Share

Bab 7

Pipi yang awalnya merona karena blush on kini harus memerah karena sebuah tamparan dari suaminya. Hal itu memang sudah biasa Aleena terima, tapi untuk sakit yang dirasa masih tetap saja. Ada niatan untuk menyerah, tapi dia tidak kuasa melakukan semuanya.

Wajah Aleena tertunduk, tidak berani menatap Galuh yang masih dengan amarah yang sama.

"Lain kali kalau aku bicara, jangan membantah! Kamu tahu sendiri 'kan, aku tidak suka dibantah!" hardik Galuh masih kesal dengan Aleena.

Wanita yang masih mengenakan pakaian basah itu hanya menganggukkan kepala, kali ini bibirnya tidak berani lagi membuka suara. Semua harus diterima dengan sabar serta berusaha untuk bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

"Sekarang kamu boleh masuk, terserah mau ngapain aja di dalam rumah. Yang jelas, malam ini aku tidak ingin melihat wajahmu di tempat tidur kita," ujar Galuh mengingatkan.

Memang sudah menjadi kebiasaan pria itu untuk menghindar dari sang istri ketika hatinya sedang kacau dan amarahnya masih belum bisa diredam. Aleena yang memang sudah paham dengan watak suaminya cuma bisa mengiyakan semua yang dikatakan oleh Galuh.

"Aku kasih waktu sepuluh menit untukmu mengganti pakaian di kamar, setelah itu kamu tidak boleh berada di kamar lagi." Galuh mulai memberikan instruksi.

Aleena tidak ingin membuang-buang waktu, jadi wanita itu segera berlari kecil ke kamar. Mulai mengambil pakaian piyama yang masih tergantung di belakang pintu, lalu mengganti pakaiannya.

"Waktunya sisa lima menit lagi, aku harus cepat selesai," gumam Aleena sembari memperhatikan jam yang ada di dinding.

Dia sudah tidak peduli dengan tubuhnya yang seharusnya dibilas dulu di kamar mandi, dia cuma membersihkan dengan handuk basah. Kemudian, memakai piyama berwarna peach tersebut.

Setelah semuanya selesai, wanita itu langsung keluar dari kamar dan menuju ke kamar tamu. Di sana tempat wanita itu biasa istirahat ketika suaminya enggan untuk tidur bersamanya.

Langkah kaki Aleena berhenti di pintu kamar ruang tamu ketika mendengar suara Galuh sedang berbicara di ruang tamu.

"Siapa malam-malam begini datang bertamu?" pikirnya heran. Karena penasaran, Aleena akhirnya mengintip dari balik dinding untuk mengetahui siapa yang datang.

Netra Aleena mendadak bulat sempurna ketika melihat tamu yang sedang berbicara dengan suaminya. Seorang wanita yang tidak asing menjadi tamu di waktu malam semakin larut. Dia menghampiri wanita bernama Caily yang merupakan adik kandung Aleena.

"Eh Kakak ternyata belum tidur? Aku kira sudah tidur," ujar Caily basa-basi.

"Kamu ngapain malam-malam ke sini?" tanya Aleena penasaran.

"Aku cuma mau ngasih ini buat Kakak, tolong diterima ya." Caily mulai memberikan tas belanja berwarna coklat.

Galuh yang tidak ingin menggangu obrolan antara adik dan kakak pun pamit pergi. Pria itu harus membersihkan diri, lalu mengganti pakaiannya untuk bersiap tidur.

"Terima kasih." Dengan senang hati Aleena mengambil pemberian dari Caily.

"Maaf ya, Kak. Aku harus menggangu malam ini, soalnya aku besok gak bisa ke sini untuk memberikan itu padamu," ujar Caily memaparkan.

"Gapapa, aku malah senang karena kamu masih ingat sama aku." Aleena memberikan senyuman.

"By the way, Kakak ada masalah lagi dengan Kak Galuh? Kok wajah Kak Galuh dingin gitu?" tanya Caily ketika merasa ada yang tidak beres.

"Gapapa, aku dan suamiku baik-baik saja. Justru kita sudah bersiap untuk tidur malam ini." Aleena berbohong demi kebaikan bersama.

"Oh, ya sudah. Kalau gitu aku pamit pulang dulu ya, Kak. Soalnya sudah malam juga," pamit Caily sembari melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Jam sudah menunjukkan pukul 22.30 wib. Sudah pasti perasaan Caily tidak enak, terlebih ketika kakaknya mengatakan kalau ingin beristirahat.

"Kamu hati-hati di jalan, ya. Jangan lupa kabari Kaka kalau sudah sampai di rumah," ujar Aleena tidak ingin terjadi hal buruk pada adiknya. Dia mengantarkan Caily hingga ke depan pintu rumah, lalu Aleena kembali masuk ke rumah ketika melihat adiknya sudah mengendarai sepeda motornya.

Tidak tahu harus berbuat apalagi, Aleena akhirnya membuka tas belanja berwarna coklat yang diberikan oleh Caily. Ternyata berisi sebuah baju yang bagus dengan warna navy.

"Dia memang tahu saja cara mengambil hati," gumam Aleena, lalu menaruh kembali baju itu ke dalam tas berwarna coklat.

Tubuhnya terasa capek dan butuh istirahat, jadi wanita itu langsung masuk ke dalam kamar tamu. Di sana, pikirannya mulai tidak karuan. Terlebih ketika mengingat Gala dengan cepat membantunya.

"Andai Gala yang menjadi suamiku, bukan Galuh. Mungkin hidupku akan lebih bahagia." Aleena bermonolog. Setelah beberapa saat, wanita itu kembali tersadar akan apa yang dikatakannya tadi.

"Kamu gak boleh berpikir seperti itu, Aleena! Bagaimanapun, dia adalah kakak iparmu. Harusnya kamu membuang jauh-jauh pikiran tentangnya dan juga perasaan untuk Gala. Kalau kamu tidak ingin ada masalah, maka lupakan semuanya!" Aleena menasihati diri sendiri agar tidak terlena akan kebaikan Gala. Dia juga harus berpikir jernih, sebab mungkin saja kakak iparnya itu cuma ingin memanfaatkan dirinya saja.

Aleena terus berusaha memejamkan mata, tapi tidak bisa terlelap juga. Bayangan tentang Gala ketika membantunya terus terngiang di kepala, pun sikap Galuh yang acuh tak acuh waktu itu. Bahkan, sifat suaminya yang kasar padanya berbanding terbalik ketika bersama Tasya.

"Apa mungkin suamiku menyukai Tasya?" pikirnya menerka. Kali ini Aleena dibingungkan oleh asumsinya sendiri, hingga membuat kepalanya pening.

"Sudahlah, Aleena. Kamu gak usah berpikir macam-macam. Suamimu tidak mungkin menyukai Tasya. Kalaupun iya, kamu tidak seharusnya cemburu. Lagi pula, ingat perlakuan Galuh yang seperti tidak pernah menginginkanmu." Lagi-lagi hati dan pikiran Aleena memberikan pendapat yang tidak selaras.

Dia mulai melihat langit-langit kamar, memikirkan hidup yang dijalani sekarang. Terlebih ketika dirinya menginginkan bayi mungil di dalam rumah tangganya, tapi belum juga dikaruniai. Aleena selalu berpikir, mungkin saja kalau ada bayi dalam rumahnya. Sikap Galuh akan berubah menjadi lebih romantis dan peduli padanya. Mengingat hal itu, wanita cantik itu cuma bisa menarik napas panjang, lalu mengembuskan secara perlahan.

Selanjutnya, pikiran Aleena traveling ke sebuah kotak yang dibuang ke tempat sampah. Kali ini, wanita itu penasaran apa isi dari kotak yang diberikan Gala padanya. Dia pun beranjak dari tempat tidur untuk mengambil kotak tersebut, mencari-cari di tempat sampah untuk memungutnya kembali.

Dia terus mencari, hingga kotak itu ditemukan.

"Akhirnya ketemu juga," ujar Aleena menyembunyikan kotak tersebut. Dia tidak ingin ketahuan oleh Galuh yang bisa saja malam ini terjaga untuk mengambil segelas air putih ke dapur.

Aleena segera masuk ke kamar, lalu membuka kotak tersebut. Isinya membuat wanita itu terkejut dan keheranan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status