Gala menggoyangkan tubuh Aleena agar wanita itu sadarkan diri. Namun, tidak ada respon apa pun."Bangun, Aleena. Apa yang sudah terjadi? Kenapa kamu bisa begini?" Gala terus berusaha membuat Aleena bangun. Segala macam cara sudah dilakukan, hingga wanita itu membuka mata. "Kamu ngapain di sini?" tanya Aleena kaget melihat Gala yang tiba-tiba ada di hadapannya."Aku cuma ingin melihat keadaanmu saja, Aleena. Aku khawatir, ternyata firasatku benar. Dia tidak memperlakukanmu dengan baik lagi. Apa yang sudah terjadi? Kenapa kamu bisa seperti ini?" cecar Gala tidak terima. Sungguh di luar dugaan, jawaban Aleena bikin pria itu melongo. "Aku cuma capek, lalu ketiduran. Memang begitu kalau aku tidur, ketika kecapean." "Tapi kamu sudah seperti orang mati!" Gala berbicara lantang."Kamu berlebihan, Gala. Gak usah terlalu menghawatirkan diriku. Sebaiknya kamu pergi dari sini sekarang juga, terima kasih karena sudah membantuku membuka pintu yang terkunci dari luar." Aleena sangat berterima ka
Masih terngiang di telinga Aleena saat dirinya meminta pada Galuh untuk makan di tempat elit tersebut. Namun, ucapan sang suami berhasil membuatnya bersedih serta sakit hati."Kamu itu cuma kalangan kelas bawah, jadi gak cocok makan di sana. Hanya malu-maluin saja, mending kamu makan di tempat yang biasanya kamu nongkrong sama teman arisanmu. Mereka 'kan, sama dengan kamu. Sama-sama dari kelas tengah ke bawah." Kalimat itu tidak bisa dilupakan Aleena. Padahal Galuh sendiri sering ke sana bersama Tasya dan teman wanita lainnya. "Memang aku seburuk itu ya?" Aleena bermonolog, hingga Gala menyahut pelan."Dari segi apanya buruk? Siapa yang bicara kamu buruk?" cecar Gala mengira sedang diajak bicara oleh Aleena. "Oh, gak ada." Wanita cantik itu berkilah. Pikirannya kembali mengingat perlakuan Galuh yang selalu memandangnya sebelah mata. Kadang merasa heran, kenapa juga pria itu mengajaknya menikah dulu kalau pada akhirnya disia-siakan? Kalau saja nasibnya akan seperti ini, mungkin Alee
"Cepat jalan!" bisiknya pada Gala yang tidak mengerti kenapa wanita cantik yang duduk di belakang memintanya untuk segera jalan padahal lagi lampu merah."Masih lampu merah, Aleena. Sabar dulu sebentar, memang ada apa?" tanya Gala penasaran."Di samping kita ada mobil mas Galuh, aku takut ketahuan." Aleena berbisik lagi. Kemudian, Gala melihat ke samping dengan samar."Dia tidak akan melihat kita, tenang saja." Gala meyakinkan Aleena agar tidak terlalu khawatir.Hatinya bergemuruh hebat, tapi tidak bisa berbuat apa pun selain menuruti omongan Gala. Selanjutnya, lampu hijau. Pria itu langsung mempercepat laju sepeda motornya. "Kita harus sampai terlebih dulu ke rumah sebelum Galuh di sana," kata Gala tetap fokus melihat ke arah depan. Tidak ada obrolan lagi antara mereka, sebab waktu kali ini sangat berharga. Hingga mereka sampai di rumah Aleena."Ayo cepat masuk!" ajak Gala menarik tangan Aleena. Pria itu mengunci kembali wanita yang dicintai di dalam kamar, lalu pergi mengendarai s
Kesal sudah pasti, tapi Aleena tetap masih diam saja. Tidak mungkin wanita itu bertengkar dengan suaminya ketika ada Tasya. Bisa-bisa wanita yang mengaku sahabat itu semakin tertawa puas akan benih-benih kehancuran rumah tangganya. Dia melangkahkan kaki ke dapur dengan sepiring nasi serta sepotong ayam goreng kecil. Juga kecap manis yang sudah ditaburi ke atas nasi putih itu. "Lihat saja, Mas. Aku akan melakukan yang aku inginkan dan membuatku bahagia, sebagaimana kamu melakukan itu padaku." Kesabaran Aleena benar-benar sedang diuji, bahkan rasa sabar itu sudah berangsur hilang sedikit demi sedikit. Dia tidak bisa terus menerus tinggal diam di saat diremehkan seperti ini. Dia menarik napas panjang, lalu mengembuskan secara perlahan. Buliran bening yang sudah ada di sudut netra, dia hapus begitu saja. Wanita cantik itu sudah tidak sudi untuk meneteskan air mata untuk suami yang tidak mau menghargai perasaannya.Hatinya bercampur aduk dengan semua kecewa yang diberikan sang suami. Dia
Wajah Fathan dan Dira menjadi merah atas perbuatan Aleena, menantu yang selama ini sudah dianggap sebagai anak sendiri. Memang, mereka berdua keras, tapi hanya karena wanita cantik berkulit putih belum bisa memberikan keturunan. Selain itu, mereka juga kesal kalau putranya sakit hati padanya."Papa, Mama!" seru Aleena kaget. Tangannya bergetar karena telah salah menyiram orang."Maafin aku, Ma, Pa. Aku kira teman-teman arisanku yang julid, ternyata kalian," ujar Aleena sembari membersihkan tubuh papa dan mama mertuanya yang terlanjur basah kuyup."Aku benar-benar gak tahu, Ma, Pa. Coba saja kalian kabari terlebih dulu, pasti kejadiannya tidak akan begini," ucap Aleena tidak berhenti berbicara. Dia terus berusaha untuk mengambil hati kedua mertuanya yang terlihat marah. Namun, usahanya gagal karena memang mereka kesal dengan tindakan menantunya."Gak usah basa-basi lagi! Katakan saja kalau kamu memang gak suka kita ke sini! Iya 'kan?" hardik Dira, netranya melotot. "Enggak, Ma. Aku be
"Aku ke sini ingin memperhatikannya masak, Ma. Siapa tahu saja dia menaburkan racun pada kita," ujar Fathan sebelum Dira marah."Papa pintar juga, ya! Awasi saja, Pa. Mama mau mengambil air putih di kulkas," ujar Dira yang ternyata tidak curiga. Dia terlalu mempercayai sang suami, terlebih dirinya tidak melihat sesuatu yang mencurigakan. Fathan mengambil uang yang ada di dalam saku, lalu memberikan pada Aleena ketika Dira lengah. Meskipun sang menantu tidak tahu maksud dan tujuan papa mertuanya memberikan uang. Dia tetap saja mengambilnya untuk membeli pakaian yang diminta oleh sepasang suami istri yang dipanggilnya sebagai mertua. Selama Aleena tidak meminta, menurutnya semua sah-sah saja. Yang terpenting dirinya tidak ada dalam masalah. Melihat Fathan dan Dira pergi, Aleena akhirnya bisa bernapas lega. Dia bisa melanjutkan memasak dengan tenang, tanpa ada rasa takut atau khawatir yang berlebihan."Kenapa di sini, Pa? Katanya mau memperhatikan Aleena masak?" cecar Dira ketika meli
Galuh pergi begitu saja tanpa memberitahu apa kesalahan Aleena. Pun wanita itu tidak menuntut sebuah penjelasan dari suaminya. Dia memilih untuk masuk ke kamar yang sudah dianggap sebagai pengasingan bagi dirinya. Wanita cantik melihat dirinya di depan cermin, lalu menyadari sesuatu."Pantas saja mas Galuh bersikap begitu, ternyata aku terlihat kucel. Coba saja aku mencuri waktu untuk merias diri sebelum mas Galuh pulang, mungkin amarahnya tidak bertambah." Aleena menyesali sesuatu. Padahal wajah kucelnya masuk dianggap cantik oleh papa mertuanya, tapi bagi Galuh sudah jauh berbeda. Wanita itu teringat kembali akan Fathan yang dari awal sudah menawarkan untuk menanam benih dalam rahimnya agar Dira bisa mendapatkan cucu yang diinginkan. Namun, Aleena masih waras. Tidak mungkin dia mau akan ajakan papa mertuanya yang memang terlihat me*um itu. Dia menarik napas panjang, lalu mengembuskan secara perlahan. Dia melangkahkan kaki dengan malas dengan semua beban yang ada dalam benaknya. Mas
Aleena masih tidak habis pikir, apa memang sebenarnya Galuh menikahinya cuma karena ingin memiliki alat untuk disiksa? Hidupnya merasa sia-sia jika harus bersama pria yang selalu membuat batin dan fisiknya tersiksa.Mungkin masih butuh kesabaran lagi agar Aleena bisa melalui badai rumah tangga ini. Ketika wanita itu berdiri, Galuh datang sembari membawa tas belanja yang berisi pakaian. "Nanti malam kamu pakai ini, kita akan ke rumah mama dan papa malam ini juga." Galuh berbicara to the point, lalu pergi begitu saja tanpa menunggu Aleena mengatakan sepatah kata apa pun lagi. Setidaknya wanita itu masih diperhatikan dengan dibelikan pakaian baru, meskipun pakaian yang diberikan Galuh sudah banyak. Bahkan masih sekali pakai semua karena akhir-akhir ini wanita cantik tersebut jarang sekali keluar rumah. Mau dikenakan waktu di dalam rumah juga tidak mungkin karena terlalu mewah baginya.Dia mulai merias diri dengan mengenakan dress warna putih, hingga membuatnya terlihat lebih anggun dan