Matahari pagi bersinar dengan garangnya, padahal baru pukul 7 pagi sudah membuatku gerah, rasanya aku ingin segera cepat-cepat mengguyurkan tubuhku dengan air.
Bumi ini semakin panas saja, akibat pemanasan global yang disebabkan oleh manusia itu sendiri.
Efek rumah kaca, karbondioksida dari asap kendaraan dan pabrik, pembakaran hutan, pemakaian pendingin ruangan menyebabkan lapisan ozon semakin menipis sehingga bumi kita menjadi semakin panas, semua itu karena ulah manusia yang tidak mau menjaga alam ini bahkan merusaknya.
Aku segera mandi, hari minggu ini aku bisa bersantai di rumah bersama ibu dan merawat bunga-bungaku yang sudah tak terawat lagi karena terlalu sibuk bekerja.
“Nduk ... tolong ke warung Teh Diah, belikan keperluan dapur sudah pada habis,” titah ibu.
“Baik Bu, Nisa pakai jilbab dulu.”
Ku kenakan jilbab instan lebarku, tubuhku terasa segar setela
Hari berlalu tak terasa aku sudah terbiasa dengan sikap dinginnya Pak Damar, mengerjakan tugas dengan cepat, tak pernah basa-basi, irit bicara, tegas dan harus tepat waktu.Asal dia menghargai waktu shalatku saja sudah cukup, namanya juga jadi bawahan ya harus ikut semua perkataan bosnya dalam hal pekerjaan.Ketika sedang makan siang di kantin bersama Andina dan Cellin. Pak Lukman menghampiri kami yang sedang makan siang.“Assalamu’alaikum, Nisa,” ucapnya sambil tersenyum.Aku, Cellin dan Andina berpandangan heran.“Wa’alaikumsalam,” sahutku.“Kok ngucapin salamnya ke Nisa doang Pak?” tanya Andina.“Anu ... cuma mau nanyak alamat rumahnya Nisa aja d
Cukup lama juga wanita indo tersebut berada di ruangan Pak Damar, tak lama kemudian ia keluar. “Heh Mbak, lain kali jangan larang-larang saya untuk ketemu Pak Damar lagi, saya ini calon istrinya Pak Damar Hardana Wijaya, calon istri CEO,” wanita berparas Indo tersebut menjelaskan kepada ku. Sejenak aku terpaku mendengar ucapannya. “Baik Bu,” ucapku singkat. Aduh, aduh, belum juga jadi istri udah begitu, bagaimana kalau sudah jadi istrinya nanti. Aku masuk ke ruangan Pak Damar setelah ia menghubungiku melalui sambungan telepon, seperti biasa ia langsung ke inti tugasnya tanpa basa basi.
Hari ini aku segera mengerjakan laporan berkala proyek yang sedang dikerjakan oleh perusahaan.Tiba-tiba Pak Lukman datang menghampiriku, “Nisa CEO yang dulu dari perusahaan ini datang, segera sambut kedatangan beliau.”“Baik Pak.”Tak lama kemudian nampak rombongan mereka, ada General manager (manager umum) Pak Heri yang sudah cukup berpengalaman, Manager fungsional Bu Indah dan manager HRD Pak Lukman, mereka dulu yang mengintervieuw aku waktu itu, sepertinya mereka akan bertemu Pak Damar.Aku segera berdiri, menyambut kedatangan mereka.Tampak seorang pria berkacamata yang sudah cukup berumur tapi masih terlihat kharismatik dan berwibawa mengenakan jas dan sepatu pantofel.Di sampingnya berjalan seorang ibu-ibu paruh baya tapi masih terlihat anggun dan cantik.Beliau memakai kebaya dan sangg
Hari ini, hari libur aku janjian dengan Gendhis ia mengajakku makan, mungkin sebagai balasan karena aku sudah menemukan dan mengembalikan dompetnya, dan katanya lagi dia mau belajar agama, tentu saja aku tak menolaknya.Gendhis menjemputku ke rumah dengan mobil mewahnya, bahkan ia mampir sekedar untuk menyapa Ibu, aku suka pribadi Gendhis yang ramah, rendah hati dan lembut. Aku juga sudah menceritakan kepada Ibu tentang Gendhis.“Nis ... Kenapa Ibu gak sekalian di ajak aja,“ ucapnya menyarankan.“Jangan to, Nduk, Ibu gak biasa pergi ke tempat-tempat seperti itu, nanti bikin malu kalian aja, Ibu dibungkusi aja nanti,” ucap Ibu berkelekar. Gendhis tertawa.“Ya sudah Bu kami pamit dulu, assalamu’alaikum.”“Wa’alaikumsalam."
POV. Damar“Hai Damar, aku disuruh mamamu mengantarkan makan siang, katanya kamu sering lupa makan kalau lagi kerja.”Ucapnya lembut sembari meletakkan makanan di atas meja di dekat sofa.Aku tak menjawab tetap fokus pada laptopku.“Damar kamu kok gitu sih, aku tuh kemari karena perhatian sama kamu lho Damar, butik sampai kutinggalin demi nganterin makanan ke kamu.”Adelia agresif sekali mendekatiku, bahkan kebaikannya seperti dibuat-buat, sungguh aku tak suka, kalau tidak mengingat dia anak teman dari mamaku, mungkin sudah kuusir dari sini.“Ya nanti saya makan, masih kenyang.”“Nah gitu dong, itu baru namanya calon suami yang baik,”ujar Adelia.“Adelia kita tidak punya hubungan apa-apa, hany
Malam ini aku duduk di beranda rumah sembari menikmati angin malam, melepas kepenatan setelah seharian bekerja. Ibu tak menemaniku malam ini katanya beliau ingin istirahat setelah makan malam.Ponselku berdering, ku lihat layar ponselku ‘Gendhis’ aku segera mengangkatnya.“Assalamua’laikum, Ndis.”[Wa’alaikumsalam Nis, belum tidur kan?]“Belum Ndis, lagi nyantai aja ni.”Seperti biasa Gendhis menanyakan seputar hal-hal dasar agama yang belum dia ketahui, ku jelaskan semuanya sampai dia mengerti.[Nis, besok aku antar kamu ke kantor ya, biar aku tau kantor kamu dimana]Aku memang belum perna
“Astaghfirullah Ibu ...” Sambil menangis Aku segera mengangkat kepala ibu ke pangkuanku.“Ibu, bangun Bu?” Ibu tak bergeming.Ibu jatuh tergeletak di dapur, ketika hendak mencuci piring, padahal sebelum berangkat aku sudah mengatakan istirahat saja jangan melakukan apapun.Gendhis menyusulku ke dapur.“Nis kita bawa ibumu ke rumah sakit, sebentar aku minta bantuan dulu.”Tak lama kemudian Gendhis datang bersama dua orang warga sekitar, kami segera mengangkat ibu ke mobil.Gendhis memacu mobilnya dengan cepat, aku hanya bisa menangis sambil sesekali memanggil Ibu.
Hari ini aku sudah mulai bekerja seperti biasa setelah beberapa hari di rumah sakit, Alhamdulillah kondisi ibu sudah membaik. Aku merasa tidak enak pada Pak Damar, karena terlalu lama libur.Teman-teman kantor juga banyak yang menjenguk ibu di rumah sakit, dulu mereka memandang remeh kepadaku, dan berpikir bahwa aku hanya mau berteman dengan yang berhijab saja.Tidak, aku mematahkan stigma tersebut, aku bisa bergaul dengan siapa saja, bahkan dengan non muslim sekalipun, asal tidak menyalahi aturan agamaku saja.Setelah mengenalku mereka kini bersikap baik kepadaku. Alhamdulillah aku merasa bersyukur, keberadaan penampilanku yang dijaman sekarang sudahlah langka, bisa diterima dengan baik di perusahaan besar ini.Pagi ini Pak Damar memanggilku ke ruangannya.“Bagaimana keadaan Ibumu?” tanya Pak Damar datar.“Alhamdulillah sudah lebih baik Pak.”“Bagus