Share

Bab.6

Alhamdulillah akhirnya aku sampai di rumah, setelah seharian bekerja lelah juga, ketika hendak turun dari motor Bu Romlah datang dan menghampiri.

“Annisa sore amat pulangnya? Dari mana aja sih?”

Sepertinya Bu Romlah sengaja menungguku pulang, ia penasaran sekali dengan hidupku, dulu ketika aku mulai kuliah saja dia mengejekku dan ibu.

“Orang miskin gak usah banyak gaya lu, Nis, pake mau kuliah segala, udah cukup makan aja syukur.”

Yah begitulah Bu Romlah, tapi aku tetap menghormatinya, karena dia lebih tua dariku anggap saja ucapanya sebagai motivasi supaya bisa hidup lebih baik lagi.

“Pulang kerja Bu Romlah, O ya, ada apa Bu kok sampe nyamperin Nisa ke rumah?”

“Kagak Nis, emang lu kerja dimana sih?" tanya Bu Romlah penasaran.

“Saya kerja di kantor Bu Romlah.”

“Em beneran lu kerja di kantor? Emang jabatan lu apa?”tanyanya lagi.

“Iya Bu, masa Nisa boong.”

“Jabatan nya apa? trus gajinya berapa?” Bu Romlah terus bertanya tentang jabatanku.

“Cuma sekretaris biasa, Bu, udah ya Bu Romlah Nisa mau masuk dulu hampir magrib,” aku segera mengakhiri percakapanku dengan Bu Romlah.

Sebelum dia berkomentar lagi, aku segera masuk ke dalam.

"Baru jadi sekretaris, udah belagu lu, Nis," kudengar sekilas Bu Romlah bersungut-sungut.

Ibu sudah menungguku dari tadi, segera kucium tangan ibu, aku tak mau menceritakan apa yang terjadi hari ini di kantor, takutnya ibu kepikiran sehingga lambungnya kumat.

Setelah istirahat sebentar kemudian aku mandi supaya tubuh dan pikiranku fresh kembali, dilanjutkan dengan shalat magrib menunaikan kewajiban yang pertama dihisab di akhirat nanti.

Esoknya aku ke kantor seperti biasa, huuuft kuhembuskan nafasku kuat, bismillah ... semoga hari ini berjalan dengan baik.

Setelah absen, aku segera naik ke lantai empat, kelihatannya Pak Damar belum datang.

Aku sedang menekuni laptopku dengan serius.

Tap ...

Tap ...

Tap...

Terdengar sepatu pantofel mahal melangkah berjalan ke arahku, segera kuangkat wajahku, untuk memastikan siapa yang datang, Aku langsung berdiri sebagaimana menyambut kedatangan atasan.

“Pagi Pak,”sapaku pagi ini, beliau langsung masuk ke dalam tanpa melihatku.

Lebih baik begini, mungkin dia juga menjaga pandangannya dari yang bukan mahram, mencoba berpikir positif saja.

“Nis ... aku mau nganterin hasil desain proyek bangunan ini ke Pak Damar,” lapor Angga kepadaku.

Angga adalah salah satu karyawan Drafter yang bertanggung jawab dalam penggambaran proyek yang akan dikerjakan dan yang sudah selesai dikerjakan.

“Ya udah masuk aja, Pak Damar di dalam kok,” jawabku santai.

“Telpon dulu, kira-kira dia sibuk gak.”

“Emang gak bisa berhenti bekerja sebentar gitu, untuk memeriksa laporan dari karyawannya,” protesku.

“Yah begitulah beliau, kalau sedang sibuk gak mau di ganggu, pernah salah satu karyawan harus menunggu sampai lama gara-gara pak Bos sibuk, kecuali kalau laporannya mendadak harus dikerjakan”

“Emm gitu ya, kejam amat.”

“Itulah gunanya sekretaris, menghubungkan antara Pak Bos yang kayak es batu dengan karyawanya,” ucapnya sambil tertawa.

“Emang kamu bener-bener gak tau kalo Pak Bos kita kayak gitu?”

“Enggak,” aku menggeleng.

“Ya udah telpon gih,” ucap Angga sembari menungguku menghubungi Pak Damar.

Tut ... Tut ... Tut ...

[Ya]

[Pak, Angga mau ketemu bapak, dari bagian Drafter, kira-kira Ba--]

[Suruh masuk aja!]

Telpon mati.

Haa? Aku melongo, segitunya belum juga selesai ngomong, langsung dipotong dan dimatikan.

“Pak Damar bilang masuk aja, Ngga.” Berarti Bos beginilah yang harus ku hadapi sehari-hari, sabar ya Nis.

Aku bergegas untuk turun ke bawah shalat Zuhur dan makan siang bersama Andina dan Cellin.

Setelah itu aku kembali lagi ke ruangan, apa pak Damar gak makan siang ya kok gak keluar-keluar? workaholic banget kelihatannya, mungkin saja delevery makanan pikirku, jaman sekarang kan sudah praktis.

Telepon berdering, kuangkat [Segera ke ruangan saya] Ya Rabb jika mendengar panggilan dari Pak Damar rasanya seperti akan maju ke medan perang saja.

Aku langsung masuk.“ada apa pak?”tanyaku.

“Tolong kamu buat laporan proyek yang sedang dikerjakan oleh Angga tadi, laporan pembangunan kepada Pemda setempat, Polres, dan Lurah”

“Baik Pak,”jawabku dan segera berbalik ke arah pintu keluar.

“Oh iya, untuk datanya hubungi Angga.” Kuputar kembali tubuhku menghadap Pak Damar.

“Baik Pak.”

Aku segera keluar ruangan ketika hendak menarik handle pintu, “Saya butuh secepatnya," sambungnya lagi.

“Yang hard copy Bapak butuh jugakan pak?” tanyaku agak kesal.

“Ya,”jawabnya singkat, padat, dan jelas.

Apa-apa harus cepat memangnya aku robot, gak ada apa toleransi sedikit, aku kan juga manusia. Astaghfirullah ... kenapa aku ngedumel. Ikhlas Nis biar berkah.

Azan ashar terdengar, aku segera turun ke mushola untuk menunaikan shalat ashar, setelah shalat kubaca Al Fatihah, setelah sebelumnya membaca istighfar dan sholawat Nabi “ayah hanya alfatihah yang dapat kuhadiahkan untuk ayah di waktu ashar ini.”lirihku.

Aku bergegas kembali ke ruanganku untuk melanjutkan pekerjaan yang tertunda.

Iseng kubuka handphone, yang kutinggalkan di dalam laci meja.

Satu panggilan dari nomor tak dikenal dan satu pesan ‘klik' kubuka pesan dari nomor tak dikenal itu.

[Apa pekerjaanmu sudah selesai? Kenapa kamu pergi saat jam kerja?]

Pak Damar? Ya siapa lagi kalau bukan dia, sepertinya dari tadi ia menghubungiku melalui pesawat telepon, karena tak kuangkat dia beralih menghubungiku melalui nomor handphoneku.

Tok..tok..tok kuberanikan diri menemui Pak Damar, aku hanya ingin menjelaskan bahwa aku shalat ashar ke mushola.

“Masuk”

Pak Damar tetap menekuni laptopnya sesaat, kemudian ia mengangkat kepalanya dan menatap tajam ke arahku, ku tundukkan pandanganku.

Lalu ia merenggangkan dasinya dan duduk bersandar ke sandaran kursi.

“Sudah selesai?”

“Be-belum Pak.”

“Kalau belum selesai, kenapa kamu kelayapan dijam kantor?”

Ya Allah tak adakah kata- kata yang lebih enak didengar, seolah-olah aku ini perempuan gak benar yang suka keluyuran.

“Saya menyuruhmu untuk segera menyelesaikan laporan yang saya berikan

” ujarnya, tumben banyak ngomong si Bos.

“Ini malah di tinggal begitu saja, dengan laptop terbuka.”Apa? dia sampai mengecek ke mejaku?

Kutarik nafasku, huuftt ... tenang Nisa, jelaskan dengan tenang.

“Saya minta maaf Pak Damar, jika saya salah telah meninggalkan pekerjaan yang Bapak berikan begitu saja, tapi salahkah saya jika menunaikan kewajiban saya terlebih dahulu sebagai seorang muslim?”

Pak Damar terdiam dan membuang pandangannya dariku.

Aku rasa dia paham apa maksud dari perkataan ku, bahwa aku cuma shalat ashar sebentar, rasanya tak perlu kujelaskan lagi secara rinci.

“Baiklah, besok sore kita meeting dengan klien, persiapkan berkasnya besok secepatnya.”

“Kamu boleh keluar,” lanjutnya.

Aku segera keluar tanpa mengucapkan satu patah katapun.

***

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Tri Budi
ceritanya ad unsur pendidikan agamanya sippp
goodnovel comment avatar
yanticeudah
Terimakasih Kak, semoga betah..
goodnovel comment avatar
Nim Ranah
aku lanjut
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status