Bab 9: Hari pertamaHari pertama pernikahan harusnya adalah hari bahagia untuk pengantin baru. Hari di mana mempelai pengantin menghabiskan waktu berduaan di kamar atau di mana pun mereka berada. Namun, hal itu tidak berlaku untuk Adam dan Tila. Kedua pasangan suami istri yang baru saja menikah kemarin itu sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Ada Adam yang sibuk dengan laptopnya menyelesaikan pekerjaan yang tertunda karena cuti menikah. Sementara Tila sendiri sibuk mengganti chenel televisi yang sedang ia tonton. Tak lama suara dering ponsel Tila terdengar, membuat wanita itu segera mengangkatnya. "Halo, Sam." "Tila, kamu enggak jadi ke rumah sakit?" Suara Sam terdengar dari seberang sana, membuat Tila menepuk dahinya pelan. Ia lupa memberitahu pada Sam jika ia harus menunda kunjungannya ke rumah sakit. "Maaf, aku enggak bisa datang, Sam. Aku sedang ada urusan. Sepertinya rencanaku harus di tunda." Sambil berkata, Tila melirik sinis ke arah Adam, kemudian ia kembali
Pulang dari kantor Tila tidak langsung pulang ke kediaman Aris Tirtando. Wanita itu langsung menuju bengkel guna mengambil mobilnya yang sudah 1 minggu di sana. Taksi yang ditumpangi Tila akhirnya tiba di bengkel. Saat memasuki bengkel yang sudah menjadi langganannya, Tila bertemu dengan bang Anton yang sudah menjadi montir langganannya juga."Bang!" Anton menoleh kemudian tersenyum lebar. "Wah, pengantin baru." Anton menyapa Tila dengan ramah.Tila tersenyum santai sebagai balasan sapaannya. Wanita itu kemudian menanyakan keadaan mobilnya."Mobil aman, Neng. Tinggal ambil dan bayar. Beres," jelas Anton pada Tila. "Oh, thank you, Bang. Kalau begitu saya masuk buat bayar dulu." Tila kemudian melangkah masuk menuju ruang administrasi untuk membayar biaya perbaikan kendaraannya. Tila tersenyum membalas sapaan gadis administrasi yang Tila ketahui bernama Mona. "Totalnya, tiga juta, empat ratus ribu." Mona menyerahkan kuitansi pada Tila yang langsung dibayar wanita itu secara cas
Tila baru saja keluar dari ruangannya ketika Randy menghadang jalannya. Tila mengerut kening melihat pria playboy satu ini berdiri di depannya."Mau apa?" Tila bertanya to the point. Tila bukanlah wanita yang suka basa-basi. Randy tersenyum lebar. Pria itu kemudian berkata, "aku mau ajak kamu makan siang bareng. Mau?""Traktir?" Tila menatap Randy dengan sebelah alis terangkat. Tila menduga jika playboy satu ini mengajaknya makan siang bersama bukan hanya untuk makan siang. Pasti ada tujuan lain."Oke." Randy mengembangkan senyumnya. "Kita ke restoran yang dekat dengan gedung Fezah aja," putus Randy. Tila tentu saja mengangguk setuju. Mau makan di mana pun, Tila tidak masalah yang terpenting adalah Randy mau mentraktirnya.Keduanya berjalan menyusuri lobby kantor hingga tiba di parkiran mobil. Mobil hitam milik Randy adalah tumpangan yang akan mereka gunakan menuju restoran yang dimaksud.Hanya membutuhkan waktu 25 menit hingga mereka tiba di restoran. Tila dan Randy duduk disebuah
Siang ini kita makan di restoran FM. Sepupuku ingin bertemu kamu._Adam_Tillia Januari mengerut kening ketika mendapat pesan dari nomor baru yang ternyata dari Adam, pria yang berstatus sebagai suaminya. Tila menghela napas dan meletakkan kembali ponselnya tanpa membalas pesan dari Adam.Tila memfokuskan perhatiannya pada layar laptop yang tengah menampilkan pekerjaannya. Urusan Adam? Tila akan mencoba untuk tidak peduli."Selamat siang, Bu."Tila beralih menatap ke arah pintu di mana sosok Lula berdiri dengan perut buncitnya. Berapa usia kehamilan Lula? Tila tidak ingat. Namun, perutnya yang sudah semakin membesar, Tila yakin usianya sudah memasuki 8 atau 9 bulan. Anehnya, wanita itu masih bisa bergerak lincah dan berkeliaran tanpa memikirkan beban yang dia bawa."Lula, kenapa? Sam bukan berada di lantai ini. Dia di lantai lain."Lula tersenyum kemudian menghampiri meja kerja Tila. Wanita itu duduk tepat di depan Tila dengan kedua tangan bertumpu di atas meja."Nanti malam mau ada
Tila dilarikan ke rumah sakit oleh Adam. Wanita itu sedang diperiksa oleh dokter sementara Adam sendiri menunggu di luar. Tidak peduli dengan pakaiannya yang basah kuyup, Adam tetap berdiri teguh di depan ruangan di mana Tila dirawat.Tidak berselang lama, dokter melangkah keluar dari pintu rawat Tila dan menjelaskan jika kondisi Tila sudah mulai membaik. Hal tersebut membuat Adam diam-diam menghela napas lega mendengarnya."Baiklah kalau begitu, terima kasih." Adam kemudian melangkah masuk untuk melihat kondisi Tila yang masih tak sadarkan diri. Adam menatap sekujur tubuh Tila dan men-scanning untuk melihat apakah ada luka atau tidak. Adam tertegun ketika melihat cakaran di kulit lengan Tila yang Adam duga jika itu adalah bekas cakaran Eddel.Sambil menghela napas, Adam mendudukkan dirinya di kursi yang terletak di samping tempat tidur.Tak berselang lama pintu ruang rawat Tila diketuk dan muncul sosok Sopian yang membawa tas berisi pakaian Adam."Pak, ini pakaian bapak yang terting
Acara reuni berjalan dengan sangat lancar. Ada banyak teman Tila dan Adam yang bergabung dan berbincang dengan mereka. Anehnya tidak tak ada yang tahu jika Adam dan Tila sudah menikah. Mereka menduga putusnya hubungan kedua pasangan tersebut karena masing-masing sudah memiliki pasangan."Kamu mau aku antar pulang nggak?" Randy menatap lekat manik mata Tila. Saat ini mereka sedang berada di parkiran mobil. Ini saatnya mereka pulang karena acara sudah hampir selesai. Tila menatap Randy kemudian menggeleng kepalanya pelan."Nggak usah deh makasih. Aku mau langsung pulang aja." Tila menolak karena memang tidak ingin merepotkan Randy. "Yakin? Tapi ini sudah malam. Takut terjadi apa-apa sama kamu."Tila terkekeh sebagai respons. "Aku nggak akan kenapa-kenapa. Lagi pula aku bawa mobil. Kalau ada begal, tinggal aku tabrak.""Sadis sekali kamu." Randy terkekeh sebagai respon. Tidak percaya jika Tila berani melakukan hal seperti itu."Baiklah kalau begitu aku pulang." Tila tersenyum kemudia
Tila baru saja mendapat telepon dari Adam jika papa mertuanya--Aris-- dilarikan ke rumah sakit. Penyebabnya adalah, Aris yang tak sengaja terpeleset di kamar mandi kantornya. Ingin rasanya Tila mengabaikan ajakan Adam untuk berangkat bersama ke rumah sakit. Namun, hal tersebut tidak bisa ia lakukan karena ini adalah permintaan Aris sendiri.Tila menghela napas berat, kemudian melangkah keluar dengan tas di genggamannya.Tila tidak takut meski hanya dirinya sendiri yang masih bertahan di kantor ini. Pasalnya, jam sudah menunjukkan pukul 8 malam dan ia baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Tila melangkah menuju parkiran dimana mobil Adam sudah menunggunya. Tila masuk ke dalam mobil tanpa menoleh sedikitpun ke arah pria yang berstatus sebagai suaminya. "Apa sudah berpesan untuk membawamu ke rumah sakit." Kalimat pertama yang diucapkan Adam saat Tila baru saja mendudukkan bokongnya di kursi mobil. "Hm." Deheman singkat adalah jawaban Tila. Tidak ada pembicaraan lagi di antara kedua
Tila turun dari mobil bersama dengan Randy yang mengantarnya pulang. Tila berdiri dihadapan Randy yang tengah bersandar pada kap mobil."Terima kasih sudah mengantarkan aku pulang." Tila menatap Randy. Saat akan pulang tadi, Tila memang sedang menunggu taksi yang lewat. Namun, tawaran Randy yang ingin mengantarkannya pulang membuatnya mengurungkan niat untuk menunggu taksi."Sama-sama." Randy tersenyum miring. Matanya diam-diam melirik ke arah jendela kaca yang mengarah ke arah luar tempat mereka saat ini berada. Randy menunduk sedikit menatap manik mata Tila dengan tatapan tak terbaca."Bagaimana dengan nomor ponsel Ralin?" Randy tersenyum miring melihat tanggapan Tila yang hanya memutar bola matanya malas."Sudah kubilang, jangan dekati Raline. Playboy sepertimu, hanya akan menyakitinya.""Oh, ayo lah Tila. Aku sungguh serius ingin mendekati Raline." Randy menatap melas pada sosok wanita yang sudah ia anggap sebagai sahabatnya sendiri sejak beberapa minggu yang lalu setelah Tila