Share

Siluet Cinta Olive
Siluet Cinta Olive
Penulis: Kezia Zakiyah Ma

Bab I

Siluet, Terang tampak Depan, Gelap di Belakang

Langit pagi di sepanjang Jalan Panjang – Arteri, Pondok Indah hingga hulu jalan protokol Sudirman Jakarta Selatan semburat biru. Mentari pagi baru terbit setengah jam lalu, menyisakan gurat pelangi. Olive duduk di jok depan Mercedes Benz S-Class hitam menemani tunangannya Refan tengah mengemudi.

Ia menurunkan kaca jendela sebelah kiri. Mematikan tombol indikator penyala pendingin ruangan, lantas menurunkan juga kaca jendela kemudi. Pagi itu, kisah cinta Refan-Olive memasuki babak baru, mengenali pria di tengah keluarganya.

“Refan, semoga meeting kantor kita nggak berbelit-belit ya? Aku capek, sayang. Bagaimanapun, kesepaktaan harga tidak bisa melibatkan banyak audiens rapat. Semestinya, masing-masing perusahaan sudah fix dengan proyeksi penawaran harga. Supaya nantinya satu harga disepakati, biar enak ikutan tendernya,” jelas Olive menghela napas sambil mengibas rambutnya yang  lurus sebahu terhembus angin.

Si tampan berkulit kuning bening, tinggi jangkung berdada kekar itu membalas dengan mengangkat kedua bahu dan menimpali satu kalimat, “Lagian, perumusan harga tender, kan,  nggak boleh banyak orang tahu, entar bocor ke pasar tender.”

Jalanan sepi sepanjang Sudirman, membawa keduanya tiba di kantor tempat Refan bekerja, PT Osfon Pacific, sebuah perusahaan pengeboran minyak penanaman modal asing (PMA) asal Inggris.

Olive menunggu Refan di lobi reception. Sementara kekasihnya itu tengah memarkir mobil di basement, panggilan telepon dari W******p masuk di telepon genggam Olive.

“Iya, Tante. Refan masih di basement, parkir mobil. Mungkin lima menit lagi, HP Refan baru dapat sinyal,” jawab Olive menerima telpon dari calon mertuanya yang kesulitan menghubungi anaknya itu.

Sepuluh menit kemudian, executive muda yang menanjak karirnya di usia 35 itu muncul dan membimbing Olive, tunangannya masuk ruang rapat.

“Sebaiknya telpon mama kamu dulu. Tadi mama telpon aku, nanyain kamu, Fan. Daripada nanti rapat dimulai, kamu nggak bisa jawab telpon,”jelas Olive menyeka jidatnya yang kuning langsat berkeringat usai melewati tangga darurat. 

Pagi itu, pasangan tunangan itu mengawali awal pekan rapat bersama di kantor Refan, setelah menghabiskan weekend bersama di rumah Refan di bilangan Pondok Indah. Olive memberikan sekian masukan kepada kekasihnya mengenai product knowledge material pipanisasi distribusi gas jalur Donggi – Senoro yang akan dibahas pagi itu.

Di tengah rapat Olive melamun, berharap ada workshop dengan kantor tunangannya, akhir pekan ini. Sebab jika tidak, Refan akan clubbing bersama atasannya. Sementara, ia manyun di kosan.

Meski telah satu tahun tunangan, Refan-Olive cukup sulit menemukan waktu pacaran. Penatnya pikiran akibat beban kerja, menyisakan ekspresi kaku di raut muka yang kelelahan lantaran padatnya kesibukan mereka. Sering, janjian makan malam mereka batalkan, entah sepihak,  entah keduanya tiba-tiba kompak.

###

“Sayang,” sapa Refan ke Olive mengawali pembicaraan telfon, di suatu pagi jelang akhir pekan. “Malam minggu besok kita ke Sanur. Beli tiket pesawatnya yang go-show, aja. Jumat sore pulang kantor aku jemput. Kita ke bandara,” kata Refan.

“Mahal dong, sayang, kalau beli go-show. Mending booking sekarang,”jawab Olive semangat.

“Jangan,lah, kayak nggak tahu adat atasan aku aja. Kalau tiba-tiba dia minta ditemenin clubbing ke Shangri –La, gimana?”jawab Refan mematahkan semangat Olive yang tadinya berbunga-bunga jadi kecewa. Mengulang janji palsu di tiap malam minggu. Seolah malam minggu selalu kelabu.  

Meski merasakan firasat angin syurga, Olive tetap packing di kamis malam. Satu travel bag penuh, menyambut mimpi, kencan indah akhir pekan, di Sanur. Travel bag siap jinjing itu berdiri di pojok kamarnya, menanti impian pulau dewata.

Pagi itu, Olive berangkat ke kantor dengan semangat 45. Semoga nanti malam kebagian Air Asia, meski waiting list dini hari, begitu pikirnya saat melangkahkan kaki di lorong halte transjakarta Tosari.

Jumat pagi, akhir pekan ini, seharusnya pencapaian kinerja divisi purchasing yang ia pimpin memenangi rapat akhir bulan di penghujung tahun anggaran berjalan. Ia layak menepuk dada. Apresiasi dari kantor tempat ia bekerja seharusnya memberi kesegaran buat menyemangati program kerja divisi ini, tahun depan.

Namun, bagi dara lulusan S-1Teknik Geologi ITB ini, kehidupan pribadinya membutuhkan kestabilan. Tepatnya tentang pertunangan dia dengan Refan. Ada tuntutan moral, lantaran usianya sudah 30 tahun, meski belum dibilang perawan tua.

Berspekulasi segera menikah, itu bagus kata orang tua. Ia akan punya kesempatan kebersamaan yang ia dapatkan otomatis jika menyandang gelar istri. Hidup satu atap.    

Jumat sore, semua karyawan berkemas pulang kantor, Olive mematung di meja kerjanya. Olive memandangi ponselnya  yang sedari tadi tergeletak di sana. Di sudut ruangan ada Tubagus, karyawan IT yang baru diterima kerja di perusahaan itu. Tubagus yang biasa dipanggil Bagus, mengenal Olive sejak bersama-sama duduk di bangku kuliah. Pernah sahabatan.  Beda Fakultas, tapi satu kampus di ITB Bandung. Mengawali kariernya, bekerja sebagai engineer IT di salah satu anak perusahaan BUMN telekomunikasi yang membidangi provider internet. Tahun ini Bagus mencoba peruntungannya melamar di perusahaan BUMN oil and gas tempat Olive bekerja. Beruntung, ia diterima. Keakraban lima tahun selama menjadi teman kuliah juga sahabat, terjalin kembali.  

“Masih menunggu jemputan, Live?” tanya Bagus yang dijawab anggukan Olive. “Kenapa kusut begitu?” tanya Bagus lagi. “Kan, sebentar lagi kamu menikah, Live? Harusnya, kamu semangat dong.”

“Iya, begitulah Gus. Semoga sih, cepat nikah. Doain, ya. Kalau dipikir-pikir, makin kami nanjak di karir, makin susah buat punya waktu berdua. Kalau nikah, pasti serumah. Jadi, nggak pusing curi-curi waktu pacaran,”tukas Olive.

Waktu terus berjalan, Olive menyalakan kembali LCD desk topnya, ia membereskan sisa rekap purchasing menjelang tutup bulan. Hingga pukul 21.00, dia baru sadar, ia masih di kantor. Dan, tak kunjung ada telpon masuk dari kekasihnya. Hanya sebuah pesan WA dari Refan.

“Aku antar bosku dulu jam 11 malam ini ke Pacific Place SCBD. Dia mau clubbing. Baik-baik ya, sayang. Semoga kita masih kebagian pesawat dini hari. Tunggu aku di kosan.”

Olive mematikan desk top, beringsut pulang. Menyusuri trotoar Sudirman, berharap masih kebagian transjakarta. Beruntung dia tak membawa serta travel bag yang penuh khayalan kencan ke Sanur, kencan ngelantur.  

Sejauh pacaran setahun yang ia jalani, monoton dari satu pembatalan kencan ke pembatalan berikutnya. Bisa dihitung, setahun yang hanya dua belas bulan, dia pacaran cuman di lima kali kebersamaan, dengan satu paket cinta lokasi di kepulauan Bintan tiga bulan.

Di Pulau Bintan, ia kenal Refan. Saat itu kantornya ikut andil bersama sejumlah perusahaan lain, terlibat dalam pekerjaan infrastruktur pengeborsn lepas pantai,  dan pemasangan Rig lepas pantai di perairan Pulau Bintan. Pulau Bintan penuh kenangan. Mempertemukannya dengan pasangan sepadan.

Refan, executive muda berumur lima tahun lebih tua, lulusan S-2 teknik perminyakan Oxford University, lulus cum laude. Sementara ia hanya mencetak IPK 3,33 lumayan untuk ukuran lulusan S-1 Geologi ITB.

Di sudut ruang IT, ia masih melihat Bagus bercengkrama dengan server IT. Sesekali Bagus menengok laptopnya. Bersama Bagus masih ada atasannya, Om Alex yang juga berjibaku dengan daftar check list instalasi IT yang berstatus pemasangan baru untuk kantor cabang Pulau Bintan. Tubagus dan Om Alex, partner kerja workaholic itu masih mengambil lembur di Jumat malam.

Olive menghampiri pembatas kaca ruang kerjanya yang bersebelahan dengan ruangan IT, mengetuk kaca dan berpamitan. Melambaikan tangan, sayonara. Berbalas jempol OK dari Om Alex dan Tubagus. Alis tebal Bagus terangkat, saat berusaha memahami apa maksud rekan kerjanya itu. Pria bertubuh gempal itu mengangkat telapak tangan kirinya yang kekar, sembari tangan kanannya memegangi cangkir kopi yang masih mengepul.

Wajahnya berminyak semburat coklat, saat uap kopi merambat di separo wajahnya yang tertarik mendongak. Bagus berusaha menjawab anggukan atas sapaan pamit Olive.  

Olive tiba di kosannya di Karbela, alias Jl Karet Belakang. Merebahkan diri di ranjang sebelum sempat mandi dan  ganti baju kantor. Rebah lalu pulas, setelah melamunkan peristiwa weekend pekan lalu, sehari semalam bersama Refan dan Tante Anita – mama Refan, di rumah mereka, di kawasan elite Perumahan Pondok Indah.

Memasak bersama calon mertua dan calon suami, akur. Sebelumnya mereka mengawali acara fiaance gathering itu bak siaran TV cooking show bersama chef terkenal. Di awali dengan belanja bareng  ke supermarket. Sebuah paket liburan kencan yang cukup berkesan bagi Olive. Mengenal Refan dan keluarganya.  

Pembicaraan penting terjadi di meja makan Sabtu malam, seminggu lalu. Ketiganya menyepakati pernikahan pada April tahun depan, tepat di hari jadi pacaran mereka 27 April. Mereka akan menunjuk Wedding Organizer, menikah di gedung, Balai Sudirman.

Namun Olive merasa setahun mengenal Refan belum cukup. Maksud hati, ingin menambah dua tahun lagi agar ia mengenal Refan luar dalam. Di Weekend pekan lalu, dia berkesempatan mengobservasi kamar Refan yang penuh dengan lemari buku sekeliling. Memberinya kesan, Refan kutu buku, professional muda yang hidupnya nggak macam-macam. Anak tunggal, anak mama.  

Pacaran di rumah calon mertua berjalan wajar dalam batas koridor norma kesusilaan. Paling intim bergandeng tangan di supermarket. Paling hot cuman berpelukan. Refan memeluk Olive di samping kolam ikan saat mereka bercengkrama memandangi koi belang sambil menebar pakan.

Mengenang kemesraan yang cukup membekas di benaknya, bikin Olive ketiduran. Sementara Refan tengah nyetir mendampingi atasannya Jason, pria paruh baya berkebangsaan Australia. Refan mengantar atasannya dari ShangriLa Hotel ke Pacific Place SCBD ke sebuah club malam.

Sejak dua tahun terakhir Jason bergabung dengan perusahaan perminyakan PT Osfon Pacific Oil & Gas, Refan selalu menemani bosnya di tiap Jumat malam dan bahkan keesokannya lagi, Sabtu malam. Maklum, Refan orang kepercayaan si bos. Kecuali jika Refan dinas luar kota atau sedang ke job site pengeboran off shore – lepas pantai. Refan baru bisa absen.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status