Share

Bab 3

Aleena sungguh terkejut dengan pemandangan yang ada di hadapannya kali ini. Dia tidak tahu harus berbicara apa.

"Ayo, Sayang. Kita masuk? Kenapa hanya bengong di sini saja?" tanya pria tampan yang lebih familiar di pandangan Aleena.

Setelah meyakinkan diri, wanita itu pun mengajak pria yang diyakini suaminya itu masuk. Dia masih bingung, tapi tidak bisa berkata apa pun lagi. Hanya bisa menyesal karena tidak bisa mengetahui mana suaminya yang asli. Wanita itu terus memperhatikan, dari segala sikap pria itu lebih pantas disebutnya suami. Dari pada pria yang tiga hari terakhir menemani hari-harinya.

"Kenapa ponselmu mati?" tanya Galuh yang baru pulang dari luar kota. Wajahnya terlihat kesal karena selama di luar kota, Aleena tampak mengabaikan pesan darinya.

"Maaf, Mas. Ponselku rusak, belum diservis." Aleena menjawab dengan gugup.

"Hey! Adik kembarku yang tampan, rupanya kamu baru saja pulang!" teriak pria yang memiliki dagu lebih lebar sedikit tersebut. Wajah mereka memang mirip, hingga seseorang yang tidak teliti di bagian bahu akan terkecoh.

"Kamu kapan pulang?" tanya Galuh ketus.

Gala saudara kembarnya yang usil hanya bisa tersenyum, tanpa mengatakan apa pun. Dia hanya meminta maaf karena pulang ke rumah adik kembarnya tanpa memberitahu terlebih dulu. Galuh lupa kalau kakak kembarnya itu memiliki kunci cadangan rumah, jadi dia bisa saja keluar masuk ke rumah itu tanpa izin terlebih dulu.

"Kamu pasti capek 'kan? Lebih baik kamu istirahat saja dulu," ujar Gala tersenyum tipis.

Galuh tidak menggubris, hanya melihat ke arah Aleena yang terus menundukkan kepala. Ada sesuatu yang mencurigakan, tapi pria itu memilih untuk cuek.

Alih-alih sang Suami menyoroti tajam ke arahnya, Aleena pun menawarkan segelas kopi untuk suaminya.

"Jangan lupa buatkan aku juga satu gelas kopi, adik ipar yang cantik." Gala mulai menggoda Aleena.

"Kamu gak usah macam-macam sama istriku!" kata Galuh tegas.

"Tenang saja, aku tidak akan berani macam-macam." Gala menyeringai.

Mereka mengobrol tidak seperti saudara kembar pada umumnya, terlihat ada kebencian yang terpancar dari netra Gala dan juga Galuh. Lain hal dengan Aleena yang tiba-tiba kebingungan sendiri. Hingga tangannya terkena air panas sedikit.

"Kenapa aku bisa sebodoh ini?" pikirnya kesal. Dia tidak bisa menyalahkan siapa pun selain dirinya karena sudah berbuat sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan.

"Apa yang harus aku lakukan agar mas Galuh tidak mengetahui semua yang terjadi? Semoga saja dia tidak membeberkan semuanya!" Pikirannya benar-benar kalut saat ini, hanya bisa berdo'a yang banyak agar sang Suami tidak mengetahui penghianatan yang dilakukan tanpa sengaja.

Tangannya masih gemetar, pikirannya cuma bisa menerka-nerka semua yang terjadi. Hingga wanita itu sampai di hadapan kedua pria yang berwajah kembar tersebut.

Dia mulai menaruh kopi di atas meja, tidak lupa wanita cantik itu memberikan senyuman pada suaminya.

"Silakan diminum, Mas." Aleena berbicara pelan.

"Terima kasih, Sayang." Sekilas pria itu memberikan instruksi pada istrinya untuk masuk ke kamar terlebih dulu.

Ada hal penting yang akan dibahas oleh saudara kembar tersebut mengenai pembagian tanah warisan, bahkan Galuh meminta Gala untuk segera pergi dari rumah yang sudah ditempati dengan istrinya.

"Kamu ingat satu hal, rumah ini juga rumahku sebelum kamu menikah. Jadi, kamu tidak punya hak untuk mengusirku dari sini!" papar Gala menuntut haknya.

"Kamu 'kan, seorang Kakak. Seharusnya kamu bisa mengalah pada adikmu ini! Lagi pula, harta keluarga kita banyak. Kamu tinggal minta saja pada kedua orang tua kita rumah untukmu juga," kata Galuh memberikan nasihat.

"Harus berapa lama aku harus mengalah padamu? Aku tidak mau selalu di anak tiri kan oleh kedua orang tua kita. Harusnya kamu yang mengalah demi aku," ucap Gala tidak terima.

"Terserah kamu saja, yang jelas kamu harus keluar dari rumah ini sekarang juga! Jika tidak, akan aku seret paksa!" ujar Galuh tegas.

Gala menghela napas panjang, lalu mengeluarkan secara perlahan. Dia sendiri enggan untuk keluar dari rumah yang sudah membuatnya nyaman, pun seorang wanita yang ada di sana. Pria itu bahkan merindukan belaian Aleena lagi. Seharusnya itu tidak terjadi, tapi hatinya tidak bisa berbohong lagi.

"Kenapa kamu masih di sini? Apa kamu tidak paham dengan apa yang aku maksud?" cecar Galuh kesal melihat saudara kembarnya masih diam sembari tersenyum.

"Aku masih betah adikku sayang. Bagaimana kalau izinkan aku untuk tinggal beberapa hari lagi di rumah ini?" pintanya memelas.

"Sudah tidak ada toleransi lagi dariku. Hari ini juga kamu harus keluar, jangan pernah kembali lagi ke rumah ini!" hardik Galuh dengan sorot mata yang tajam.

"Jangan galak-galak gitu dong," ucap Gala menyeringai.

Galuh sudah habis kesabaran, jadi pria itu pun mengambil ponselnya untuk menghubungi kedua orang tuanya. Namun, hal itu justru dicegah oleh Gala.

"Kamu sudah dewasa, dan punya istri juga. Seharusnya tidak usah kamu mengadu sama Papa dan Mama. Apa kamu memang sengaja ingin aku dimarahi oleh mereka? Hah!" pekik Gala kesal.

"Kalau kamu masih bersikeras mau tinggal di rumah ini, aku tidak akan segan-segan mengadukan pada Mama dan Papa." Galuh terlihat semakin kesal.

Tidak ada pilihan lain yang bisa dilakukan oleh Gala selain menuruti permintaan saudara kembarnya.

"Baik, aku akan pergi sekarang juga." Gala berdiri, lalu meninggalkan saudara kembarnya yang masih duduk di atas sofa sembari menikmati segelas kopi.

Gala masuk ke kamar untuk membereskan semua barang miliknya. Hati kecilnya merasa berat untuk meninggalkan rumah yang memiliki kenangan indah bersama adik iparnya itu.

"Coba saja dia itu milikku. Sudah pasti hidupku akan bahagia," gumamnya.

Selanjutnya, pria itu merebahkan tubuhnya sembari melihat langit-langit kamar. Dia kembali bernostalgia hal yang tidak seharusnya ada dalam angannya. Semua tentang Aleena menari-nari di pelupuk mata, hingga pria itu tidak berhenti tersenyum bahagia.

"Kenapa juga dia secepat ini pulang!" gerutunya lagi.

Sedangkan di kamar lain, Galuh masih tampak kesal dan menghampiri sang Istri.

"Aku ingin mandi air hangat," pinta pria tampan tersebut.

Aleena tidak banyak bicara, langsung menyediakan air hangat untuk suaminya mandi. Selang beberapa menit kemudian, dia menemui Galuh kembali.

"Air hangatnya sudah siap, Mas." Aleena berbicara pelan.

"Terima kasih." Hanya itu yang bisa diucapkan oleh Galuh. Dia sendiri malas berbicara panjang lebar setelah berdebat dengan saudara kembarnya.

Aleena menggunakan kesempatan itu untuk menemui Gala secara diam-diam. Dia tidak terima dengan semua yang telah terjadi. Rasanya malu sekali, tapi tetap saja semua kesalahan ada pada kakak ipar yang tidak menjelaskan dari awal. Wanita itu yakin, pasti pria itu melakukan dengan sengaja. Langkah kakinya di percepat, lalu menggedor pintu kamar Gala.

"Wah, Sayang. Ada apa? Apakah kamu merindukanku?" cecar Gala menyeringai.

"Plak!" Sebuah tangan melayang ke arah pipi sebelah kanan Gala.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status