"Sayang, kamu handle dulu orang tuaku. Aku mau ke kamar mandi," kata pria itu terlihat ketakutan.
Tidak banyak bertanya lagi, Aleena hanya bisa menghela napas panjang, lalu mengembuskan secara perlahan. Wanita cantik itu melangkahkan kaki untuk menemui kedua mertuanya yang masih asik mengambil beberapa makanan ringan."Ma, Pa!" sapa Aleena pelan."Aleena!" Dira menyapa kaget."Kamu sama siapa ke sini? Di mana Galuh?" tanya Fathan melihat ke sekeliling, tapi Galuh anaknya tidak kelihatan juga."Mas Galuh ke kamar mandi, Pa. Mungkin nanti ke sini," sahut Aleena memberikan senyuman.Kedua mertuanya terlihat buru-buru, jadi mereka pamit pergi terlebih dahulu. Meskipun Aleena mencegah agar menunggu kehadiran suaminya, tapi mereka menolak secara halus."Kapan-kapan Mama dan Papa pasti main ke rumah kalian, untuk sementara waktu kita masih banyak pekerjaan." Dira menjelaskan."Oya, apakah Gala sudah pulang ke rumah yang kamu tempati?" tanya Dira setelahnya.Aleena menatap bingung, lalu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Batinnya bertanya, "Gala siapa?"Belum sempat wanita itu bertanya, Dira dan Fathan justru berlenggang pergi begitu saja. Aleena hanya melihat kepergian mereka hingga jauh, dan tidak terlihat lagi."Mas Galuh di mana ya? Kenapa belum kembali juga?" pikirnya. Untuk mempersingkat waktu, wanita itu pun kembali berbelanja untuk kebutuhan di rumah. Dia berkeliling dan dengan entengnya mengambil barang-barang sesuka hatinya tanpa melihat harga. Hingga keranjang troli yang didorong penuh, setelah puas wanita itu pun memutuskan untuk membayarnya ke kasir."Maaf ya, Sayang. Aku terlalu lama membuatmu menunggu," ucap sang Suami yang tiba-tiba datang memeluk dari belakang."Gapapa, Mas. Sekarang lepaskan aku, malu dilihat banyak orang," kata Aleena merasa risih. Bahkan pria yang memeluknya dari belakang baru menyadari kalau ada banyak mata yang sedang meneliti. Dia langsung melepaskan pelukan, lalu berbisik pada Aleena. "Aku tunggu di mobil ya, Sayang." Bisikan sang Suami mampu membuat wanita cantik itu merinding. Sudah lama hal romantis tersebut diinginkan, tapi baru saja terkabulkan.Aleena tidak berhenti senyum-senyum sendiri mengingat tingkah laku suaminya yang konyol. Hal itu berbanding terbalik dengan sikap sang Suami yang telah lalu. Dia bersyukur, ternyata apa yang diharapkan terjadi juga. Hingga dia tidak perlu repot-repot pergi ke orang pintar hanya untuk membuat suaminya mencintai dan memperhatikannya dengan lebih.Wanita itu sibuk dengan barang belanjaan dalam genggamannya. Dia kembali berpikir, bahwa suaminya yang perhatian masih belum peka juga."Ternyata dia tidak berubah seratus persen, buktinya saja masih membiarkan aku untuk membawa barang belanjaan sebanyak ini!" gerutunya kesal."Aku masih peka kok, Sayang. Aku juga gak menunggumu di mobil seperti yang aku katakan," ucap pria yang tiba-tiba muncul dari belakang. Dia langsung mengambil alih tas barang belanjaan yang ada di tangan Aleena.Wanita itu kembali tersenyum. "Syukurlah kalau kamu ternyata tidak lupa dengan istrimu yang kesusahan membawa semua ini." Hatinya lebih berbunga-bunga untuk saat ini.Mereka melangkahkan kaki secara berdampingan hingga sampai di mobil. Setelah menaruh tas belanjaan, pria itu langsung membukakan pintu untuk wanita yang dicintainya.Mereka kembali duduk di dalam mobil dengan pancaran sinar mata yang penuh cinta. "Aku harap kamu akan bersikap manis seperti ini terus, Mas. Jangan pernah berubah ya," kata Aleena pelan."Tenang saja, Sayang. Aku tidak akan pernah berubah, asalkan kamu memberikanku ...," ucap pria itu sengaja menggantung ucapannya."Memberikan apa, Mas?" tanya Aleena penasaran.Pria tampan berambut sedikit pirang itu pun mulai berbisik hingga mampu membuat Aleena membelalakkan mata."Gak usah begitu juga ekspresinya, Sayang. Bukankah tadi malam kamu melakukannya dengan lihai?" ledek sang Suami sembari tertawa cekikikan.Aleena merasa malu, wajahnya kini terlihat merah seperti kepiting rebus. Dia tidak mampu mengucapkan kalimat apa pun, hanya diam terpaku saja."Gak usah malu, Sayang. Aku janji, semua itu adalah rahasia diantara kita." Pria itu mulai memainkan kedua alisnya.Secara refleks Aleena memukul pelan bahu suaminya, dan meminta untuk segera pulang karena sudah tidak tahan mendengar ledekan demi ledekan yang dikatakan suaminya.***Tiga hari berjalan begitu cepat, tanpa terasa Aleena mulai nyaman dengan perlakuan khusus suaminya. Bahkan, mereka juga sedang ketagihan untuk bercumbu. Kehidupan rumah tangga yang dijalani wanita cantik berkulit putih itu terasa semakin membahagiakan saja."Aku senang, Mas. Dengan semua perhatian yang kamu berikan padaku," kata Aleena masih bersandar di bahu suaminya."Aku juga bahagia melihatmu bahagia, kamu harus janji jangan pernah bersedih ya!" kata pria itu menasihati."Siap, Mas. Aku akan selalu bahagia, asal sikapmu selalu seperti ini. Memanjakanku selayaknya ratu dalam hidupmu. Kalau boleh jujur sih, yang aku takutkan hanya satu, Mas." Aleena mulai mencurahkan semua isi hatinya selama ini."Kamu gak usah takut selama ada aku di sisimu, memang apa yang kamu takutkan?" tanya suaminya sembari membelai rambut Aleena."Aku takut sikapmu berubah seperti dulu lagi," sahutnya pelan.Pria itu justru tertawa pelan. "Kamu tidak usah khawatir tentang hal itu, Sayang. Sudah pasti aku akan selalu seperti ini." Tangannya terus membelai rambut Aleena yang terurai panjang."Terima kasih, Mas. Oya, waktu ketemu sama Papa dan Mama waktu itu. Mereka sempat bertanya tentang Gala. Memang di rumah ini ada penghuni lain selain kita? Lantas, siapa Gala?" tanya Aleena heran. Dari awal menikah dengan suaminya, dia tidak pernah melihat orang lain di rumah tersebut.Pria itu berdiam diri sejenak, lalu mengalihkan pembicaraan. "Oya, ponselmu di mana?""Kenapa mengalihkan pembicaraan sih, Mas?" tanya Aleena kesal."Nanti aku beritahu kamu siapa itu Gala. Kamu tidak masalah 'kan?" tanya pria itu sembari menatap lekat wajah Aleena."Iya, Mas. Aku akan menunggumu menjelaskan padaku," sahut Aleena tidak mempermasalahkan hal itu lagi.Mereka kembali tertawa bersama, berbicara hal yang penting hingga tidak penting. Suasana gembira dan bahagia terlihat jelas dalam keluarga itu."Mas, maafkan aku. Sampai detik ini belum bisa memberikanmu anak," kata Aleena membuat keheningan seketika."Gapapa, Sayang. Gak usah terlalu dipikirkan, nanti kalau sudah waktunya. Kita pasti memiliki anak," kata pria itu berusaha untuk menenangkan hati sang Istri yang lagi sedih."Terima kasih, Mas."Mereka berpelukan, hingga bel rumah berbunyi. Wanita itu dengan cepat membuka pintu. Meskipun sang Suami sudah meminta agar dirinya saja yang membuka, tapi Aleena tetap bersikeras. Dia melangkahkan kaki terlebih dulu hingga sampai di depan pintu.Terdengar suara pria dari luar mengucapkan salam, Aleena menjawab salam dan membuka pintunya. Dia tercengang melihat seorang pria yang ada di hadapannya saat ini."Aku pulang, Sayang. Apakah kamu tidak merindukan aku?" tanya pria yang mirip dengan wajah suaminya.'Kalau dia suamiku, lantas di dalam rumah ini siapa?' gumam Aleena terpaku.Aleena sungguh terkejut dengan pemandangan yang ada di hadapannya kali ini. Dia tidak tahu harus berbicara apa. "Ayo, Sayang. Kita masuk? Kenapa hanya bengong di sini saja?" tanya pria tampan yang lebih familiar di pandangan Aleena.Setelah meyakinkan diri, wanita itu pun mengajak pria yang diyakini suaminya itu masuk. Dia masih bingung, tapi tidak bisa berkata apa pun lagi. Hanya bisa menyesal karena tidak bisa mengetahui mana suaminya yang asli. Wanita itu terus memperhatikan, dari segala sikap pria itu lebih pantas disebutnya suami. Dari pada pria yang tiga hari terakhir menemani hari-harinya."Kenapa ponselmu mati?" tanya Galuh yang baru pulang dari luar kota. Wajahnya terlihat kesal karena selama di luar kota, Aleena tampak mengabaikan pesan darinya."Maaf, Mas. Ponselku rusak, belum diservis." Aleena menjawab dengan gugup."Hey! Adik kembarku yang tampan, rupanya kamu baru saja pulang!" teriak pria yang memiliki dagu lebih lebar sedikit tersebut. Wajah mereka memang mirip, hing
Gala mengusap pipi kanannya dengan lembut, lalu tersenyum manis. "Ini adalah hadiah terindah yang aku dapatkan setelah semua yang terjadi pada kita tiga hari terakhir ini." Bibirnya tersenyum puas. "Jangan lagi kamu ungkit apa yang telah terjadi pada kita tiga hari terakhir ini. Sungguh menjijikkan!" seru Aleena meringis. Dia meludah sedikit ke arah samping, lalu kembali menatap pria di hadapannya."Kamu sudah membuatku candu," kata Gala mengucapkan perkataan yang tidak pantas sebagai kakak ipar. "Diam! Aku tidak ingin mendengarkan omong kosong darimu!" hardik Aleena kesal. Tidak menutup kemungkinan, dia merasakan hal yang beda ketika bersama Gala. Namun, setelah mengetahui dibohongi. Ada perasaan malu dan marah pada kakak iparnya itu."Kamu gak usah menyembunyikan semua dariku, Aleena. Kamu menyukaiku 'kan?" Sorot mata wanita cantik itu terlihat jujur, hingga Gala bisa menangkap semua cinta dalam hati Aleena untuk dirinya."Yang kucintai hanya suamiku saja, bukan kamu!" ucap Aleen
Dengan refleks Aleena membuang kembali kotak berwarna cokelat tersebut, lalu dengan gugup menjawab, "Bukan apa-apa, Mas. Hanya kotak bekas penyimpanan garam, sudah usang jadi aku beli yang baru." "Oh! Semua makanan sudah siap, 'kan? Kita makan sekarang, setelah itu kita pergi." Hanya itu yang disampaikan Galuh dan berlalu pergi meninggalkan Aleena yang masih berdiri terpaku di samping tempat sampah yang memiliki tinggi 66 cm. Agar suaminya tidak menunggu lama, dua segera melakukan apa yang diperintahkan oleh Galuh. Dia segera menghidangkan makanan lezat yang sudah dimasak di atas meja makan. Tatapannya melirik sebentar pada sang Suami yang masih sibuk dengan ponsel genggamnya. Bahkan, di saat Aleena kerepotan begini pria itu tetap cuek. Berbeda dengan saudara kembarnya yang selama tiga hari membantu wanita meskipun sekedar menata makanan yang selesai dimasaknya."Semua sudah selesai dihidangkan, Mas. Mari kita makan," kata Aleena, tapi pandangan Galuh masih tetap menatap layar ponsel
Semua atensi tamu undangan kini tertuju pada Aleena yang ternyata tidak bisa berenang. Semua orang mulai berteriak agar ada yang mau membantu, tapi Galuh sendiri sebagai suami terlihat acuh tak acuh. Beruntung Gala yang memang ikut hadir di acara tersebut langsung melompat untuk menolong wanita cantik itu. Dia mulai menggendong Aleena ala bridal style setelah keluar dari dalam kolam renang, lalu meletakkan wanita itu di sebuah kursi panjang untuk diselamatkan.Gala awalnya mengecek napas Aleena, kemudian melakukan serangkaian pertolongan pertama untuk orang tenggelam. Beruntung wanita cantik itu bisa diselamatkan, dia mulai membuka mata sembari menutup tubuhnya dengan jas yang diberikan pria yang saat ini sedang memandang lekat wajahnya."Kamu apakan istriku?" tanya Galuh sembari mendorong tubuh Gala, saudara kembarnya. Pria tampan tidak berbicara apa pun, hanya bisa berlalu pergi begitu saja karena tidak ingin terjadi pertengkaran dengan saudaranya di hadapan umum."Kamu gapapa 'kan,
Pipi yang awalnya merona karena blush on kini harus memerah karena sebuah tamparan dari suaminya. Hal itu memang sudah biasa Aleena terima, tapi untuk sakit yang dirasa masih tetap saja. Ada niatan untuk menyerah, tapi dia tidak kuasa melakukan semuanya. Wajah Aleena tertunduk, tidak berani menatap Galuh yang masih dengan amarah yang sama."Lain kali kalau aku bicara, jangan membantah! Kamu tahu sendiri 'kan, aku tidak suka dibantah!" hardik Galuh masih kesal dengan Aleena.Wanita yang masih mengenakan pakaian basah itu hanya menganggukkan kepala, kali ini bibirnya tidak berani lagi membuka suara. Semua harus diterima dengan sabar serta berusaha untuk bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa."Sekarang kamu boleh masuk, terserah mau ngapain aja di dalam rumah. Yang jelas, malam ini aku tidak ingin melihat wajahmu di tempat tidur kita," ujar Galuh mengingatkan. Memang sudah menjadi kebiasaan pria itu untuk menghindar dari sang istri ketika hatinya sedang kacau dan amarahnya masih b
Aleena masih memikirkan maksud dari isi kotak yang dibuka semalam. Bahkan fokusnya menjadi terganggu pagi ini, dia sampai salah memasukkan gula ke dalam teh hangat yang akan diminum Galuh. Seperti biasa, sebelum berangkat ke kantor. Suaminya terbiasa menyeduh teh setelah sarapan. "Mas Galuh apa masih marah padaku ya?" pikirnya ketika selesai menyiapkan sarapan di atas meja makan. Suaminya belum juga ada di kursi, padahal waktu sudah menunjukkan pukul setengah enam. Ingin rasanya Aleena pergi ke kamar untuk membangunkan sang Suami, tapi dia masih khawatir Galuh masih marah padanya perihal semalam. Setelah penuh dengan pertimbangan, akhirnya Aleena duduk di kursi menunggu suaminya datang. Tidak butuh waktu lama, hanya berkisar enam menit saja. Galuh datang dengan memakai kemeja putih dibaluti jas berwarna silver di luarnya.Pria itu tidak menatap wajah Aleena sedikitpun, juga tidak menyapa sang Istri. Itu tandanya masih ada sisa amarah yang sedang disimpannya. Sebagai seorang istri y
Tubuhnya mulai meringkuk ketakutan, berusaha untuk menghindari pria yang terlihat seperti singa kelaparan."Kamu harus mengikuti apa yang aku mau," ujar Gala dengan tatapan sengit.Aleena tidak mungkin berteriak, sebab ancaman yang sudah diberikan oleh kakak iparnya. Dia tidak berani mengambil resiko akan terus disiksa oleh Galuh jika tahu dirinya telah melakukan hubungan terlarang dengan Gala. "Aku mohon, jangan ...," rengek Aleena mengharapkan belas kasihan.Gala tidak memperdulikan Aleena, justru pria itu semakin mendekat dan ingin segera membuka pakaian wanita cantik yang sedang ketakutan itu. "Jangan, Gala. Please!" Aleena terus memohon. Namun, hasrat yang dimiliki Gala tidak dapat tertahan lagi. Dia tidak peduli dengan air mata Aleena yang telah membasahi pipi."Jangan takut, Sayang. Aku tidak akan pernah menyakitimu, tenang saja. Oya, aku juga mau berterima kasih padamu. Soalnya kamu bisa mengenaliku tanpa tertukar lagi seperti awal kita bertemu," ujar Gala tersenyum lebar.W
Netranya sudah tinggal lima watt, Aleena ngantuk berat. Namun, masih tidak memiliki keberanian untuk kembali ke kamar yang kemungkinan besar Gala masih ada di sana. "Apa harus aku tidur di dapur?" pikirnya melihat ke sekeliling dapur. Tempat yang bersih, tapi Aleena tidak yakin akan nyenyak tidur di sana.Dengan berat hati, Aleena harus kembali ke ruang tamu agar bisa istirahat di atas kasur yang empuk. Perlahan wanita cantik itu membuka pintu kamar, lalu memperhatikan ke sekeliling. Langkah pertamanya pergi ke balik lemari, siapa tahu saja Gala masih bersembunyi di sana. "Ke mana perginya dia?" pikir Aleena heran. Dia harus memastikan kakak iparnya benar-benar tidak ada di kamar itu. Dengan teliti Aleena memperhatikan setiap sudut kamar, akhirnya wanita cantik dengan rambut terurai bisa bernapas lega. Dia bersyukur karena telah terlepas dari Gala, tapi Aleena tidak berani untuk memakai pakaian piyama malam ini. Aleena memejamkan mata, lalu terlelap dalam tidurnya.***Gala masih