi, sepertinya Tuhan tidak mendengarkan apa yang diucapkan dan diharapkan Tila dalam hati.

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Tila. Wanita itu mendongak dan meminta si pengetuk untuk masuk.

"Permisi, Bu. Sudah waktunya pulang."

Tantry, sekretaris Tita mengucapkan hal yang sebenarnya tidak ingin Tila dengar, tapi harus ia dengar sekarang. Tila menghela napas berat dan mengangguk sebagai tanggapannya.

Setelah sekretarisnya berbalik pergi, Tila dengan tak semangat mulai merapikan mejanya yang berantakan. Setelah itu ia keluar dari ruangan yang baru ia huni satu tahun belakangan.

"Aku antar kamu."

Tila menoleh saat ia sudah berdiri di depan lobi. Tila tidak membawa kendaraannya karena tadi pagi sang ayah lah yang mengantarnya.

"Enggak repot? Lula udah nunggu kamu di rumah," sahut Tila datar.

"Iya. Makanya aku antar kamu, La. Lula udah nunggu aku di rumah," sahut Samuel sambil menghela napas. "Rumah kamu lebih tepatnya."

Tila menggeleng pelan. Perempuan satu ini memang sering ke rumahnya tanpa diketahui olehnya. Apalagi pekerjaan yang dilakukan Lula selain merecoki ibunya untuk membuatkan beberapa menu makanan favoritnya.

"Ayo."

Tila mengangguk mengikuti Samuel di sampingnya. Pria yang berusia sama dengannya ini adalah sahabat Tila sejak awal mereka masuk kuliah. Bahkan, Tila pula yang membantu sahabatnya itu untuk menjadikan Lula si gadis super lemot dan manja itu istrinya.

Tila ingat dengan baik, dimana dirinya lah yang menjadi tameng saat menghadap ayah Lula yang temperamen melamarkan Lula untuk Sam. Saat itu Lula sedang hamil dua bulan akibat kekhilafan Sam yang justru di syukuri pria itu.

Entah sadar atau tidak, Sam atau pun Lula seolah menjadikan Tila sebagai ibu mereka yang bisa menyelesaikan masalah. Percaya tidak percaya, saat Lula melahirkan, Tila lah yang menemaninya. Saat pernikahan mereka, Tila pula yang mengurus hampir 80 persen pernikahan kedua sejoli tersebut.

Setelah menempuh perjalanan selama tiga puluh menit, mobil yang disopiri Sam akhirnya tiba di halaman orangtua Tila.

Keduanya turun dan melangkah masuk ke dalam rumah sederhana milik orangtua Tila dan Haikal. Tatapan keduanya langsung tertuju pada sosok wanita dengan perut buncit yang saat ini tengah memangku toples berisi keripik pisang buatan sang ibu.

"Sayang!" panggil Sam bersemangat. Kaki pria itu melangkah mendekat ke arah Lula dan mengecup kening istrinya juga putranya yang duduk di samping Lula.

"Halo, my boy. Sehat?" sapa Sam pada putranya.

Rexynard Alfabet adalah putra sulung Samuel Alfabet yang saat ini berusia tiga tahun. Sementara istrinya yang juga ibu kandung Rex yaitu Lula Arasya saat ini baru berusia 21 tahun.

Lula memang menikah muda dengan Sam karena perbuatan pria itu saat marah dulu lah penyebab kehadiran Rex ke dunia.

"Ih, Mas kok enggak tanya aku juga? Masa cuma Rex saja?" Lula menatap Sam kesal. Bibirnya mengerucut manja dan cukup untuk membuat Sam gemas.

Sementara Tila yang melihat kemesraan dua sejoli tersebut memilih untuk masuk ke dalam kamarnya dan membersihkan diri. Dalam waktu satu jam lagi pihak calon suaminya akan datang. Sebelum ibunya datang dengan segala ocehannya, Tila lebih baik segera merapikan diri.

Satu jam kemudian Tila keluar dengan gaun hijau selutut yang menghiasi tubuhnya.

Tila mengedarkan pandangannya ke sekitar dan tidak menemukan keberadaan Sam maupun Lula. Ke mana mereka? Pikir Tila.

"Bu, Sam sama Lula di mana? Aku enggak lihat keberadaan mereka," tanya Tila pada ibunya.

Seketika itu juga Jumi menghentikan aktivitasnya yang tengah merapikan meja makan.

"Mereka sudah pulang sejak empat puluh menit yang lalu." Jumi menatap putrinya dari atas hingga bawah kemudian ia tersenyum lebar melihat putrinya yang tampak cantik dengan make up sederhana.

"Sebentar lagi tamu kita akan datang. Tila, ayo, bersiap, Nak," ujar Herman tiba-tiba.

Tila menoleh menatap ayahnya, kemudian mengangguk kepalanya pasrah. Tila berdoa semoga saja keluarga laki-laki yang dijodohkan padanya akan menolak perjodohan ini. Tila sendiri tidak bisa menolak karena ayahnya memiliki senjata ampuh yang membuatnya tidak berkutik.

Tak lama suara pintu di ketuk. Herman segera keluar. Terdengar suara beberapa orang berbincang yang kini sudah berada di ruang tamu. Sementara Tila masih berada di dapur membantu ibunya mempersiapkan minuman serta camilan yang akan ia bawa sendiri ke depan.

"Bawa ini, La. Hati-hati." Jumi meletakkan satu tatakan dengan beberapa gelas di atasnya kemudian ia juga meletakkan satu tatakan yang kini di penuhi toples berisi camilan.

"Iya, Bu."

Tila mengangguk mantap. Perempuan itu melangkah keluar sampai akhirnya ia tiba di ruang tamu. Kepalanya sejak tadi menunduk dan tidak berani mengangkat wajahnya sampai ia selesai menata minuman dan camilan.

"Tila, ayo, salam dan berkenalan dengan calon mertua serta calon suamimu, Nak," ujar Herman pada putrinya.

Tila mengangkat kepalanya dan tepat berhadapan dengan seseorang atau bahkan beberapa orang yang sangat ia benci hingga ke tulang sum-sum.

"Kamu, kalian!" tunjuk Tila shock.

Tila mundur selangkah menatap tidak percaya tiga orang yang juga menatapnya tak percaya.

Tidak!

Tila tidak mau berhubungan lagi dengan orang-orang macam ini. Tila sungguh membenci mereka.

Tila segera membalikkan tubuhnya kemudian berlari masuk ke dalam kamarnya. Bertemu dengan orang-orang itu sama saja membuka luka masa lalunya.

Wanita itu kemudian menutup pintu kamarnya dan mengunci dari dalam agar ibunya tidak bisa masuk.

"Tila, buka pintunya. Ayo, keluar. Enggak enak dengan tamu Ayah kamu yang sudah menunggu kita." Suara Bu Jumi terdengar dari luar pintu, membuat Tila semakin merapatkan tubuhnya pada tempat tidurnya.

"Aku enggak mau keluar, Bu! Pokoknya aku menolak perjodohan ini. Aku enggak mau lagi berurusan dengan keluarga mereka!"

Suara Tila yang berteriak tentu saja mengejutkan Bu Jumi. Wanita paruh baya itu takut jika suara putrinya bisa terdengar sampai keluar.

*Kamu keluar dulu dan kita bicara baik-baik,' bujuk Bu Jumi pada putrinya.

Tila tidak merespon dan lebih memilih untuk membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur.

Wanita itu tidak mengerti apa yang ada di pikiran ayahnya sehingga mau menjodohkannya dengan laki-laki itu? Apa tidak ada laki-laki lain yang bisa menjadikan kandidat calon suaminya? batin wanita itu merasa marah.

Bu Jumi menghela napas kemudian berbalik pergi meninggalkan villa di dalam kamar sendiri.

Sementara wanita itu kini mengepalkan kedua tangannya di atas bantal dengan amarah yang sudah membumbung di dalam hatinya.

"Aku sangat membenci mereka," gumam Tila penuh amarah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status