Teka-Teki Yang Terkuak
Olive membaca gelagat aneh suaminya, saat menghadiri joint meeting kedua perusahaan tempat mereka bekerja, di kantor Olive. Refan terlihat gusar, siang itu. Sebentar-sebentar mengechek ponselnya, dilakukan Refan saat tengah mempresentasikan paparan inisialisasi proyek bersama ini.
Refan menjelaskan kontribusi perusahaan PT Osfon dalam perencanaan awal proyek ini, memaparkan komposisi sumber daya manusia, alat-alat, metode serta hal teknis lainnya. Tiba-tiba Refan meminta izin kepada pimpinan rapat untuk meninggalkan ruangan karena keperluan mendadak. Padahal, semestinya ia yang menempati posisi strategis dalam proyek bersama itu, tak boleh meninggalkan tahapan penting pendiskusian draft perencanaan proyek.
“Untuk penjelasan lebih lanjut dari perusahaan saya, akan dijelaskan oleh Bapak Rudy, Direktur Komersial dan Pengembangan Bisnis, sebagai divisi langsung yang ikut bertanggung jawab atas kelancaran proyek bersama kita. Bapak Rudy, waktu dan tempat saya persilakan,’’jelas Refan di hadapan audience meeting.
Kebetulan, Tubagus juga hadir. Olive mengedipkan matanya ke Tubagus. Seolah mereka mengiyakan atau membenarkan ‘sesuatu’ tengah terjadi. Atau bahkan keduanya menyepakati ‘sesuatu’ untuk ditindaklanjuti.
Beberapa hari sebelumnya, mereka membahas kehambaran rumah tangganya berikut kejanggalan kelakuan suami Olive. Olive akhirnya juga sepakat menerima tawaran Tubagus, menyewa mata-mata, untuk mengintai pergerakan Refan yang mencurigakan. Kedipan mata Olive berarti memberi otorisasi Tubagus agar melakukan eksekusi. Tubagus menghubungi tenaga mata-mata sewaan yang telah disiapkan untuk menguntit Refan, sejak hari itu.
‘’Ya, kalau kapan itu, kan aku pikir kamu terburu-buru mencurigai suami kamu, nikah baru tiga bulan. Tapi setelah hari ini umur pernikahanmu 9 bulan, aku juga lihat dengan mata kepala sendiri keanehan Refan, OK aku ACC request kamu. Itu nomer WA paparazinya udah kukirim. Silakan hubungi sendiri. Aku udah bilangin ke mereka bahwa klien akan kontek langsung,’’jelas Tubagus kepada Rita segera kompakan minta izin ke toilet di tengah berlangsungnya rapat.
‘’Memangnya, bisa sekarang mereka bertindak?”tanya Rita. ‘’Coba aja. Siapa tahu bisa, mereka mangkal di lobby, untuk klien lain,’’jelas Bagus.
Olive mengirim pesan WhattsApp berisi perintah menguntit berikut foto Refan dan mobilnya, “Target bergerak ke lobby. Baju jas setelan atas bawah abu-abu, dalaman hem warna putih krem. Mobil diparkir di basemen 3 DF”.
“Siap, “balas sang agen. Tiga orang agen dikerahkan. Satu diantaranya wanita. Mereka bergerak dengan satu unit taxi, satu unit kendaraan pribadi dan satu unit motor ojek, menguntit pergerakan Refan dari pintu exit gedung menuju arah jalan protokol Thamrin, putar balik di patung kereta kuda Arjuna Wijaya di kawasan Monas, Gambir. Posisi perhentian kendaraan Refan akhirnya dikenali saat berbelok ke kiri ke jalanan kecil setelah Plaza Central.
Hanya dua puluh meter dari mulut jalan, kendaraan Refan Mercedenz Benz S Class hitam itu belok kanan ke parkiran RS Jakarta, lalu menuruni basemen rumah sakit. Agen yang terlebih dulu bergerak adalah wanita yang menguntit target dengan taxi.
Tere menunggu target di depan lift lantai lobby. Sedangkan Refan masih berada di depan pusat informasi. Satu agen menunggu beberapa meter dekat lokasi parkir Mobil Refan. Satu agen lagi stand bye di lobby. Tere berhasil ikut memasuki lift yang sama dengan Refan.
Akhirnya, pergerakan Refan terbaca jelas memencet tombol lantai ruang bersalin di lantai lima. Hari itu, ketiga agen mata-mata berhasil mengumpulkan informasi disertai rekaman kamera jam tangan yang berhasil direkam oleh Agen Tere.
‘’Ibu, target berada di RS Jakarta, mengunjungi seseorang di unit perawatan bersalin,’’itu bunyi pesan WA agen Tere.
Team agen paparazzi berhasil menghimpun data pasien dengan nama dan alamat tempat tinggalnya. Nama pasien, Ny Rita Anastasia. Umur 24 tahun. Tinggal di Apartemen Aston Semanggi. Melahirkan anak pertama secara sesar, bayi perempuan dengan berat bayi 2,4 kg di rumah sakit itu. Pasien yang dikunjungi Refan di rumah sakit itu, diperkirakan masih berada di sana dua hari lagi. Para agen ini meminta instruksi lebih lanjut.
‘’Tolong sewakan saya di unit hunian di lantai yang sama dengan alamat Rita. Barangkali ada unit yang bisa disewa untuk sebulan? Bisa disewakan atas nama salah satu kalian. Saya bayar biaya sewa plus tipsnya. Silakan tinggal di sana untuk menghimpun informasi sebanyak mungkin. Saya minta investigasi di lokasi apartemen perempuan itu juga,’’jelas Olive kepada mereka saat melakukan janji temu di restoran gantung Plaza Semanggi, malam itu.
Olive berusaha mengontrol emosi akibat akumulasi penasaran yang akhirnya terjawab malam itu. Hati suaminya raib, pernikahannya hambar di ambang kehancuran. Suami tercinta hilang diambil kuntilanak. Pantesan, tiap kali weekend selalu saja ada alasan untuk tidak di rumah. Pantesan, jadi rajin bangun pagi dan menolak memberinya tumpangan kendaraan untuk berangkat ke kantor. Pantesan, tiap kali jam makan siang selalu menolak ajakan makan siang bareng yang ia tawarkan. Pantesan juga, meski jam kantor telah usai sejak sore pukul 4, Refan baru tiba di rumah pukul 11 malam. Kini, Olive menemukan alasan tepat untuk membongkar kedok mangkir jatah nafkah batin yang tidak ia terima di enam bulan terakhir.
Tepat pada jadwal hari kepulangan pasien wanita yang dikunjungi Refan selama 7 hari terakhir, ketiga agen mata-mata itu berhasil merekam sosok utuh perempuan menggendong orok memasuki mobil Refan. Gambar rekaman wajah wanita itu sangat jelas tampak depan dan samping. Gambar visual tubuh utuh perempuan itu juga tertangkap jelas oleh kamera para agen. Laporan rekaman audio visual kepulangan pasien wanita yang melahirkan di rumah sakit itu diserahkan para agen pada hari yang sama.
‘’Ibu Olive, yang kuat ya, Bu, “ujar Agen Tere ke Olive saat menyaksikan Olive hampir pingsan menyaksikan rekaman audio visual sosok perempuan yang selama ini merenggut kebahagiaan rumah tangganya, ditayangkan di laptop Agen Tere.
“File soft copynya mau saya kirim ke WA ibu, atau email aja?”tanya Agen Rere.
“Dua-duanya aja. Saya memerlukannya. Satu sama lain , saling jadi back up buat saya”jawab Olive lemas dengan mata berlinang tangis, menyalami ketiga agen mata-mata yang menemuinya di restoran tempat biasa mereka janjian.
Seluruh harapan Olive akan rumah tangganya luluh lantak. Bahkan ada keinginan untuk tidak mempertahankan pernikahan itu. Runtuhnya harapan Olive, seperti keruntuhan gedung WTC di Amerika. Ketenangan emosinya dan trust yang selama hampir satu tahun pernikahannya ini ia bangun kokoh bak batu karang, akhirnya hancur berkeping-keping.
Ia gontai kehilangan kendali dan kekuatan yang menjadi alasannya bertahan selama ini. Semua alasan ‘demi karir dan masa depan’ Refan, ternyata bohong semua. Ia teringat akan semua candaan dan nasihat Tubagus. Semuanya terbukti dan tidak disanksikan. Ia merasa begitu bodoh dicurangi tanpa perlawanan. Seperti sasaran pembunuhan berencana, yang korbannya pasrah menyerah bak kerbau dibawa ke pejagalan.
“”Ibu......., Tolong Olive, Bu.....Nggak kuat, Bu....,”dia berteriak dalam hati dengan dada sesak tak sanggup lagi bernafas serasa ingin sekali menangis di pelukan ibundanya. Bahkan ia juga sangat ingin menceritakan ini semua ke Tante Anita, Mamanya Refan. Ia sudah jarang makan sejak tujuh hari lalu. Berat badannya juga turun drastis akibat tekanan batin. Di tengah sholatnya siang itu, Olive meminta kekuatan Tuhan agar ia sanggup tampil biasa seperti tidak ada apa-apa di hadapan suaminya, malam ini.
Benar, meski Olive ada janji temu dengan para agen dan pulang agak larut, pukul 10 malam, Refan masih belum pulang. Usai mandi, ia masih sempat memake up matanya yang bengkak karena seharian menangis. Ia ingin tampil seperti tidak ada apa-apa di hadapan suaminya malam ini.
“”Ya, Say. Makanannya udah aku siapin di meja. Barangkali masih mau makan malam,’’jelas Olive sambil mencium pipi kanan kiri suaminya menyambut kepulangannya. Ia menunjuk meja makan yang penuh hidangan makan malam dengan lilin yang ia nyalakan. Ia tidak ingin merusak kebahagiaan suaminya yang menerima anugerah lahirnya sang buah hati. Ia duduk di ujung meja, dengan gaun tidur hitam pertanda duka, menanti Refan usai mandi agar segera menuju ruang makan. Olive mematung.
“Sibuk sekali ya, hari ini?’tanya Olive memecah keheningan diantara diam seribu bahasanya mereka berdua setengah jam berlalu. Ia melihat mata Refan juga seakan tak mau menatapnya untuk menjawab pertanyaan sederhana itu.
“Enggak sibuk banget. Cuman ketemu klien kantor di jamuan makan malam,’’celetuk Refan seperlunya, sambil mengunyah menu steak sapi dan kentang tumbuk mashed potato, makanan favoritnya selama kuliah di Inggris 3 tahun meraih gelar Msi, master of science. Refan menyudahi makan malam kali itu dengan menyeka mulutnya dengan lap makan dan meninggalkan Olive sendirian. Seolah mengisyaratkan ‘enggak ada sesuatu yang penting untuk kita bahas’. Mereka berpisah di meja makan.
Sepertinya bahasa tubuh yang sama Olive tangkap namun tak terlalu jelas sejak sembilan bulan lalu, bahkan beberapa bulan sebelum menikah. Hanya karena waktu itu, agak samar dan tanpa bukti cukup. Ia tak tega menuduh suaminya dengan tuduhan yang mengada-ada. Namun, kini semuanya jelas telanjang. Secuek apapun kedok muka hambar yang dipasang Refan, kini Olive mengerti, ini sinyal merah untuk pernikahannya yang tidak ada harapan.
Olive cukup cerdas menyikapi. Tak ingin kecurigaannya terbaca suami. Ia merencanakan upaya memergoki secara tragis. Agar ia sanggup menyajikan fakta hitam di atas abu-abu yang selama ini begitu kabur di pikirannya tersemat dalam kalimat: Masa iya? Masa sih? Mana mungkin? Kenapa? Kok bisa seperti itu? Bahkan sampai kepada beberapa kalimat yang menyalahkan dirinya sendiri, ‘memang salahku ini apa? “kenapa aku tak membatalkan saja rencana pernikahan ini sejak itu? “Oh, betapa bodohnya aku. Kenapa harus aku yang mengalami ini semua?” sampai kalimat-kalimat itu kembali ke “aku salah apa, kok diperlakukan seperti ini? Dan terakhir ia menanyakan kepada dirinya sendiri,”harus kuapakan semua ini?” mengakhiri kalimat kontemplasi yang dilakukannya di kamar mandi sunyi yang ia kunci tiga jam sejak pukul satu dini hari. Ia menangis maratap di kamar mandi.
Puzzle Siluet PerselingkuhanPagi itu, Olive tiba di kantor. Dengan sasaran utama segera menuju ruang kerja Tubagus. Ia bermaksud menunjukkan rekaman audio visual suaminya bersama perempuan yang diduga kuat adalah simpanannya, membawa bayi baru lahir pasca melahirkan di RS Jakarta. “”Suamiku diambil kuntilanak, Gus......’’ jerit Olive lirih seraya menangis.Saat membuka laptopnya, Bagus menyergah. “Bener, kan, apa kataku dulu?” Tiga rekaman video pendek-pendek dengan durasi total 15 menit itu membeberkan, betapa benar pria yang menikahinya hanya memerankan skenario pernikahan sandiwara.“Trus, mau difollow up lagi?”tanya Bagus. Olive mengungkapkan rasa penasarannya mengungkap identitas perempuan yang melahirkan bayi dari suaminya ini. “Gus, kamu kan ahli IT yang pakar di software. Bisa tolong retas email pribadi Refan? Siapa tahu dari situ aku bisa ambil kesimpulan identitas dia, siapa
Konsultasi Penasihat Kekacauan RanjangSetelah menunggu keluarnya hasil investigasi team agen paparazzi selama dua pekan, para paparazzi melaporkan bahwa kuntilanak itu telah resign dari tempat kerjanya sejak enam bulan lalu. Refan masih bertandang ke club itu, hanya mengantar atasannya, seorang pria bule. Tidak ada aroma perselingkuhan atau kedekatan dengan perempuan lain di club itu. Pasangan selingkuh Refan juga tidak pernah lagi mangkal di diskotek bekas tempat kerjanya. Kini Olive bingung, upaya menggali lebih jauh sepak terjang kuntilanak itupun mentok.Sedangkan menyerahkan nomer kontak WA dan HP suaminya ke polisi, kata Bagus, itu berisiko. ’Itu sama halnya, membeberkan hal-hal pribadi, termasuk sepak terjang suami kamu ke polisi. Apa kamu nggak takut, kamu bisa kebawa-bawa juga? Pertimbangkan baik-baik, Non,’’Kata Bagus menasehati.Meski telah diwanti-wanti, Olive merasa enggak paham juga. Bagaimanapun, r
Training Service RanjangSepuluh menit berselang, Mba Widya akhirnya kembali. Olive makin penasaran dengan apa yang dituturkan konsultan ini. Seumur-umur baru ia dengar sekarang.Pensiunan penari erotis ini, melanjutkan kisahnya. Ia mengaku pernah punya side job sebagai LC (lady companion/ yang bertugas nemenin tamu) dan therapist. Untuk pekerjaan side job sebagai therapist, ia bekerja sebagai tenaga pemijit di spa plus-plus. Ia membenarkan terkenal sebagai therapist sekwilda lantaran daya tariknya ada di sekitar wilayah dada. Mendengar penuturan panjang lebar Widya, Olive merasa begitu plain alias tawar, bloon, lantaran tak punya pegangan apapun untuk memuaskan suaminya di ranjang.‘’Pelanggan saya, hampir semua tipe pelanggan setia. Kalau saya enggak masuk kerja, yang mereka cari tetap saya dan tidak mau digantikan LC atau penari lain, atau therapist lain,’’jelasnya.Ia menjelaskan se
Gulana Yang Menyulut Petaka Mau dibawa ke mana rumah tangga kita? Kalimat itu menjadi pijakan Olive dalam menetapkan keputusan. Sikap apa yang akan ia kemukakan di hadapan Refan. Ia masih mempertimbangkan nasihat Tubagus, agar ia tak perlu melangkah jauh untuk menyadap percakapan telfon maupun WA. Sebab, konsultan IT yang Tubagus tawarkan adalah seorang polisi. Jika ia tak yakin Refan bersih, sebaiknya ia menahan diri. Olive mengingat nasihat itu. Makanya, ia memilih diam di enam bulan terakhir ini, mungkin sampai satu setengah tahun ke depan. Sampai joint project yang ia kepalai mencapai tahap penutupan. Kendati, ia menyadari, makin lama tidak ada lagi yang perlu dinanti dari pernikahannya ini. Menunggu jabang bayi, menurutnya itu jauh asap dari api. Ia tak kunjung digauli. Sudah setahun enam bulan. Ia menganggap pengabaian hak-haknya selaku istri, menjadi sepi omongan, sepi keributan, juga tidak ada mekanisme
Tertangkap BasahDunia tak selebar daun kelor. Suatu siang esok hari di hypermart Plaza Semanggi. Olive menggunakan jam makan siangnya yang sempit itu membeli bingkisan untuk Om Alex, rekan kerja yang adalah atasan Bagus. Om Alex baru mengkhitankan anaknya. Pikirnya, ia yang tak sempat datang ke acaran khitanan kemarin, akan menyerahkan bingkisan itu sebelum bubaran kantor.Namun sial, ia memergoki Refan tengah mendorong troli belanja menemani seorang perempuan muda yang ia tahu itu adalah si Kuntilanak Rita. Ia berpapasan di belokan salah satu lorong rak display pempers bayi. Moncong ketemu moncong. Refan tak bisa mengelak lagi.‘’Eh, Live. Aku nemenin pacar si Bos, belanja bentar. Tolong, kenalin ini Rita,’’jelas Refan yang sangat percaya diri memperkenalkan perempuan selingkuhannya itu sebagai pacar Jason, atasannya. Dalihnya, Bos Jason memang mengoleksi banyak wanita yang disebut teman kencan.‘&rsq
Istri Vs PiaraanRefan merasa istrinya begitu polos untuk memahami perselingkuhan tingkat tinggi yang ia ciptakan skenarionya. Olive dianggapnya tidak update terhadap Rita yang begitu nerimo setahun terakhir ini hanya dinafkahinya Rp 1 juta sebulan tanpa embel-embel pemberian lain-lain. Rita yang sangat nrimo itu mengalami penyusutan kucuran tunjangan pensiun lantaran keuangan Refan terkonsentrasi untuk pembayaran angsuran cash keras tiga unit apartemennya.Namun Refan memaklumi dan menghargai kepedulian istrinya dengan mengatakan ia cukup hati-hati dengan perempuan itu, termasuk mengantisipasi dampak perempuan itu terhadap keuangannya. Refan menjamin perempuan itu tak akan bisa merugikannya secara finansial.”Rita sangat mandiri. Bahkan tanpa aku kasih apa apapun, dia tetap bisa hidup cukup bahkan hidup mewah. Dasar Olive, kamu ini ngomong apa. Memangnya kamu tahu apa. Ah udah deh, kamu nggak tahu apa-apa.” Guma
Berkaca di Cermin Pecah Olive mengamati bayi mungil hasil perselingkuhan suaminya, bak berkaca di cermin pecah. Bayi itu sangat mirip Refan. Rambut lurus, hidung mancung namun agak mendongak, mata agak lancip bak mata kucing, juga dagu bawahnya belah. Tapi warna kulitnya persis Rita, coklat gelap. “”Siapa namanya?””Tanya Olive ke bayi yang belum bisa bicara itu. ”Fanta Anatasia, Bu,’’Jawab Rita. Hmmmm....Fanta, artinya apa? Olive berspekulasi memikirkan perkara kecil, hanya sebuah nama bayi, namun menjadi cikal bakal besar penyebab stressnya hari ini. Perkara kecil, ia besar-besarkan. Coba aku cari di mesin pencaria
Dendam Terbalas Hutang Budi, Belum Impas ‘’Ehm” Olive berdehem membangunkan Rita dari lamunannya. Dengan gelagepan, Rita terhenyak. ‘’Oh iya, saya bisa carikan baby sitter, kalau Ibu mau. Cuman buat Ibu aja. Bukan atas nama yayasan saya, ya Bu. Saya bantu Ibu. Ibu tidak usah bayar biaya admin. Gajinya ibu bayar langsung ke yang bersangkutan. Nanti Ibu saya kabari kalau saya sudah ada yang untuk baby sitter. ‘’jelasnya sebelum berpamitan dengan rivalnya itu. Mendengar penjelasan Rita menjalankan bisnis outsourcing tenaga pembantu rumah tangga dan punya yayasan, Olive berusaha mencerna penjelasan itu. Jangan-jangan, memang benar begitu. Apa iya itu benar bisnis ART. Sebab yang datang ke apartemennya dari segala umur. Ada yang tua 60 tahun ke atas, ada yang ABG, yang dewasa juga lebih sering. Namun kedatangan mereka hampir berpasang-pasangan seperti pasangan kekasih, kecuali yang nenek-nenek. Kedua pasang mata yang saling beradu si