Aleena masih memikirkan maksud dari isi kotak yang dibuka semalam. Bahkan fokusnya menjadi terganggu pagi ini, dia sampai salah memasukkan gula ke dalam teh hangat yang akan diminum Galuh. Seperti biasa, sebelum berangkat ke kantor. Suaminya terbiasa menyeduh teh setelah sarapan.
"Mas Galuh apa masih marah padaku ya?" pikirnya ketika selesai menyiapkan sarapan di atas meja makan.Suaminya belum juga ada di kursi, padahal waktu sudah menunjukkan pukul setengah enam. Ingin rasanya Aleena pergi ke kamar untuk membangunkan sang Suami, tapi dia masih khawatir Galuh masih marah padanya perihal semalam.Setelah penuh dengan pertimbangan, akhirnya Aleena duduk di kursi menunggu suaminya datang. Tidak butuh waktu lama, hanya berkisar enam menit saja. Galuh datang dengan memakai kemeja putih dibaluti jas berwarna silver di luarnya.Pria itu tidak menatap wajah Aleena sedikitpun, juga tidak menyapa sang Istri. Itu tandanya masih ada sisa amarah yang sedang disimpannya. Sebagai seorang istri yang baik, Aleena tetap melayani Galuh dengan baik. Dia mulai menuangkan nasi goreng ke atas piring, tapi justru pria itu enggan untuk memakannya. Sang Suami lebih memilih untuk makan roti dengan selai cokelat."Sekali lagi aku minta maaf atas apa yang terjadi semalam, Mas." Aleena membuka suara karena tidak tahan jika harus didiemin suaminya.Jelas tidak ada sahutan dari Galuh, pria itu justru masih sibuk mengolesi roti dengan selai cokelat."Aku berjanji, Mas. Tidak akan membantah ucapanmu lagi," imbuh Aleena merasa tidak nyaman dengan sikap Galuh kali ini.Aleena pada akhirnya memilih diam karena Galuh sudah siap untuk menyantap roti yang sudah penuh dengan selai cokelat tersebut. Wanita itu ikutan sarapan dengan nasi goreng yang ditolak suaminya."Hari ini kamu tidak boleh kemana-mana, sekalipun hanya ingin ke supermarket. Kamu harus di rumah saja, anggap saja itu bagian dari hukumanmu karena sudah membantahku tadi malam." Galuh menjelaskan setelah selesai mengunyah rotinya."Apakah itu artinya aku dimaafkan, Mas?" tanya Aleena hati-hati. Dia akan melakukan apa pun demi mendapatkan maaf dari suaminya.Galuh dengan santai menganggukkan kepala, lalu pria itu mulai menyeduh teh yang sudah disediakan Aleena."Mbyur!" Teh yang baru saja masuk ke mulut Galuh justru di muntahkan ke sembarang tempat."Teh apa ini? Kamu sengaja melakukan semua ini? Mau membalas dendam? Hah!" pekik Galuh dengan wajah memerah.Aleena yang tidak mengerti apa pun hanya bisa bertanya, "Memang kenapa tehnya, Mas?" Wajahnya memang polos."Gak usah sok polos kamu! Bilang saja kamu sengaja mau meracuniku, iya 'kan?" cetus Galuh masih tidak terima dengan teh buatan Aleena yang rasanya tidak enak."Maaf, Mas. Aku benar-benar tidak tahu, kalau memang Mas gak suka dengan tehnya, biar aku buatkan lagi," kata Aleena berusaha menenangkan hati suaminya."Coba kamu minum sendiri!" Galuh menyodorkan teh pada Aleena. Perlahan wanita itu menyeduh teh tersebut yang ternyata rasanya asin. Dia mulai sadar kalau dirinya telah salah karena memasukkan garam, bukan gula.Ucapan maaf terus dilontarkan oleh Aleena, tapi Galuh tidak mau tahu. Wanita itu harus mendapatkan hukuman lagi dari suaminya yang kejam itu. Sisa teh yang masih hangat itu langsung dituangkan ke kepala Aleena, lalu ditambah dengan air hangat yang sudah tersedia di atas meja."Itu pelajaran buat kamu agar tidak berbuat sesuatu yang membuatku marah lagi. Ingat ya! Semua ini masih belum seberapa, jika kamu tetap membuat masalah. Jangan harap kamu bisa tertawa lagi! Camkan itu!" pekik Galuh tanpa ampun.Aleena menundukkan kepala, air matanya kembali membasahi pipinya yang sudah basah. Dalam hati ingin melawan, tapi tidak ada keberanian di sana."Gak usah nangis! Aku tidak akan luluh hanya karena tangisanmu itu! Jangan harap aku bisa berbelas kasih padamu!" cetus Galuh dengan nada tinggi.Pria itu berlalu pergi tanpa menghiraukan perasaan Aleena yang sedang hancur. Dia sendiri tidak tahan, tapi tetap bertahan. Entah sampai kapan kesabarannya akan diuji, tapi wanita itu masih berharap Galuh akan berubah suatu hari nanti.Kali ini Aleena tidak mengantarkan Galuh hingga ke mobil karena harus membersihkan tubuhnya dan segera mengganti pakaiannya. Sebelum itu, dia menghapus air matanya yang tidak bisa dibendung lagi."Kamu harus kuat, Aleena. Jangan pantang menyerah," ujar Aleena menguatkan diri.Kalau bukan karena nasihat dari ibunya, mungkin perceraian akan menjadi pilihannya saat ini. Tidak peduli dengan pria yang sebenarnya masih dia cintai. Aleena terkadang berpikir, kenapa bisa hatinya begitu sayang pada pria yang sama sekali menyia-nyiakannya. Namun, terlepas dari semua itu. Pernikahan yang terjadi adalah pilihannya, sebisa mungkin dia harus terus mempertahankan.***Seharian Aleena menghabiskan waktunya di rumah seperti yang dikatakan oleh Galuh. Wanita itu tidak berani keluar karena ingin mendapatkan permintaan maaf dari suaminya. Padahal, hari ini merupakan jadwalnya melakukan perawatan. Akan tetapi, wanita itu memilih untuk menggantinya besok pagi."Mas Galuh kok belum pulang ya? Padahal sudah pukul lima," kata Aleena khawatir suaminya tidak akan pulang karena kesalahan yang dibuatnya tadi pagi.Dia berusaha untuk menghubungi sang Suami, tapi tidak ada jawaban juga. Aleena akhirnya berinisiatif untuk mengirimkan pesan saja pada Galuh, siapa tahu saja nanti ada balasannya.Sesekali wanita cantik yang memakai baju kemeja warna putih itu melirik ke arah ponsel yang ditaruh di atas meja, tapi tidak ada balasan juga dari suaminya.Makan malam sudah disiapkan, tapi suaminya juga belum datang. Hingga terdengar bunyi klakson di teras depan rumah, akhirnya Aleena memberikan senyuman terindahnya.Dia menyambut kedatangan Galuh, tapi pria itu masih bersikap acuh tak acuh. Dengan senang hati wanita itu mengambil alih tas yang dibawa suaminya."Air hangatnya sudah aku siapkan di kamar mandi, Mas. Makan malamnya juga sudah aku siapkan," kata Aleena sembari tersenyum.Galuh pergi begitu saja tanpa mengatakan apa pun, sedangkan Aleena masih terus mengikuti dari belakang. Langkah kaki pria itu tiba-tiba berhenti, lalu mulai berbicara pada sang Istri."Sebagai hukuman tadi pagi, malam ini kamu tidak boleh tidur di kamarku lagi." Hanya itu yang dikatakan Galuh, hingga membuat Aleena bersedih."Sampai kapan kamu akan seperti ini, Mas. Kalau begini caranya, kapan aku hamil?" pikir Aleena sembari melihat punggung Galuh yang sudah menjauh pergi.Mendengar apa yang dikatakan suaminya, Aleena tidak bisa berbuat apa pun. Dia lebih memilih mengurung diri di dalam kamar tamu, dibandingkan harus bertemu dengan suaminya yang sudah tidak mengharapkannya lagi.Di waktu air matanya menetes perlahan, seorang pria masuk ke kamar tamu dan mengunci pintu dari dalam."Mau apa kamu?" tanya Aleena ketika melihat Gala yang datang entah dari mana."Aku ke sini hanya untuk meminta jatahku. Jika kamu menolak, maka siap-siap saja aku akan mengatakan semuanya pada Galuh tentang apa yang terjadi pada kita," ujar Gala mengancam Aleena.Tubuhnya mulai meringkuk ketakutan, berusaha untuk menghindari pria yang terlihat seperti singa kelaparan."Kamu harus mengikuti apa yang aku mau," ujar Gala dengan tatapan sengit.Aleena tidak mungkin berteriak, sebab ancaman yang sudah diberikan oleh kakak iparnya. Dia tidak berani mengambil resiko akan terus disiksa oleh Galuh jika tahu dirinya telah melakukan hubungan terlarang dengan Gala. "Aku mohon, jangan ...," rengek Aleena mengharapkan belas kasihan.Gala tidak memperdulikan Aleena, justru pria itu semakin mendekat dan ingin segera membuka pakaian wanita cantik yang sedang ketakutan itu. "Jangan, Gala. Please!" Aleena terus memohon. Namun, hasrat yang dimiliki Gala tidak dapat tertahan lagi. Dia tidak peduli dengan air mata Aleena yang telah membasahi pipi."Jangan takut, Sayang. Aku tidak akan pernah menyakitimu, tenang saja. Oya, aku juga mau berterima kasih padamu. Soalnya kamu bisa mengenaliku tanpa tertukar lagi seperti awal kita bertemu," ujar Gala tersenyum lebar.W
Netranya sudah tinggal lima watt, Aleena ngantuk berat. Namun, masih tidak memiliki keberanian untuk kembali ke kamar yang kemungkinan besar Gala masih ada di sana. "Apa harus aku tidur di dapur?" pikirnya melihat ke sekeliling dapur. Tempat yang bersih, tapi Aleena tidak yakin akan nyenyak tidur di sana.Dengan berat hati, Aleena harus kembali ke ruang tamu agar bisa istirahat di atas kasur yang empuk. Perlahan wanita cantik itu membuka pintu kamar, lalu memperhatikan ke sekeliling. Langkah pertamanya pergi ke balik lemari, siapa tahu saja Gala masih bersembunyi di sana. "Ke mana perginya dia?" pikir Aleena heran. Dia harus memastikan kakak iparnya benar-benar tidak ada di kamar itu. Dengan teliti Aleena memperhatikan setiap sudut kamar, akhirnya wanita cantik dengan rambut terurai bisa bernapas lega. Dia bersyukur karena telah terlepas dari Gala, tapi Aleena tidak berani untuk memakai pakaian piyama malam ini. Aleena memejamkan mata, lalu terlelap dalam tidurnya.***Gala masih
Sontak saja pria itu marah dengan apa yang dilakukan Aleena. Lampu yang semula mati kembali dihidupkan oleh wanita cantik berambut panjang. Kemudian melihat wajah pria yang ditendangnya."Mas Galuh!" seru Aleena sedikit berteriak. Dia langsung membantu suaminya berdiri, tapi bantuannya ditepis oleh Galuh. Wajah pria itu terlihat marah atas apa yang sudah dilakukan oleh sang Istri."Maaf, Mas. Aku gak tahu kalau itu kamu, aku kira ...." Ucapan Aleena menggantung karena tidak mungkin dia membeberkan kejadian yang sudah dikubur rapat-rapat. Jangan sampai Galuh mendengar nama Gala agar tidak curiga. "Siapa? Memang siapa lagi yang ada di rumah ini selain kita? Hah!" hardik Galuh tegas."Gak ada, Mas. Aku benar-benar minta maaf, aku menyesal," ujar Aleena lirih.Galuh masih menahan sakit di area sensitifnya, sebab istrinya menendang dengan begitu keras. Dia sedikit merintih kesakitan, tapi masih berusaha untuk tetap biasa saja. Setelah menetralisir sakitnya, pria itu pergi begitu saja tan
Pria tampan itu tidak gampang untuk dikelabui, sebab gerak-gerik Aleena terus dipantau kemanapun pergi. Dia mengunyah makanan sembari melirik wanita yang dicintainya itu."Kamu tidak akan pernah bisa pergi dariku," ujar Gala menyeringai.Aleena terdiam, kali ini wanita tersebut benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Hanya bisa diam sembari memperhatikan Gala yang mungkin saja bisa lengah."Dari pada kamu bingung pergi dari hidupku, lebih baik terus bersamaku dan temani aku. Kalau kamu mau menurut, aku tidak akan membuatmu sedih," ujar Gala mulai bernegosiasi."Aku akan menemanimu, tapi dengan satu syarat. Kamu tidak boleh berbuat hal menjijikkan itu lagi denganku," ucap Aleena berharap Gala mau mengerti.Kakak iparnya sontak tertawa mendengar apa yang dikatakan oleh Aleena. "Tidak semudah itu untukku menyerah, kamu bisa saja pergi dariku kali ini. Namun, jangan pernah berharap kamu bisa lepas dariku." Gala berbicara penuh keyakinan. Pria itu sebenarnya tidak jahat, hanya saja cint
Tangannya memegang pipi yang memerah bekas tamparan suaminya. Kali ini dia tidak mengerti apa kesalahan yang telah dibuat."Apa salahku, Mas?" tanya Aleena meminta kejelasan."Kamu masih tanya salahmu apa? Kamu gak lihat? Bahkan sarapan di atas meja sudah tandas? Aku lapar!" hardik Galuh keras.Gala yang melihat wanita yang dicintainya meringis kesakitan iba, tidak tega melihat Aleena sengsara. Namun, pria itu tidak mungkin datang seperti pahlawan membela. Dia tahu kalau kehadirannya akan membuat Galuh semakin murka pada wanita yang terlihat tidak berdaya."Maaf, Mas. Aku kira kamu tidak mau sarapan, jadi aku habiskan makanannya," dusta Aleena karena tidak mungkin mengatakan kalau Gala yang membantu menghabiskan makanan di atas meja. "Wah ... jelas-jelas aku gak pamit. Kenapa kamu lancang sarapan sebelum memastikan aku keluar dalam keadaan kenyang? Kamu memang benar-benar istri tidak tahu diri!" pekik Galuh, netranya memerah. Amarah dari raut wajahnya terlihat jelas. "Maafkan aku, M
"Tenang, Aleena. Tenang, ada aku di sini yang akan selalu menjagamu." Gala memeluk erat Aleena, walaupun wanita itu sempat menolak serta memberontak."Aku capek, kenapa dia tidak pernah mau bersikap baik padaku. Walaupun cuma sebentar," tangis Aleena pecah. Dia sudah tidak kuasa menyimpan penderitaannya seorang diri. Semua keluh kesah akhirnya keluar dari mulutnya, tapi Gala masih bersikap seperti biasa karena sudah tahu yang sebenarnya."Kamu tenang dulu, kalau memang menangis bisa meringankan beban yang ada dalam hatimu, lakukanlah." Gala mengelus rambut Aleena dengan lembut. Hati wanita cantik berambut sedikit gelombang perlahan tenang, ada kehangatan yang tidak pernah didapatkan olehnya dari Galuh. Sejenak terbersit dalam hati lagi, kenapa bukan Gala saja yang menjadi suaminya? Isak tangis Aleena belum berhenti juga, dia meluapkan semuanya kecewa dalam hati lewat air mata. Tidak ada lagi rasa gengsi atau marah pada kakak iparnya, kecuali rasa nyaman. Gala tidak berani berjanji at
Sayangnya Aleena diusir oleh Galuh karena dianggap sudah mengganggu urusannya dengan adik iparnya. Sang istri diminta masuk untuk menyiapkan makanan karena perutnya sudah lapar.Mau tidak mau Aleena pergi meninggalkan mereka berdua, dia menghangatkan kembali makanan yang sudah dingin agar bisa dikonsumsi oleh suaminya."Apa yang sebenarnya mereka bicarakan? Kenapa mereka terlihat akrab sekali?" cecar Aleena sembari menghangatkan ayam goreng di atas wajan. Pekerjaannya belum selesai, Galuh justru memanggil Aleena dari ruang makan."Kenapa lama sekali? Aku lapar!" hardik sang Suami."Sebentar lagi selesai, Mas. Tunggu dulu ya, sabar." Aleena meminta maaf agar tidak dimarahi lagi. "Cepat! Jangan sampai aku naik pitam lagi." Galuh menjelaskan. Emosinya masih belum stabil, jadi bisa saja Aleena akan mendapatkan pukulan lagi darinya.Wanita cantik bernama Aleena kembali ke dapur untuk menghangatkan makanan yang masih tersisa. Selesainya, wanita cantik kembali menata makanan tersebut di at
Sudah berusaha untuk membujuk, tapi Aleena gagal. Pria itu memintanya agar tetap di rumah, sedang dirinya akan pergi untuk bertemu dengan Tasya. Untuk pertama kalinya, wanita cantik berlesung pipi itu sudah tidak tahan dengan tingkah suaminya. Dia pun mulai mengajukan protes."Semua ini gak adil, Mas. Kamu enak-enakan jalan sama Tasya. Sedangkan aku harus di rumah terus, aku juga ingin menikmati hidup, Mas!" protesnya setelah Galuh selesai berbicara dengan Tasya lewat panggilan telepon."Kamu sudah berani protes sekarang?" Galuh segera menarik tangan Aleena, lalu mengunci wanita itu dari luar kamar."Buka pintunya, Mas!" teriak Aleena, tapi tidak dihiraukan oleh suaminya. Pria itu tersenyum puas dan berlalu pergi meninggalkan istrinya.Air mata Aleena sudah mengering, dia berusaha mencari cara agar bisa keluar dari kamar itu secepatnya. Untuk merilekskan pikiran serta meredam amarah, wanita cantik tersebut duduk di atas tempat tidur. Lain hal dengan Galuh yang sudah siap pergi bersam