Pipi yang awalnya merona karena blush on kini harus memerah karena sebuah tamparan dari suaminya. Hal itu memang sudah biasa Aleena terima, tapi untuk sakit yang dirasa masih tetap saja. Ada niatan untuk menyerah, tapi dia tidak kuasa melakukan semuanya.
Wajah Aleena tertunduk, tidak berani menatap Galuh yang masih dengan amarah yang sama."Lain kali kalau aku bicara, jangan membantah! Kamu tahu sendiri 'kan, aku tidak suka dibantah!" hardik Galuh masih kesal dengan Aleena.Wanita yang masih mengenakan pakaian basah itu hanya menganggukkan kepala, kali ini bibirnya tidak berani lagi membuka suara. Semua harus diterima dengan sabar serta berusaha untuk bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa."Sekarang kamu boleh masuk, terserah mau ngapain aja di dalam rumah. Yang jelas, malam ini aku tidak ingin melihat wajahmu di tempat tidur kita," ujar Galuh mengingatkan.Memang sudah menjadi kebiasaan pria itu untuk menghindar dari sang istri ketika hatinya sedang kacau dan amarahnya masih belum bisa diredam. Aleena yang memang sudah paham dengan watak suaminya cuma bisa mengiyakan semua yang dikatakan oleh Galuh."Aku kasih waktu sepuluh menit untukmu mengganti pakaian di kamar, setelah itu kamu tidak boleh berada di kamar lagi." Galuh mulai memberikan instruksi.Aleena tidak ingin membuang-buang waktu, jadi wanita itu segera berlari kecil ke kamar. Mulai mengambil pakaian piyama yang masih tergantung di belakang pintu, lalu mengganti pakaiannya."Waktunya sisa lima menit lagi, aku harus cepat selesai," gumam Aleena sembari memperhatikan jam yang ada di dinding.Dia sudah tidak peduli dengan tubuhnya yang seharusnya dibilas dulu di kamar mandi, dia cuma membersihkan dengan handuk basah. Kemudian, memakai piyama berwarna peach tersebut.Setelah semuanya selesai, wanita itu langsung keluar dari kamar dan menuju ke kamar tamu. Di sana tempat wanita itu biasa istirahat ketika suaminya enggan untuk tidur bersamanya.Langkah kaki Aleena berhenti di pintu kamar ruang tamu ketika mendengar suara Galuh sedang berbicara di ruang tamu."Siapa malam-malam begini datang bertamu?" pikirnya heran. Karena penasaran, Aleena akhirnya mengintip dari balik dinding untuk mengetahui siapa yang datang.Netra Aleena mendadak bulat sempurna ketika melihat tamu yang sedang berbicara dengan suaminya. Seorang wanita yang tidak asing menjadi tamu di waktu malam semakin larut. Dia menghampiri wanita bernama Caily yang merupakan adik kandung Aleena."Eh Kakak ternyata belum tidur? Aku kira sudah tidur," ujar Caily basa-basi."Kamu ngapain malam-malam ke sini?" tanya Aleena penasaran."Aku cuma mau ngasih ini buat Kakak, tolong diterima ya." Caily mulai memberikan tas belanja berwarna coklat.Galuh yang tidak ingin menggangu obrolan antara adik dan kakak pun pamit pergi. Pria itu harus membersihkan diri, lalu mengganti pakaiannya untuk bersiap tidur."Terima kasih." Dengan senang hati Aleena mengambil pemberian dari Caily."Maaf ya, Kak. Aku harus menggangu malam ini, soalnya aku besok gak bisa ke sini untuk memberikan itu padamu," ujar Caily memaparkan."Gapapa, aku malah senang karena kamu masih ingat sama aku." Aleena memberikan senyuman."By the way, Kakak ada masalah lagi dengan Kak Galuh? Kok wajah Kak Galuh dingin gitu?" tanya Caily ketika merasa ada yang tidak beres."Gapapa, aku dan suamiku baik-baik saja. Justru kita sudah bersiap untuk tidur malam ini." Aleena berbohong demi kebaikan bersama."Oh, ya sudah. Kalau gitu aku pamit pulang dulu ya, Kak. Soalnya sudah malam juga," pamit Caily sembari melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Jam sudah menunjukkan pukul 22.30 wib. Sudah pasti perasaan Caily tidak enak, terlebih ketika kakaknya mengatakan kalau ingin beristirahat."Kamu hati-hati di jalan, ya. Jangan lupa kabari Kaka kalau sudah sampai di rumah," ujar Aleena tidak ingin terjadi hal buruk pada adiknya. Dia mengantarkan Caily hingga ke depan pintu rumah, lalu Aleena kembali masuk ke rumah ketika melihat adiknya sudah mengendarai sepeda motornya.Tidak tahu harus berbuat apalagi, Aleena akhirnya membuka tas belanja berwarna coklat yang diberikan oleh Caily. Ternyata berisi sebuah baju yang bagus dengan warna navy."Dia memang tahu saja cara mengambil hati," gumam Aleena, lalu menaruh kembali baju itu ke dalam tas berwarna coklat.Tubuhnya terasa capek dan butuh istirahat, jadi wanita itu langsung masuk ke dalam kamar tamu. Di sana, pikirannya mulai tidak karuan. Terlebih ketika mengingat Gala dengan cepat membantunya."Andai Gala yang menjadi suamiku, bukan Galuh. Mungkin hidupku akan lebih bahagia." Aleena bermonolog. Setelah beberapa saat, wanita itu kembali tersadar akan apa yang dikatakannya tadi."Kamu gak boleh berpikir seperti itu, Aleena! Bagaimanapun, dia adalah kakak iparmu. Harusnya kamu membuang jauh-jauh pikiran tentangnya dan juga perasaan untuk Gala. Kalau kamu tidak ingin ada masalah, maka lupakan semuanya!" Aleena menasihati diri sendiri agar tidak terlena akan kebaikan Gala. Dia juga harus berpikir jernih, sebab mungkin saja kakak iparnya itu cuma ingin memanfaatkan dirinya saja.Aleena terus berusaha memejamkan mata, tapi tidak bisa terlelap juga. Bayangan tentang Gala ketika membantunya terus terngiang di kepala, pun sikap Galuh yang acuh tak acuh waktu itu. Bahkan, sifat suaminya yang kasar padanya berbanding terbalik ketika bersama Tasya."Apa mungkin suamiku menyukai Tasya?" pikirnya menerka. Kali ini Aleena dibingungkan oleh asumsinya sendiri, hingga membuat kepalanya pening."Sudahlah, Aleena. Kamu gak usah berpikir macam-macam. Suamimu tidak mungkin menyukai Tasya. Kalaupun iya, kamu tidak seharusnya cemburu. Lagi pula, ingat perlakuan Galuh yang seperti tidak pernah menginginkanmu." Lagi-lagi hati dan pikiran Aleena memberikan pendapat yang tidak selaras.Dia mulai melihat langit-langit kamar, memikirkan hidup yang dijalani sekarang. Terlebih ketika dirinya menginginkan bayi mungil di dalam rumah tangganya, tapi belum juga dikaruniai. Aleena selalu berpikir, mungkin saja kalau ada bayi dalam rumahnya. Sikap Galuh akan berubah menjadi lebih romantis dan peduli padanya. Mengingat hal itu, wanita cantik itu cuma bisa menarik napas panjang, lalu mengembuskan secara perlahan.Selanjutnya, pikiran Aleena traveling ke sebuah kotak yang dibuang ke tempat sampah. Kali ini, wanita itu penasaran apa isi dari kotak yang diberikan Gala padanya. Dia pun beranjak dari tempat tidur untuk mengambil kotak tersebut, mencari-cari di tempat sampah untuk memungutnya kembali.Dia terus mencari, hingga kotak itu ditemukan."Akhirnya ketemu juga," ujar Aleena menyembunyikan kotak tersebut. Dia tidak ingin ketahuan oleh Galuh yang bisa saja malam ini terjaga untuk mengambil segelas air putih ke dapur.Aleena segera masuk ke kamar, lalu membuka kotak tersebut. Isinya membuat wanita itu terkejut dan keheranan.Aleena masih memikirkan maksud dari isi kotak yang dibuka semalam. Bahkan fokusnya menjadi terganggu pagi ini, dia sampai salah memasukkan gula ke dalam teh hangat yang akan diminum Galuh. Seperti biasa, sebelum berangkat ke kantor. Suaminya terbiasa menyeduh teh setelah sarapan. "Mas Galuh apa masih marah padaku ya?" pikirnya ketika selesai menyiapkan sarapan di atas meja makan. Suaminya belum juga ada di kursi, padahal waktu sudah menunjukkan pukul setengah enam. Ingin rasanya Aleena pergi ke kamar untuk membangunkan sang Suami, tapi dia masih khawatir Galuh masih marah padanya perihal semalam. Setelah penuh dengan pertimbangan, akhirnya Aleena duduk di kursi menunggu suaminya datang. Tidak butuh waktu lama, hanya berkisar enam menit saja. Galuh datang dengan memakai kemeja putih dibaluti jas berwarna silver di luarnya.Pria itu tidak menatap wajah Aleena sedikitpun, juga tidak menyapa sang Istri. Itu tandanya masih ada sisa amarah yang sedang disimpannya. Sebagai seorang istri y
Tubuhnya mulai meringkuk ketakutan, berusaha untuk menghindari pria yang terlihat seperti singa kelaparan."Kamu harus mengikuti apa yang aku mau," ujar Gala dengan tatapan sengit.Aleena tidak mungkin berteriak, sebab ancaman yang sudah diberikan oleh kakak iparnya. Dia tidak berani mengambil resiko akan terus disiksa oleh Galuh jika tahu dirinya telah melakukan hubungan terlarang dengan Gala. "Aku mohon, jangan ...," rengek Aleena mengharapkan belas kasihan.Gala tidak memperdulikan Aleena, justru pria itu semakin mendekat dan ingin segera membuka pakaian wanita cantik yang sedang ketakutan itu. "Jangan, Gala. Please!" Aleena terus memohon. Namun, hasrat yang dimiliki Gala tidak dapat tertahan lagi. Dia tidak peduli dengan air mata Aleena yang telah membasahi pipi."Jangan takut, Sayang. Aku tidak akan pernah menyakitimu, tenang saja. Oya, aku juga mau berterima kasih padamu. Soalnya kamu bisa mengenaliku tanpa tertukar lagi seperti awal kita bertemu," ujar Gala tersenyum lebar.W
Netranya sudah tinggal lima watt, Aleena ngantuk berat. Namun, masih tidak memiliki keberanian untuk kembali ke kamar yang kemungkinan besar Gala masih ada di sana. "Apa harus aku tidur di dapur?" pikirnya melihat ke sekeliling dapur. Tempat yang bersih, tapi Aleena tidak yakin akan nyenyak tidur di sana.Dengan berat hati, Aleena harus kembali ke ruang tamu agar bisa istirahat di atas kasur yang empuk. Perlahan wanita cantik itu membuka pintu kamar, lalu memperhatikan ke sekeliling. Langkah pertamanya pergi ke balik lemari, siapa tahu saja Gala masih bersembunyi di sana. "Ke mana perginya dia?" pikir Aleena heran. Dia harus memastikan kakak iparnya benar-benar tidak ada di kamar itu. Dengan teliti Aleena memperhatikan setiap sudut kamar, akhirnya wanita cantik dengan rambut terurai bisa bernapas lega. Dia bersyukur karena telah terlepas dari Gala, tapi Aleena tidak berani untuk memakai pakaian piyama malam ini. Aleena memejamkan mata, lalu terlelap dalam tidurnya.***Gala masih
Sontak saja pria itu marah dengan apa yang dilakukan Aleena. Lampu yang semula mati kembali dihidupkan oleh wanita cantik berambut panjang. Kemudian melihat wajah pria yang ditendangnya."Mas Galuh!" seru Aleena sedikit berteriak. Dia langsung membantu suaminya berdiri, tapi bantuannya ditepis oleh Galuh. Wajah pria itu terlihat marah atas apa yang sudah dilakukan oleh sang Istri."Maaf, Mas. Aku gak tahu kalau itu kamu, aku kira ...." Ucapan Aleena menggantung karena tidak mungkin dia membeberkan kejadian yang sudah dikubur rapat-rapat. Jangan sampai Galuh mendengar nama Gala agar tidak curiga. "Siapa? Memang siapa lagi yang ada di rumah ini selain kita? Hah!" hardik Galuh tegas."Gak ada, Mas. Aku benar-benar minta maaf, aku menyesal," ujar Aleena lirih.Galuh masih menahan sakit di area sensitifnya, sebab istrinya menendang dengan begitu keras. Dia sedikit merintih kesakitan, tapi masih berusaha untuk tetap biasa saja. Setelah menetralisir sakitnya, pria itu pergi begitu saja tan
Pria tampan itu tidak gampang untuk dikelabui, sebab gerak-gerik Aleena terus dipantau kemanapun pergi. Dia mengunyah makanan sembari melirik wanita yang dicintainya itu."Kamu tidak akan pernah bisa pergi dariku," ujar Gala menyeringai.Aleena terdiam, kali ini wanita tersebut benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Hanya bisa diam sembari memperhatikan Gala yang mungkin saja bisa lengah."Dari pada kamu bingung pergi dari hidupku, lebih baik terus bersamaku dan temani aku. Kalau kamu mau menurut, aku tidak akan membuatmu sedih," ujar Gala mulai bernegosiasi."Aku akan menemanimu, tapi dengan satu syarat. Kamu tidak boleh berbuat hal menjijikkan itu lagi denganku," ucap Aleena berharap Gala mau mengerti.Kakak iparnya sontak tertawa mendengar apa yang dikatakan oleh Aleena. "Tidak semudah itu untukku menyerah, kamu bisa saja pergi dariku kali ini. Namun, jangan pernah berharap kamu bisa lepas dariku." Gala berbicara penuh keyakinan. Pria itu sebenarnya tidak jahat, hanya saja cint
Tangannya memegang pipi yang memerah bekas tamparan suaminya. Kali ini dia tidak mengerti apa kesalahan yang telah dibuat."Apa salahku, Mas?" tanya Aleena meminta kejelasan."Kamu masih tanya salahmu apa? Kamu gak lihat? Bahkan sarapan di atas meja sudah tandas? Aku lapar!" hardik Galuh keras.Gala yang melihat wanita yang dicintainya meringis kesakitan iba, tidak tega melihat Aleena sengsara. Namun, pria itu tidak mungkin datang seperti pahlawan membela. Dia tahu kalau kehadirannya akan membuat Galuh semakin murka pada wanita yang terlihat tidak berdaya."Maaf, Mas. Aku kira kamu tidak mau sarapan, jadi aku habiskan makanannya," dusta Aleena karena tidak mungkin mengatakan kalau Gala yang membantu menghabiskan makanan di atas meja. "Wah ... jelas-jelas aku gak pamit. Kenapa kamu lancang sarapan sebelum memastikan aku keluar dalam keadaan kenyang? Kamu memang benar-benar istri tidak tahu diri!" pekik Galuh, netranya memerah. Amarah dari raut wajahnya terlihat jelas. "Maafkan aku, M
"Tenang, Aleena. Tenang, ada aku di sini yang akan selalu menjagamu." Gala memeluk erat Aleena, walaupun wanita itu sempat menolak serta memberontak."Aku capek, kenapa dia tidak pernah mau bersikap baik padaku. Walaupun cuma sebentar," tangis Aleena pecah. Dia sudah tidak kuasa menyimpan penderitaannya seorang diri. Semua keluh kesah akhirnya keluar dari mulutnya, tapi Gala masih bersikap seperti biasa karena sudah tahu yang sebenarnya."Kamu tenang dulu, kalau memang menangis bisa meringankan beban yang ada dalam hatimu, lakukanlah." Gala mengelus rambut Aleena dengan lembut. Hati wanita cantik berambut sedikit gelombang perlahan tenang, ada kehangatan yang tidak pernah didapatkan olehnya dari Galuh. Sejenak terbersit dalam hati lagi, kenapa bukan Gala saja yang menjadi suaminya? Isak tangis Aleena belum berhenti juga, dia meluapkan semuanya kecewa dalam hati lewat air mata. Tidak ada lagi rasa gengsi atau marah pada kakak iparnya, kecuali rasa nyaman. Gala tidak berani berjanji at
Sayangnya Aleena diusir oleh Galuh karena dianggap sudah mengganggu urusannya dengan adik iparnya. Sang istri diminta masuk untuk menyiapkan makanan karena perutnya sudah lapar.Mau tidak mau Aleena pergi meninggalkan mereka berdua, dia menghangatkan kembali makanan yang sudah dingin agar bisa dikonsumsi oleh suaminya."Apa yang sebenarnya mereka bicarakan? Kenapa mereka terlihat akrab sekali?" cecar Aleena sembari menghangatkan ayam goreng di atas wajan. Pekerjaannya belum selesai, Galuh justru memanggil Aleena dari ruang makan."Kenapa lama sekali? Aku lapar!" hardik sang Suami."Sebentar lagi selesai, Mas. Tunggu dulu ya, sabar." Aleena meminta maaf agar tidak dimarahi lagi. "Cepat! Jangan sampai aku naik pitam lagi." Galuh menjelaskan. Emosinya masih belum stabil, jadi bisa saja Aleena akan mendapatkan pukulan lagi darinya.Wanita cantik bernama Aleena kembali ke dapur untuk menghangatkan makanan yang masih tersisa. Selesainya, wanita cantik kembali menata makanan tersebut di at