Share

Bab. 5

Malam ini hujan turun dengan lebat, cuaca panas berganti sejuk setelah beberapa hari dilanda panas yang amat sangat.

“Allahumma shayyiban nafi’an, ya Allah turunkanlah hujan yang bermanfaat.”

Aku duduk di beranda sekedar menikmati hujan dan cuaca yang sejuk, sambil minum segelas teh manis yang dibuatkan ibu.

“Gimana, Nduk hari pertama bekerja?”Ibu menghampiriku.

“Aneh Bu.”

“Lha kok bisa?”

“Hari pertama cuma duduk manis di meja kerja, aku juga belum kenal yang mana bosku,”ucapku.

Ibu tertawa kecil.“Mungkin aja dia lagi gak ada di tempat Nis jangan su'udzon gak baik.”

“Astaghfirullah, bener Bu kok Nisa jadi su'udzon ya, baru juga satu hari.”

Ibu mengangguk mengiyakan perkataanku.

“Ya uwes ndak usah dipikirkan, ayo masuk ke dalam, takutnya ada petir.”

Esoknya seperti biasa aku berangkat pagi sekali, langsung menuju ruangan sekretaris. Tiba-tiba dari belakang ada seorang yang memanggil, ternyata Andina yang setengah berlari sambil memanggil namaku.

“Pagi Nis, cepat amat datangnya.”

“Pagi juga, Ndin, kamu juga cepet datangnya.” Kami tertawa bersamaan.

Andina anak yang ramah, oleh karena itu kami sudah akrab walaupun belum lama saling kenal, kami juga sudah bertukar nomor telepon kemarin.

“Eh gimana udah ketemu Pak Damar belum?”

“CEO kita? Belum tuh seharian kemarin cuman duduk manis, emang kenapa sih, Ndin?”tanyaku penasaran.

Aku sempat membaca sekilas nama pak Damar di kontrak kerja kemarin, tapi lupa nama belakangnya apa.

“Gak ada apa-apa gue cuma nanyak aja, nanti kita makan siang bareng ya, Nis, ya udah gue duluan yah,” ucap Andina sambil berlalu. Ingat Nis jangan su'udzon.

Jam sudah menunjukkan jam makan siang, dari tadi aku hanya duduk di meja kerja sambil mempelajari administrasi kantor dan laporan perusahaan yang sudah ada.

"Ting" ada pesan masuk dari Andina [gue tunggu dikantin ya Nis] segera kututup aplikasi hijau tersebut tanpa membalasnya, saat hendak bangun tiba-tiba telpon berdering, segeraku angkat dan...

[Segera ke ruangan saya!], suara bariton terdengar dari ujung telpon. Sempat kebingungan sesaat, aku segera tersadar ya Allah sepertinya itu Pak Damar, hampir saja aku bertanya, ini dengan siapa?

["I-i-iya pak,"] jawabku terbata.

Aku segera bangun dari tempat duduk dan menuju pintu, kupegang handle pintu, oh tidak aku harus mengetuknya dahulu.

Tok...tok .. tok ..

“Masuk”terdengar suara bariton itu dari dalam.

Kudorong handle pintu pelan-pelan, kira-kira ngucapin salam atau selamat siang ya?Pintu terbuka, kuedarkan pandang ke seluruh ruangan, ruangannya sangat luas dan juga rapi, ada perpustakaan mini di sebelah kiri ruangan.

Di dekat pintu masuk ada sofa mewah untuk menerima tamu dan sebuah televisi besar yang letaknya menghadap ke arah sofa.

Sedangkan meja CEO letaknya membelakangi jendela kaca, ada seseorang yang duduk di sana sibuk bekerja menghadap laptop, tanpa memperdulikan kehadiranku.

Aku tak bisa melihat dengan jelas, karena pantulan cahaya dari luar dan aku berdiri agak jauh dari meja ku lirik papan nama yang berada di atas meja 'Damar Hardana Wijaya'.

“Selamat siang Pak, ada yang bisa saya bantu?” sapaku.

Pak Damar bergeming bahkan dia tak sedikitpun menoleh ke arahku.

Beberapa saat aku menunggu hingga ia selesai dengan pekerjaannya, mana perut sudah keroncongan minta diisi.

“Tolong kamu rekap data absensi semua karyawan dan data karyawan yang lembur, datanya sudah saya kirim ke email kamu.”

“Sekarang Pak?”

Ia menoleh kepadaku. Deg! Ya Allah dia kan eksekutif muda yang membantu menahan lift saat aku interview beberapa hari yang lalu. Refleks kutundukkan pandanganku. Aku berfikir CEO perusahaan ini pria paruh baya yang ramah, ternyata ...

“Ya, saya butuh secepatnya,” jawabnya datar dan kembali menekuni laptopnya.

What? Inikah CEO itu, tanpa menjawab sapaanku, bahkan dia tak menanyakan namaku, mungkin pikirnya itu tak penting. Lebih baik kukerjakan secepatnya agar aku bisa makan siang. Oh iya, aku lupa membalas pesan Andina, ya sudah, nanti saja.

“Baik pak, saya permisi,”ucapku, tak ada jawaban.

Aku langsung keluar ruangan Pak Damar dan mengerjakan tugas yang dia berikan, kubuka emailku yang sudah kumasukkan ke laptop kantor.

Ya Rabbi banyak sekali data yang harus kurekap, segera kucari soft copy rekapan absensi bulan-bulan yang lalu di laptop, Alhamdulillah ketemu, jadi aku tak usah membuat ulang tabelnya.

Sepertinya sekertaris yang lama tak sempat membuat rekapan absensi bulan kemarin, kemudian segera aku mengerjakannya.

Kulirik jam di laptopku hampir jam 2 siang, Allah ... aku belum shalat zuhur, aku bergegas ke mushola dan menunaikan shalat zuhur, kemudian aku kembali lagi ke lantai empat tanpa sempat makan siang.

Jika aku makan siang takutnya tugasku tak selesai dengan cepat, aku tak mau merusak semuanya, bosku marah di hari pertamaku bekerja.

Kukerjakan lagi tugas dari Pak Damar, dan selesai, hampir dua jam lebih aku mengerjakan data absensi dan data lembur karyawan seluruh kantor ini 'send' aku mengirimnya via email ke pak Damar.

Telepon kembali berdering, langsung ku angkat ["Tolong kamu print saya butuh yang hard copy juga, print dua rangkap untuk arsip."]

[Baik Pak].

Jam makan siang kulewati begitu saja, bahkan sudah hampir memasuki waktu ashar. 

Aku segera mengerjakannya, sambil memprinter absensi kubalas pesan Andina. [Maaf, Ndin kita gak bisa makan siang bareng tadi, dapat tugas dari pak Damar banyak banget] centang dua, dia belum membacanya.

Setelah selesai aku masuk lagi ke ruangan Pak Damar menyerahkan rekapan absensi yang sudah kuprinter.

“Ini pak rekapanya, sudah selesai.” Sambil menyerahkan kepada Pak Damar.

“Letakkan di meja." Lagi dan lagi tanpa menoleh sedikitpun.

“Pak Damar, saya shalat ashar dulu, jika Bapak butuh bantuan nanti setelah shalat saya kerjakan.”

“Ya,”jawabnya singkat, pelit amat sama kata-kata.

“Saya permisi pak.”

Perasaan kayak ngomong sama Patung Pancoran tak ada Jawaban. Aku segera turun ke mushala kantor, menunaikan kewajiban sebagai seorang muslim.

Selesai shalat kusempatkan mampir ke kantin membeli kudapan untuk mengganjal perutku, yang sedari tadi belum makan siang.

Jangankan untuk menanyakanku makan siang, menjawab pertanyaanku saja dia enggan. Semoga aku sabar menjalaninya.

***

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Tri Budi
ceritanya menarik
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status