“Astaghfirullah Ibu ...” Sambil menangis Aku segera mengangkat kepala ibu ke pangkuanku.“Ibu, bangun Bu?” Ibu tak bergeming.Ibu jatuh tergeletak di dapur, ketika hendak mencuci piring, padahal sebelum berangkat aku sudah mengatakan istirahat saja jangan melakukan apapun.Gendhis menyusulku ke dapur.“Nis kita bawa ibumu ke rumah sakit, sebentar aku minta bantuan dulu.”Tak lama kemudian Gendhis datang bersama dua orang warga sekitar, kami segera mengangkat ibu ke mobil.Gendhis memacu mobilnya dengan cepat, aku hanya bisa menangis sambil sesekali memanggil Ibu.
Hari ini aku sudah mulai bekerja seperti biasa setelah beberapa hari di rumah sakit, Alhamdulillah kondisi ibu sudah membaik. Aku merasa tidak enak pada Pak Damar, karena terlalu lama libur.Teman-teman kantor juga banyak yang menjenguk ibu di rumah sakit, dulu mereka memandang remeh kepadaku, dan berpikir bahwa aku hanya mau berteman dengan yang berhijab saja.Tidak, aku mematahkan stigma tersebut, aku bisa bergaul dengan siapa saja, bahkan dengan non muslim sekalipun, asal tidak menyalahi aturan agamaku saja.Setelah mengenalku mereka kini bersikap baik kepadaku. Alhamdulillah aku merasa bersyukur, keberadaan penampilanku yang dijaman sekarang sudahlah langka, bisa diterima dengan baik di perusahaan besar ini.Pagi ini Pak Damar memanggilku ke ruangannya.“Bagaimana keadaan Ibumu?” tanya Pak Damar datar.“Alhamdulillah sudah lebih baik Pak.”“Bagus
Adelia nampak kesal, karena Pak Damar menolak memakan bubur darinya. Ia melihat ada segelas kopi dan cake di atas meja Pak Damar.Tanpa kusadari ia menghampiriku.“Hehh Ibu-ibu pengajian! Aku kan sudah bilang padamu aku calon istri Damar, kenapa sih kamu ganjen banget deketin dia, pakek nyiapin kopi segala buat Damar!”Aku terkejut dengan reaksi Adelia yang menurutku berlebihan.Aku hanya sekretaris yang menyiapkan segelas kopi dan cake untuk atasannya, apanya yang salah. Aku diam sambil terus bekerja.“Heh ... penggoda calon suami orang, luarmu saja yang alim ternyata dalammu sama aja kayak cewek-cewek ganjen lainnya.”
Hari Libur, hufff ... kuhembuskan nafasku sekuatnya. Masya Allah tenangnya, tanpa tekanan dari pak Damar, laporan yang tak pernah kunjung usai, membuat absen, merekap absen, mendata proyek dan masih masih banyak lagi pekerjaan yang seabrek yang tak ada habisnya.Kuhirup udara pagi yang masih segar di halaman rumahku, walaupun di pinggir kota rumah tua ini banyak ditumbuhi pepohonan yang tidak terlalu besar, berbagai aneka macam bunga terdapat di beranda dan halaman rumahku.Aku suka menanam bunga tapi ibulah yang sering merawat tanaman-tanaman tersebut agar tidak terlalu suntuk di rumah kalau aku sedang bekerja katanya.“Eh Nak Nisa, gak kerja, Nak?” sapa Bik Sartinah tetangga di ujung jalan.“Gak Bik, Nisa libur hari ini,”jawabku sopan.“Bagaimana keadaan Ibu kamu?”“Alhamdulillah, Sudah membaik, Bik.”“O ya sudah, Bibik pulang dulu.”“Mampir dulu, Bik,”tawarku.“Gak usah Nis, Pak lekmu di rumah belum sarap
“Baik, Pak.”Aku segera menghubungi karyawan yang dimaksud Pak Damar, mereka semua terkejut ketika ku beritahu bahan presentas lui untuk besok ditiru oleh perusahaan rival lain.Pak Damar tak mempermasalahkan lagi siapa yang membocorkan bahan presentasi tersebut, yang penting sekarang bahan presentasinya selesai dan tentunya harus lebih baik dari yang sebelumnya.Angga, Raka, Cellin, Andina, aku dan beberapa karyawan yang lain bekerja keras memutar otak agar menghasilkan desain yang unik, menarik tapi berkualitas bagus dengan budget proyek yang sesuai.Tentunya dengan dibantu ide-ide Pak Damar yang cerdas dan cemerlang.Mengenai jawabanku kepada pak Lukman juga belum tersampaikan kepada Andina. Sudahlah besok atau lusa akan ku beritahu.Hari menjelang magrib, pekerjaan belum selesai juga, aku segera keluar ruangan Pak Damar untuk menunaikan shalat magrib di mushola. Kuhadiahkan Alfatihah untuk ayahku dan berdo’a agar pekerjaan kami se
Setelah shalat isya, aku menceritakan semua tingkah Pak Damar yang agak aneh kepada ibu, mulai dari ia membentak calon istrinya Adelia dan menanyakan tentang lamaran Pak Lukman, wajarkah seorang atasan bertingkah seperti itu?Ibu tak memberi komentar apa pun, beliau hanya mengatakan, bersikap baiklah pada semua orang. Aku akan mengingat pesan ibu tersebut.Aku dan ibu segera beristirahat untuk mengembalikan tenagaku yang terkuras hari ini.Pagi ini ketika hendak berangkat bekerja, Bu Romlah kembali ingin tau dengan kehidupanku semenjak aku bekerja di kantor ia lebih gencar mengorek informasi.“Nisa ... kayaknya elu semalam pulangnya telat banget ya, emang kerjanya sampek malam ya?”“Iya Bu Romlah, Nisa lembur,” ucapku singkat.“Emm ... emang yang nganterin elu semalam siapa, Nisa?”Wah segitunya Bu Romlah, jadi semalam dia nungguin aku pulang sampe ngintip segala ketika aku diantar Pak Damar.“Diantar temen, Bu
Hari berlalu, semua karyawan yang mengerjakan tender proyek kemarin dikumpulkan di ruang rapat oleh Pak Damar, beliau akan menyampaikan sesuatu.Ia berdiri dan mengedarkan pandang ke seluruh ruangan. Kharisma dan jiwa kepemimpinan beliau terlihat ketika sedang berbicara di depan karyawannya.“Hari ini saya akan menyampaikan sesuatu kepada kalian semua, sebelumnya saya ucapkan terimakasih atas kerja kerasnya selama ini, dan akhirnya perusahaan kita ... “ ia menggantung ucapannya sejenak.“Perusahaan kita memenangkan tender besar itu .“Semua bertepuk tangan dan bersorak bahagia.“Alhamdulillah” tidak sia-sia semua usaha yang kita lakukan akhir-akhir ini.“Seperti janji saya kemarin saya akan memberikan bonus kepada tim yang telah mengerjakan tender ini, dan hari sabtu ini kita berlibur ke puncak.”Mereka kembali bersorak bahagia, kemudian semua kem
POV. DAMARAku segera masuk ke kamarku, aku pikir setelah mengatakan hal itu kepada mama, beliau akan percaya begitu saja. Ternyata tidak segampang itu.Siapa yang akan kusuruh menjadi calon istri pura-puraku nanti.Kalau karyawan kantor Mama pasti tidak percaya, minta tolong Lukman, ah nanti dia bawa perempuan sembarangan lagi.Oh iya, aku ingat adikku pernah ingin mengenaliku pada seorang temannya. Bagaimana kalau dia saja, ya benar, aku akan coba berbicara padanya mungkin dia bisa membantuku.Aku langsung menemuinya di kamar, kuketuk pintu kamarnya tak ada sahutan, aku mencoba membuka pintu kamarnya tak dikunci, kudorong sedikit dan terbuka.Aku melihat pemandangan yang luar biasa, adikku satu-satunya sedang melaksanakan shalat di kamarnya.Aku tertegun sejenak memandanginya, ia terlihat cantik berbalut mukenah putih dan tanpa make up. Wajahnya yang ayu nampak teduh dan menyejukkan hatiku.