Share

Bab 8

Aleena masih memikirkan maksud dari isi kotak yang dibuka semalam. Bahkan fokusnya menjadi terganggu pagi ini, dia sampai salah memasukkan gula ke dalam teh hangat yang akan diminum Galuh. Seperti biasa, sebelum berangkat ke kantor. Suaminya terbiasa menyeduh teh setelah sarapan.

"Mas Galuh apa masih marah padaku ya?" pikirnya ketika selesai menyiapkan sarapan di atas meja makan.

Suaminya belum juga ada di kursi, padahal waktu sudah menunjukkan pukul setengah enam. Ingin rasanya Aleena pergi ke kamar untuk membangunkan sang Suami, tapi dia masih khawatir Galuh masih marah padanya perihal semalam.

Setelah penuh dengan pertimbangan, akhirnya Aleena duduk di kursi menunggu suaminya datang. Tidak butuh waktu lama, hanya berkisar enam menit saja. Galuh datang dengan memakai kemeja putih dibaluti jas berwarna silver di luarnya.

Pria itu tidak menatap wajah Aleena sedikitpun, juga tidak menyapa sang Istri. Itu tandanya masih ada sisa amarah yang sedang disimpannya. Sebagai seorang istri yang baik, Aleena tetap melayani Galuh dengan baik. Dia mulai menuangkan nasi goreng ke atas piring, tapi justru pria itu enggan untuk memakannya. Sang Suami lebih memilih untuk makan roti dengan selai cokelat.

"Sekali lagi aku minta maaf atas apa yang terjadi semalam, Mas." Aleena membuka suara karena tidak tahan jika harus didiemin suaminya.

Jelas tidak ada sahutan dari Galuh, pria itu justru masih sibuk mengolesi roti dengan selai cokelat.

"Aku berjanji, Mas. Tidak akan membantah ucapanmu lagi," imbuh Aleena merasa tidak nyaman dengan sikap Galuh kali ini.

Aleena pada akhirnya memilih diam karena Galuh sudah siap untuk menyantap roti yang sudah penuh dengan selai cokelat tersebut. Wanita itu ikutan sarapan dengan nasi goreng yang ditolak suaminya.

"Hari ini kamu tidak boleh kemana-mana, sekalipun hanya ingin ke supermarket. Kamu harus di rumah saja, anggap saja itu bagian dari hukumanmu karena sudah membantahku tadi malam." Galuh menjelaskan setelah selesai mengunyah rotinya.

"Apakah itu artinya aku dimaafkan, Mas?" tanya Aleena hati-hati. Dia akan melakukan apa pun demi mendapatkan maaf dari suaminya.

Galuh dengan santai menganggukkan kepala, lalu pria itu mulai menyeduh teh yang sudah disediakan Aleena.

"Mbyur!" Teh yang baru saja masuk ke mulut Galuh justru di muntahkan ke sembarang tempat.

"Teh apa ini? Kamu sengaja melakukan semua ini? Mau membalas dendam? Hah!" pekik Galuh dengan wajah memerah.

Aleena yang tidak mengerti apa pun hanya bisa bertanya, "Memang kenapa tehnya, Mas?" Wajahnya memang polos.

"Gak usah sok polos kamu! Bilang saja kamu sengaja mau meracuniku, iya 'kan?" cetus Galuh masih tidak terima dengan teh buatan Aleena yang rasanya tidak enak.

"Maaf, Mas. Aku benar-benar tidak tahu, kalau memang Mas gak suka dengan tehnya, biar aku buatkan lagi," kata Aleena berusaha menenangkan hati suaminya.

"Coba kamu minum sendiri!" Galuh menyodorkan teh pada Aleena. Perlahan wanita itu menyeduh teh tersebut yang ternyata rasanya asin. Dia mulai sadar kalau dirinya telah salah karena memasukkan garam, bukan gula.

Ucapan maaf terus dilontarkan oleh Aleena, tapi Galuh tidak mau tahu. Wanita itu harus mendapatkan hukuman lagi dari suaminya yang kejam itu. Sisa teh yang masih hangat itu langsung dituangkan ke kepala Aleena, lalu ditambah dengan air hangat yang sudah tersedia di atas meja.

"Itu pelajaran buat kamu agar tidak berbuat sesuatu yang membuatku marah lagi. Ingat ya! Semua ini masih belum seberapa, jika kamu tetap membuat masalah. Jangan harap kamu bisa tertawa lagi! Camkan itu!" pekik Galuh tanpa ampun.

Aleena menundukkan kepala, air matanya kembali membasahi pipinya yang sudah basah. Dalam hati ingin melawan, tapi tidak ada keberanian di sana.

"Gak usah nangis! Aku tidak akan luluh hanya karena tangisanmu itu! Jangan harap aku bisa berbelas kasih padamu!" cetus Galuh dengan nada tinggi.

Pria itu berlalu pergi tanpa menghiraukan perasaan Aleena yang sedang hancur. Dia sendiri tidak tahan, tapi tetap bertahan. Entah sampai kapan kesabarannya akan diuji, tapi wanita itu masih berharap Galuh akan berubah suatu hari nanti.

Kali ini Aleena tidak mengantarkan Galuh hingga ke mobil karena harus membersihkan tubuhnya dan segera mengganti pakaiannya. Sebelum itu, dia menghapus air matanya yang tidak bisa dibendung lagi.

"Kamu harus kuat, Aleena. Jangan pantang menyerah," ujar Aleena menguatkan diri.

Kalau bukan karena nasihat dari ibunya, mungkin perceraian akan menjadi pilihannya saat ini. Tidak peduli dengan pria yang sebenarnya masih dia cintai. Aleena terkadang berpikir, kenapa bisa hatinya begitu sayang pada pria yang sama sekali menyia-nyiakannya. Namun, terlepas dari semua itu. Pernikahan yang terjadi adalah pilihannya, sebisa mungkin dia harus terus mempertahankan.

***

Seharian Aleena menghabiskan waktunya di rumah seperti yang dikatakan oleh Galuh. Wanita itu tidak berani keluar karena ingin mendapatkan permintaan maaf dari suaminya. Padahal, hari ini merupakan jadwalnya melakukan perawatan. Akan tetapi, wanita itu memilih untuk menggantinya besok pagi.

"Mas Galuh kok belum pulang ya? Padahal sudah pukul lima," kata Aleena khawatir suaminya tidak akan pulang karena kesalahan yang dibuatnya tadi pagi.

Dia berusaha untuk menghubungi sang Suami, tapi tidak ada jawaban juga. Aleena akhirnya berinisiatif untuk mengirimkan pesan saja pada Galuh, siapa tahu saja nanti ada balasannya.

Sesekali wanita cantik yang memakai baju kemeja warna putih itu melirik ke arah ponsel yang ditaruh di atas meja, tapi tidak ada balasan juga dari suaminya.

Makan malam sudah disiapkan, tapi suaminya juga belum datang. Hingga terdengar bunyi klakson di teras depan rumah, akhirnya Aleena memberikan senyuman terindahnya.

Dia menyambut kedatangan Galuh, tapi pria itu masih bersikap acuh tak acuh. Dengan senang hati wanita itu mengambil alih tas yang dibawa suaminya.

"Air hangatnya sudah aku siapkan di kamar mandi, Mas. Makan malamnya juga sudah aku siapkan," kata Aleena sembari tersenyum.

Galuh pergi begitu saja tanpa mengatakan apa pun, sedangkan Aleena masih terus mengikuti dari belakang. Langkah kaki pria itu tiba-tiba berhenti, lalu mulai berbicara pada sang Istri.

"Sebagai hukuman tadi pagi, malam ini kamu tidak boleh tidur di kamarku lagi." Hanya itu yang dikatakan Galuh, hingga membuat Aleena bersedih.

"Sampai kapan kamu akan seperti ini, Mas. Kalau begini caranya, kapan aku hamil?" pikir Aleena sembari melihat punggung Galuh yang sudah menjauh pergi.

Mendengar apa yang dikatakan suaminya, Aleena tidak bisa berbuat apa pun. Dia lebih memilih mengurung diri di dalam kamar tamu, dibandingkan harus bertemu dengan suaminya yang sudah tidak mengharapkannya lagi.

Di waktu air matanya menetes perlahan, seorang pria masuk ke kamar tamu dan mengunci pintu dari dalam.

"Mau apa kamu?" tanya Aleena ketika melihat Gala yang datang entah dari mana.

"Aku ke sini hanya untuk meminta jatahku. Jika kamu menolak, maka siap-siap saja aku akan mengatakan semuanya pada Galuh tentang apa yang terjadi pada kita," ujar Gala mengancam Aleena.

Комментарии (2)
goodnovel comment avatar
Arman Imran
menurut gue baik
goodnovel comment avatar
Nurul Huda
ok aja...baik
ПРОСМОТР ВСЕХ КОММЕНТАРИЕВ

Related chapter

Latest chapter

DMCA.com Protection Status