Share

Bab X

Puzzle Siluet Perselingkuhan

Pagi itu, Olive tiba di kantor. Dengan sasaran utama segera menuju ruang kerja Tubagus. Ia bermaksud menunjukkan rekaman audio visual suaminya bersama perempuan yang diduga kuat adalah simpanannya, membawa bayi baru lahir pasca melahirkan di RS Jakarta. “”Suamiku diambil kuntilanak, Gus......’’ jerit Olive lirih seraya menangis.

Saat membuka laptopnya, Bagus menyergah. “Bener, kan, apa kataku dulu?” Tiga rekaman video pendek-pendek dengan durasi total 15 menit itu membeberkan, betapa benar pria yang menikahinya hanya memerankan skenario pernikahan sandiwara.

“Trus, mau difollow up lagi?”tanya Bagus. Olive mengungkapkan rasa penasarannya mengungkap identitas perempuan yang melahirkan bayi dari suaminya ini. “Gus, kamu kan ahli IT yang pakar di software. Bisa tolong retas email pribadi  Refan? Siapa tahu dari situ aku bisa ambil kesimpulan identitas dia, siapa sih perempuan ini?”kata Olive dengan wajah gusar.

“Sabar, sabar. Kasih aku waktu satu minggu untuk kumpulkan datanya. Kalau cuman meretas email, sih, nanti sore juga kelar. Kan ada konten email lain yang enggak ada hubungannya dengan perempuan itu, kamu enggak usah tahu. Biar kita persempit aja skup permasalahannya. Tujuannya baik, biar kamu fokus, nggak melebar ke mana-mana,’’jelas Bagus menego waktu, dijawab anggukan Olive sambil berpamitan meninggalkan ruang kerja Tubagus. Olive juga berpamitan kembali ke Pulau Bintan.

Hari-hari terus berjalan. Saban hari Refan pulang larut malam, bahkan sering pulang pagi. Pagi-pagi telah berangkat. Dan di jam makan siang, selalu tidak ada di kantor. Itu ia buktikan di penghujung pekan pada pekan berikutnya, Jumat siang, saat ia diam-diam kembali ke Jakarta.

‘’Ibu mau ke ruangan Bapak?’’Tanya Rizal, sekretaris suaminya.”Sedang tidak ada di tempat, Bu. Mungkin makan siang di luar kantor. Dan pasti balik lagi nanti jam 1."  Rizal mengijinkan Olive memasuki ruang kerja Refan yang  ditinggalkan begitu saja dengan berkas-berkas berserakan.

Usai membuktikan suaminya di tiap jam makan siang selalu makan di luar kantor, Olive menemukan jawaban penolakan Refan selama ini, jika ia menawarkan sesekali dalam sebulan bekal makan siang yang ia masak sendiri. Mashed potatoe, bercita rasa Inggris asli. Namun, kendati ia telah berhasil mengungkap bagian terkecil puzzle siluet perselingkuhan suaminya ini, ia tetap berusaha tampil manis, bak tak terjadi apa-apa, saat menyambut kepulangan Refan dari kantor yang makin larut malam bahkan dini hari.

Ia membukakan pintu unit apartemen, menyambutnya ramah. Menyiapkan semua yang dibutuhkan Refan, baik itu minuman hangat, atau sekedar menghangatkan pizza atau pancake di microwave. Esok pagi, ia bangun lebih pagi, untuk menyiapkan keperluan suaminya, mulai dari baju hingga sepatu. Belanja keperluan bulanan juga ia lakukan sendiri, tidak lagi ditemani suami. Juga mengirim baju kotor ke  tukang laundry di lantai bawah.  Kendati dihantam badai, Olive berusaha menjaga emosinya stabil agar nampak seolah semuanya baik-baik saja.

Ia pergi bangkit menemui Bagus, siang itu di awal pekan. “Bisa nanti sore, aku dapet data retasan email pribadi suamiku?”tanya Olive. “OK, bareng aja sama tim agen paparazzi? Biar kita berlima ngumpul, sambil mencocokkan datanya. Cross check doubel check, maksudku. Analisis bersama, kadang lebih obyektif?” jelas Bagus menyetujui tempat biasa tim mereka bertemu, di restoran gantung Plaza Semanggi.

Dalam pertemuan dua jam Tubagus, Olive dan team agen paparazzi, kelima orang tersebut dibuat makin heran. Bahwa perolehan data Tubagus dari meretas email, ternyata sama dengan pencarian team agen paparazzi. Kesamaan nama, Rita Anastasia. Kesamaan sosok dan ciri-ciri fisik. Dari email Tubagus, tampak lokasi tempat kerja si-kuntilanak itu di sebuah gedung di bilangan SCBD, sebuah club malam. Oh, mereka pernah saling berkirim email. Ada juga data rekening bank atas nama Rita Anastasia.

Kemudian foto-foto mereka berdua, dari yang paling sopan outdoor, di diskotek, di dalam mobil Refan, di mall, di Ancol, bahkan sampai rekaman video paling seronok di atas ranjang, di kamar mandi, juga di sofa, dengan berbagai pose bercinta bak suguhan film porno berdurasi singkat yang disimpulkannya berlokasi di hotel bintang tiga di dalam kota Jakarta dan juga di apartemen tempat tinggal perempuan itu. Bahkan data terbaru, ada foto baby mungil berjenis kelamin perempuan, buah hati Refan yang baru berumur tiga mingguan. Bayi mungil yang diberi nama  Fanta Anastasia itu digendong oleh Refan yang berdiri disamping perempuan itu. Refan mengoleksi semua kenangan pribadi mereka di dalam emailnya.

Sedangkan team agen paparazzi menyodorkan data video non audio tentang pergerakan Refan saat jam makan siang dan usai pulang kantor menuju apartemen perempuan itu di bilangan Semanggi. Dari hasil temuan mereka, perempuan yang dikenali bernama Rita itu tidak pernah keluar rumah. Keluar apartemen hanya pergi konsul dokter membawa bayinya ke dokter spesialis anak di rumah sakit yang sama seperti kala melahirkan.       

‘’Tere, saya masih mau melanjutkan investigasi ini ke lokasi tempat kerja Rita untuk satu minggu ke depan. Sepertinya berlokasi di gedung di kawasan SCBD. Silakan Pak Bagus, data Bapak kasih aja ke mereka,’’jelas Olive.

Olive menolak tawaran tumpangan pulang Tubagus. Ia ingin sendiri, berjalan kaki dari Plaza Semanggi ke apartemennya di bilangan senayan. Ia ingin menghabiskan waktunya berjalan kaki menyusuri jembatan penyeberangan dan trotoar sepanjang Sudirman hingga menuju apartemennya.

Ia sengaja memanfaatkannya untuk  a space to think, me time memetakan medan peperangan pernikahan macam apa yang ia alami. Siapa lawan siapa, memperebutkan apa, kelebihan dan kekurangan masing-masing apa, sampai ngelantur balik lagi ke topik kontemplasi yang sudah-sudah. Ini semua kenapa bisa terjadi? Dan Apa salah dan dosaku, sampai semua ini begini?

Semilir angin petang beranjak malam di bilangan jembatan penyeberangan Komdag. Seharusnya mampu mendinginkan hati Olive yang memanas sejak tiga pekan terakhir. Temaram lampu penerangan jalan juga tak mampu mengirim secercah terang di pikirannya. Ia kalut, pikirannya butek. Angin terus berhembus sepoi, namun ia merasa kekurangan oksigen, sesak nyeri dada. ‘’Kok dadaku terasa sakit,’’gumam Olive, yang merasakan nafaspun serasa sulit. 

Ia tak berhenti berpikir tentang sosok kuntilanak yang merebut hati suaminya itu. Bagaimana bisa seorang intelek sekelas Refan, bisa betah dikekepin perempuan pekerja malam. Seorang pekerja malam asal Cirebon keturunan sunda jawa, pasti kampungan medok, yang menurut Olive mungkin lulus SD juga enggak, kok bisa mengalahkan dia yang intelek, sarjana S-1 teknik perminyakan ITB. Si kuntilanak  paling-paling mengandalkan rambut panjang, cantik polesan atau mungkin permakan, body bahenol, semampai tinggi. Dadanya memang seksi berisi, sih, gumamnya.

Olive sadar, bodynya tak setinggi Rita, tidak bahenol, dia langsing berdada tipis, berkulit kuning bersih saja. Trus apalagi, ya, mungkin kuntilanak punya ajian asihan pelet Sunda Banten pemikat asmara Sibolokotomo, Siak Bogoh Aing Komo yang dijampekeun (yang diamalkan seperti mantra) berkhasiat bikin Refan cinta dan Rita juga makin cinta. ‘’Oh ini, murni perkiraanku aja,’’gumam Olive yang juga menyadari bahwa ia tak bisa dandan.

Sedangkan Olive hanya mengandalkan kesetiaan, budi baik, mandiri finansial, dan mandiri batin. Gak dinafkahi batin, ya nerimo setia aja, tak berpindah ke lain body. Pokoknya tidak neko-neko.  Terus, apa lagi ya? Pikiran Olive terus muter. Apa rayuan perempuan itu maut? Rayuan macam apa yang ditawarkan pekerja malam, ia tak tahu persis. Lantaran ia juga seumur-umur belum pernah menginjakkan kaki ke tempat dugem. Trus dunia perdukunan, ia enggak ngerti pakai-pakai susuk, atau bedak isian, apalagi ritual mantra.

Saat ia sampai di lokasi apartemennya di bilangan Senayan, ia mampir ke gerai ATM di lantai lobby. Saat melakukan tarik tunai, ia baru sadar, saldo rekeningnya tingal dua juta lagi. Hari gajian masih dua minggu. Sadar, ia keluar  banyak biaya menyewa paparazzi. Ia membayar mahal untuk mengungkap sebuah teka teki.

‘’Ya, ampun...ini dia berakit-rakit ke hulu, berenang-renang kemudian. Sewa orang buat nguntit mulu, uang melayang kemudian,’’ia jadi ingat pepatah plesetan si Tubagus, kapan hari, mengigatkannya agar kontrol keuangannya, lantaran ongkos sewa paparazzi memang mahal.

Ia ingat masih memerintahkan investigasi keberadaan kuntilanak di tempat kerjanya. Maka, buru-buru menghubungi Agen Tere.

“Saya ada kesulitan untuk membayar kalian untuk investigasi di club malam tempat Rita kerja. Rasanya nggak bisa bayar kalian segera setelah investigasi itu kelar, bagaimana? ‘’ “Ibu Olive, kami bisa mereschedule pembayaran ibu. Kami tagih bulan berikutnya, tidak apa-apa, kok, Bu,’’jelas Tere yang berpengalaman menjawab pertanyaan serupa dari klien-kliennya. Mereka akan selalu ketagihan untuk tahu lebih jauh tentang target yang dikuntit.

Hingga masuk ke unit hunian di apartemennya, pikiran Olive masih muter. Dari mana lagi ya, bisa tahu lebih banyak? Kok rasanya belum puas banget. Benar adanya, Olive juga masih penasaran ingin menguras isi data percakapan WhattsApp Refan. Maka siang itu, di sela jam makan siang, Olive memberanikan diri meminta bantuan Tubagus. ‘’Gus, aku juga mau disedotin rekaman percakapan WA suamiku dengan kuntilanak itu,’’pinta Olive saat menelfon Tubagus.

‘’OK, Non. Kita bahas lagi besok-besok, di jam makan siang,’’jelas Refan.

Kini Olive tak lagi menganggap penting pekerjaan kantornya. Pikirannya terfokus pada investigasi perselingkuhan Refan.

‘’Wah, yang ini, aku harus kerjasama sama temen aku yang kerja di kepolisian. Memangnya kamu siap dengan biayanya? Lebih besar dari yang kamu bayar kemarin ke paparazzi. Kamu nggak mikir dampaknya? Yakin, nggak, suami kamu bersih dari hal-hal yang melawan hukum?’’jelas Refan, saat ditemui di meja kantornya, makan siang.

Olive tak berpikir panjang tentang semua hal yang dipertanyakan Bagus. Setahu dia, Refan hidup benar, jauh dari melanggar hukum.  Yang jadi satu-satunya masalah dia saat ini hanya habis kocek untuk bayar semua jasa investigasi itu. ‘’Setahuku sih, Refan, bersih dari hal-hal yang nyerempet hukum. Masalah aku sekarang, cuman lagi bokek,’’jawabnya.

‘’Lah....abis doku ya? Berarti yang kemarin sudah bayar Rp 30 an juta, sama sewa apartemen sebulan itu? Ya udah, pending dulu, lah...Yang wise, Non...”pinta Bagus menasehati. ‘’Gus..., tolong,’’pinta Rita memelas.

‘’Kalau sedot percakapan WA, aku ngga punya softwarenya. Tapi temen aku polisi narkoba, dia bisa. Cuman ya, gitu deh Live.  Pasti ada tanda terima kasih. Kalau menurut aku sih, semua data sudah cukup. Coba, kamu tunggu perolehan team agen paparazzi tentang sepak terjang si kuntilanak di club malam tempat dia kerja. Kamu mau nglabrak pas mereka ada di sana, kan?’’

Pertanyaan Bagus dijawab Olive dengan mengangkat kedua bahu dengan wajah yang kuyu.’’Belum cukup energi buat itu, Gus,. Kayaknya, bukan itu tujuanku. Aku cuman ingin mengakhiri pernikahanku’’jawab Olive setengah terhenyak bak kaget disambar petir di siang bolong, serasa tak percaya  oleh pernyataannya sendiri.

Olive menyesali pernah begitu semangat menyepakati hari pernikahan saat bertunangan dengan Refan. Mestinya, ia mengetahui ini semua sebelum menikah, supaya kesepakatan hari pernikahan itu bisa dibatalkan. Ia jadi ingat pesan ayah bundanya yang mengingatkan apakah ia telah cukup yakin bahwa Refan pria yang baik untuk menjadi suaminya. Rasanya, ingin sekali menangis di pelukan kedua orang tuanya.

Betapapun waktu satu setengah tahun yang ia lalui untuk mengenal dari jauh ataupun setengah dekat, pikirnya itu cukup.  Sadar, dulu itu ia kePD an, lantaran memiliki hubungan keakraban khusus dengan Tante Anita, mamanya Refan, yang suka ngobrol. Pikirnya, mengenal seorang anak bisa diakses dengan berinteraksi dekat dengan orang tuanya.

Ia teringat akan penjelasan Tante Anita yang mengatakan anaknya itu tipe pria homey. Cowok yag betah di rumah. Jika saat dewasa Refan keluar rumah, tidak lebih karena alasan pekerjaan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status