Gala mengusap pipi kanannya dengan lembut, lalu tersenyum manis. "Ini adalah hadiah terindah yang aku dapatkan setelah semua yang terjadi pada kita tiga hari terakhir ini." Bibirnya tersenyum puas.
"Jangan lagi kamu ungkit apa yang telah terjadi pada kita tiga hari terakhir ini. Sungguh menjijikkan!" seru Aleena meringis. Dia meludah sedikit ke arah samping, lalu kembali menatap pria di hadapannya."Kamu sudah membuatku candu," kata Gala mengucapkan perkataan yang tidak pantas sebagai kakak ipar."Diam! Aku tidak ingin mendengarkan omong kosong darimu!" hardik Aleena kesal.Tidak menutup kemungkinan, dia merasakan hal yang beda ketika bersama Gala. Namun, setelah mengetahui dibohongi. Ada perasaan malu dan marah pada kakak iparnya itu."Kamu gak usah menyembunyikan semua dariku, Aleena. Kamu menyukaiku 'kan?" Sorot mata wanita cantik itu terlihat jujur, hingga Gala bisa menangkap semua cinta dalam hati Aleena untuk dirinya."Yang kucintai hanya suamiku saja, bukan kamu!" ucap Aleena enteng."Mau seribu kali kamu mengatakan hal itu, tetap saja cintamu hanya untukku." Gala memberikan senyuman puas. "Kalau kamu tidak mau menuruti mauku, aku akan membeberkan apa yang sudah kita lakukan tiga hari terakhir." Gala mulai mengancam.Aleena berpikir sejenak, lalu bertanya, "Apa yang kamu inginkan?"Sebelum Gala menjawab, terdengar suara Galuh memanggil istrinya. "Kamu tulis nomormu di ponselku. Nanti aku kirim pesan padamu," kata Gala memberikan ponselnya.Wanita itu tidak memiliki pilihan lain, dari pada melihat suaminya murka, lebih baik menuruti apa yang diinginkan oleh kakak iparnya."Adik ipar yang manis," puji Gala sembari memegang dagu Aleena, meskipun sempat ditepis begitu saja.Wanita itu pergi setelah memberikan nomor ponselnya. Dia kembali ke kamar menemui suaminya yang sudah selesai membersihkan tubuh."Ada apa, Mas?" tanya Aleena pelan."Hari ini aku capek, pijitin aku," sahut Galuh sembari meregangkan otot tubuhnya."Baik, Mas."Wanita itu memijat tubuh suaminya secara perlahan, di waktu itu juga kenangan bersama Gala menghantui pikirannya."Aku tidak boleh seperti ini!" Aleena bermonolog."Maksudnya apa?" tanya Galuh yang mendengar ucapan Aleena."Gak ada, Mas." Aleena tidak habis pikir, kenapa harus teringat sesuatu yang menjijikkan itu.Selesai memijat suaminya, Galuh meminta agar Aleena memasak makanan kesukaannya. Sebagai istri yang patuh, wanita itu langsung bergegas pergi ke dapur untuk membuatkan makanan untuk suaminya yang masih terlihat capek. Kalau dilihat sekilas, seperti banyak beban yang saat ini sedang pria itu simpan. Namun, Aleena sendiri tidak berani untuk bertanya banyak.Spatula sudah ada dalam genggaman tangan, Aleena dengan lihai menggoreng ikan tongkol kesukaan suaminya. Wanita itu sembari melamun tentang sesuatu yang seharusnya tidak boleh terbersit dalam benaknya walaupun sekilas saja."Sadar, Aleena! Dia itu kakak iparmu! Tidak sepantasnya kamu memikirkannya terlalu jauh," ucap Aleena bermonolog.Begitu susah menghapus tentang kejadian tiga hari terakhir. Semakin Aleena berusaha melupakannya, maka bayangan tentang malam-malam yang panas selalu berhasil membuat pikirannya kembali kacau. Terlebih, kakak ipar memiliki wajah yang lebih familiar dibandingkan suaminya sendiri.Wanita cantik berpakaian putih itu kembali fokus memasak, tanpa melihat ke arah mana pun. Bahkan saking fokusnya, Aleena tidak mendengarkan suara langkah kaki yang saat ini sedang ke arahnya. Sebuah tangan tiba-tiba melingkar di pinggang wanita cantik tersebut, lalu suara serak itu mulai berbisik secara pelan. "Jika kamu teriak, aku tidak akan bertanggung jawab kalau suamimu memarahi kita." Aleena tahu betul, siapa pria yang mulai bersikap tidak sopan itu.Aleena hanya bisa menurut, beruntung pelukan itu tidak berlangsung lama. Ketika kedua tangan Gala terlepas, wanita itu langsung menjitak kepala pria tampan tersebut dengan spatula."Jangan marah gitu dong, bukankah kita sudah terbiasa melakukannya?" Gala menyeringai dengan senyuman nakal."Aku tidak menyangka kalau suamiku memiliki saudara kembar tidak memiliki hati sepertimu!" cetus Aleena masih kesal. Meskipun dalam hati kecilnya wanita itu lebih tertarik pada kakak iparnya, tapi bukan berarti wanita itu harus terkesan murahan."Aku ke sini cuma mau pamit, tapi sebelum itu aku ingin memberikan ini padamu," ujar Gala sembari memberikan kotak berwarna cokelat."Aku tidak butuh apa pun darimu, lebih baik kamu bawa kembali kotak itu!" kata Aleena kembali berkutat dengan urusan dapur."Terserah kamu mau mengambilnya atau membuangnya, yang jelas di dalam kotak itu ada hal yang harus kamu tahu." Hanya itu yang Gala katakan hingga membuat Aleena bingung."Sudah aku bilang, aku tidak butuh. Kalau kamu mau ke luar dari rumah ini, silakan saja. Tanpa harus pamit padaku, sebab dari awal kehadiranmu tidak pernah diharapkan," jelas Aleena tanpa melihat ke arah Gala sedikitpun."Baik, aku berharap kamu tidak akan pernah merindukanku." Gala berbicara dengan penuh percaya diri.Obrolan mereka belum selesai, masih banyak hal yang ingin Gala bicarakan sebelum pergi dari rumah itu. Namun, kedatangan Galuh merusak semuanya. Pria itu datang dengan amarah yang masih terlihat jelas dari raut wajahnya."Kenapa kamu masih ada di sini? Seharusnya kamu sudah pergi dari tadi!" hardik Galuh dengan nada sedikit tinggi."Sabar adikku yang manis, gak usah galak-galak begitu," ucap Gala memberikan senyuman tipis."Aku ke sini karena ingin makan sebentar, apa kamu tega membuat saudara kembarmu ini pergi dalam keadaan perut lapar?" Gala menyeringai.Galuh memalingkan wajah karena tidak suka dengan kakaknya yang terus membual padanya."Gak ada jatah makan untukmu, lebih baik kamu pergi sekarang juga!" usir Galuh tegas.Aleena mulai heran pada kedua saudara itu, kenapa mereka bisa tidak akur. Padahal, sudah jelas mereka saudara kembar. Memang pernikahannya dengan Galuh sudah menginjak usia tiga tahun, tapi wanita itu masih belum tahu seluk beluk keluarga tersebut. Termasuk penyebab pertengkaran antara suaminya dengan kakak iparnya. Dia hanya bisa melihat sekilas, bahwa sang Suami begitu serakah dan membenci Gala.Galuh dengan kasar menarik tangan Gala, menyeret pria itu keluar dari rumahnya."Kembalikan kunci cadangan yang kamu simpan," pinta Galuh sebelum Gala pergi.Saudara kembarnya kembali tersenyum. "Buat apa aku kasih padamu, kunci itu masih menjadi hakku." Gala tidak mau mengalah.Jelas saja membuat Galuh marah, pria itu pun mengambil kunci cadangan rumah secara paksa hingga pria itu berhasil mengambilnya. Gala tidak memberontak, hanya membiarkan semuanya. Pria itu kemudian pergi dari rumah yang mulai saat itu akan ditempati saudara kembarnya.Sedangkan di dapur, Aleena hendak membuang kotak yang diberikan oleh kakak iparnya ke dalam tempat sampah. Namun, dia mengurungkan niatnya. Rasa penasaran yang ada dalam hatinya membuat wanita itu mau tidak mau harus membukanya secara perlahan. Dia menyembunyikan kotak berwarna cokelat tersebut agar tidak diketahui oleh Galuh. Akan tetapi, siapa sangka suaminya tiba-tiba datang memergokinya."Kotak apa itu?" tanya Galuh dengan wajah curiga.Dengan refleks Aleena membuang kembali kotak berwarna cokelat tersebut, lalu dengan gugup menjawab, "Bukan apa-apa, Mas. Hanya kotak bekas penyimpanan garam, sudah usang jadi aku beli yang baru." "Oh! Semua makanan sudah siap, 'kan? Kita makan sekarang, setelah itu kita pergi." Hanya itu yang disampaikan Galuh dan berlalu pergi meninggalkan Aleena yang masih berdiri terpaku di samping tempat sampah yang memiliki tinggi 66 cm. Agar suaminya tidak menunggu lama, dua segera melakukan apa yang diperintahkan oleh Galuh. Dia segera menghidangkan makanan lezat yang sudah dimasak di atas meja makan. Tatapannya melirik sebentar pada sang Suami yang masih sibuk dengan ponsel genggamnya. Bahkan, di saat Aleena kerepotan begini pria itu tetap cuek. Berbeda dengan saudara kembarnya yang selama tiga hari membantu wanita meskipun sekedar menata makanan yang selesai dimasaknya."Semua sudah selesai dihidangkan, Mas. Mari kita makan," kata Aleena, tapi pandangan Galuh masih tetap menatap layar ponsel
Semua atensi tamu undangan kini tertuju pada Aleena yang ternyata tidak bisa berenang. Semua orang mulai berteriak agar ada yang mau membantu, tapi Galuh sendiri sebagai suami terlihat acuh tak acuh. Beruntung Gala yang memang ikut hadir di acara tersebut langsung melompat untuk menolong wanita cantik itu. Dia mulai menggendong Aleena ala bridal style setelah keluar dari dalam kolam renang, lalu meletakkan wanita itu di sebuah kursi panjang untuk diselamatkan.Gala awalnya mengecek napas Aleena, kemudian melakukan serangkaian pertolongan pertama untuk orang tenggelam. Beruntung wanita cantik itu bisa diselamatkan, dia mulai membuka mata sembari menutup tubuhnya dengan jas yang diberikan pria yang saat ini sedang memandang lekat wajahnya."Kamu apakan istriku?" tanya Galuh sembari mendorong tubuh Gala, saudara kembarnya. Pria tampan tidak berbicara apa pun, hanya bisa berlalu pergi begitu saja karena tidak ingin terjadi pertengkaran dengan saudaranya di hadapan umum."Kamu gapapa 'kan,
Pipi yang awalnya merona karena blush on kini harus memerah karena sebuah tamparan dari suaminya. Hal itu memang sudah biasa Aleena terima, tapi untuk sakit yang dirasa masih tetap saja. Ada niatan untuk menyerah, tapi dia tidak kuasa melakukan semuanya. Wajah Aleena tertunduk, tidak berani menatap Galuh yang masih dengan amarah yang sama."Lain kali kalau aku bicara, jangan membantah! Kamu tahu sendiri 'kan, aku tidak suka dibantah!" hardik Galuh masih kesal dengan Aleena.Wanita yang masih mengenakan pakaian basah itu hanya menganggukkan kepala, kali ini bibirnya tidak berani lagi membuka suara. Semua harus diterima dengan sabar serta berusaha untuk bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa."Sekarang kamu boleh masuk, terserah mau ngapain aja di dalam rumah. Yang jelas, malam ini aku tidak ingin melihat wajahmu di tempat tidur kita," ujar Galuh mengingatkan. Memang sudah menjadi kebiasaan pria itu untuk menghindar dari sang istri ketika hatinya sedang kacau dan amarahnya masih b
Aleena masih memikirkan maksud dari isi kotak yang dibuka semalam. Bahkan fokusnya menjadi terganggu pagi ini, dia sampai salah memasukkan gula ke dalam teh hangat yang akan diminum Galuh. Seperti biasa, sebelum berangkat ke kantor. Suaminya terbiasa menyeduh teh setelah sarapan. "Mas Galuh apa masih marah padaku ya?" pikirnya ketika selesai menyiapkan sarapan di atas meja makan. Suaminya belum juga ada di kursi, padahal waktu sudah menunjukkan pukul setengah enam. Ingin rasanya Aleena pergi ke kamar untuk membangunkan sang Suami, tapi dia masih khawatir Galuh masih marah padanya perihal semalam. Setelah penuh dengan pertimbangan, akhirnya Aleena duduk di kursi menunggu suaminya datang. Tidak butuh waktu lama, hanya berkisar enam menit saja. Galuh datang dengan memakai kemeja putih dibaluti jas berwarna silver di luarnya.Pria itu tidak menatap wajah Aleena sedikitpun, juga tidak menyapa sang Istri. Itu tandanya masih ada sisa amarah yang sedang disimpannya. Sebagai seorang istri y
Tubuhnya mulai meringkuk ketakutan, berusaha untuk menghindari pria yang terlihat seperti singa kelaparan."Kamu harus mengikuti apa yang aku mau," ujar Gala dengan tatapan sengit.Aleena tidak mungkin berteriak, sebab ancaman yang sudah diberikan oleh kakak iparnya. Dia tidak berani mengambil resiko akan terus disiksa oleh Galuh jika tahu dirinya telah melakukan hubungan terlarang dengan Gala. "Aku mohon, jangan ...," rengek Aleena mengharapkan belas kasihan.Gala tidak memperdulikan Aleena, justru pria itu semakin mendekat dan ingin segera membuka pakaian wanita cantik yang sedang ketakutan itu. "Jangan, Gala. Please!" Aleena terus memohon. Namun, hasrat yang dimiliki Gala tidak dapat tertahan lagi. Dia tidak peduli dengan air mata Aleena yang telah membasahi pipi."Jangan takut, Sayang. Aku tidak akan pernah menyakitimu, tenang saja. Oya, aku juga mau berterima kasih padamu. Soalnya kamu bisa mengenaliku tanpa tertukar lagi seperti awal kita bertemu," ujar Gala tersenyum lebar.W
Netranya sudah tinggal lima watt, Aleena ngantuk berat. Namun, masih tidak memiliki keberanian untuk kembali ke kamar yang kemungkinan besar Gala masih ada di sana. "Apa harus aku tidur di dapur?" pikirnya melihat ke sekeliling dapur. Tempat yang bersih, tapi Aleena tidak yakin akan nyenyak tidur di sana.Dengan berat hati, Aleena harus kembali ke ruang tamu agar bisa istirahat di atas kasur yang empuk. Perlahan wanita cantik itu membuka pintu kamar, lalu memperhatikan ke sekeliling. Langkah pertamanya pergi ke balik lemari, siapa tahu saja Gala masih bersembunyi di sana. "Ke mana perginya dia?" pikir Aleena heran. Dia harus memastikan kakak iparnya benar-benar tidak ada di kamar itu. Dengan teliti Aleena memperhatikan setiap sudut kamar, akhirnya wanita cantik dengan rambut terurai bisa bernapas lega. Dia bersyukur karena telah terlepas dari Gala, tapi Aleena tidak berani untuk memakai pakaian piyama malam ini. Aleena memejamkan mata, lalu terlelap dalam tidurnya.***Gala masih
Sontak saja pria itu marah dengan apa yang dilakukan Aleena. Lampu yang semula mati kembali dihidupkan oleh wanita cantik berambut panjang. Kemudian melihat wajah pria yang ditendangnya."Mas Galuh!" seru Aleena sedikit berteriak. Dia langsung membantu suaminya berdiri, tapi bantuannya ditepis oleh Galuh. Wajah pria itu terlihat marah atas apa yang sudah dilakukan oleh sang Istri."Maaf, Mas. Aku gak tahu kalau itu kamu, aku kira ...." Ucapan Aleena menggantung karena tidak mungkin dia membeberkan kejadian yang sudah dikubur rapat-rapat. Jangan sampai Galuh mendengar nama Gala agar tidak curiga. "Siapa? Memang siapa lagi yang ada di rumah ini selain kita? Hah!" hardik Galuh tegas."Gak ada, Mas. Aku benar-benar minta maaf, aku menyesal," ujar Aleena lirih.Galuh masih menahan sakit di area sensitifnya, sebab istrinya menendang dengan begitu keras. Dia sedikit merintih kesakitan, tapi masih berusaha untuk tetap biasa saja. Setelah menetralisir sakitnya, pria itu pergi begitu saja tan
Pria tampan itu tidak gampang untuk dikelabui, sebab gerak-gerik Aleena terus dipantau kemanapun pergi. Dia mengunyah makanan sembari melirik wanita yang dicintainya itu."Kamu tidak akan pernah bisa pergi dariku," ujar Gala menyeringai.Aleena terdiam, kali ini wanita tersebut benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Hanya bisa diam sembari memperhatikan Gala yang mungkin saja bisa lengah."Dari pada kamu bingung pergi dari hidupku, lebih baik terus bersamaku dan temani aku. Kalau kamu mau menurut, aku tidak akan membuatmu sedih," ujar Gala mulai bernegosiasi."Aku akan menemanimu, tapi dengan satu syarat. Kamu tidak boleh berbuat hal menjijikkan itu lagi denganku," ucap Aleena berharap Gala mau mengerti.Kakak iparnya sontak tertawa mendengar apa yang dikatakan oleh Aleena. "Tidak semudah itu untukku menyerah, kamu bisa saja pergi dariku kali ini. Namun, jangan pernah berharap kamu bisa lepas dariku." Gala berbicara penuh keyakinan. Pria itu sebenarnya tidak jahat, hanya saja cint